Monday, 1 September 2014

Masalah Ketenagakerjaan



A.    Pengertian Tenaga Kerja
Di  dalam UU Ketenagakerjaan di dalam Bab I, pasal 1 bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna barang/jasa  baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dalam pengertian yang lain, seperti yang diungkapkan oleh Payaman Simanjuntak bahwa tenaga kerja (manpower) penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari   pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolahan mengurus rumah tangga .
Tenaga kerja menurut usia atau angkatan kerja terbagi menjadi :
·         Golongan yang bekerja ;
·         Golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan ‘;
·         Golongan yang bersekolah;
·         Golongan yang mengurus rumah tangga ;
·         Golongan lain atau penerima pendapatan.

B.     Beberapa defenisi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, buruh, pekerja
Pemakaian istilah tenaga kerja, pekerja dan buruh harus dibedakan. Pengertian tenaga kerja lebih luas dari pekerja/buruh, karena meliputi pegawai negeri, pekerja formal, pekerja informal dan yang belum bekerja atau pengangguran. Dalam pasal 1 angka 2 UU No. 13 tahun 2003 tenaga ketenagakerjaan, istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang bersifat umu, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkajn barang dan/atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Istilah pekerja dalam praktik sering dipakai untuk menunjukkan status hubungan kerja seperti pekerja kontrak, pekerja tetap dan sebagainya.
Kata pekerja memiliki pengertia yang luas, yakni setiap[ orang yang yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun swapekerja. Istilah pekerja juga diidentikkan dengan karyawan, yaitu pekerja non fisik, sifat pekerjaan halus atau tidak kotor. Sedangkan istilah buruh sering diidentikkan dengan pekerjaan kasar, pekerjaan minim dan penghasilan yang rendah.
 Konsep pekerja/buruh adalah definisi sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan :
“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
 Dari pengertian di atas, konsep pekerja/buruh adalah setiap buruh yang terikat dalam hubungan kerja dengan orang lain atau majikannya, jadi pekerja/buruh adalah mereka yang telah memiliki status pekerja, status mana diperoleh setelah adanya hubungan kerja dengan orang lain.
Lebih jelas, perbedaan antara tenaga kerja, buruh dan pegawai, dapat dilihat pada bagan di bawah ini :


Matrix perbedaan pengertian antara
Tenaga kerja/buruh/pegawai

Pekerja/buruh
Swapekerja
Pegawai
Bekerja dibawah perintah pihak lain (pengusaha/majikan)
Tidak dibawah perintah pihak lain
Bekerja di bawah perintah negara
Resiko ditanggung pengusaha/majikan
Resiko ditanggung sendiri
Resiko ditanggung pemerintah
Menerima upah/gaji
Menerima keuntungan/laba
Menerima upah/gaji
Diatur oleh UU dan peraturan ketenagakerjaan
Tidak ada aturan khusus yang mengatur
Di atur oleh UU no. 8 tahun 1974 jo. UU no. 43 tahun 1999
C.     Definisi Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan dari usaha/perusahaan/instansi di mana seseorang bekerja atau perna bekerja. Lapangan kerja itu terbagi menjadi beberapa sektor, yaitu :
1)      Sektor pertanian;
2)      Sub sektor pertanian tanaman pangan;
3)      Sub sektor perkebunan
4)      Sub sektor perikanan
5)      Sub sektor peternakan
6)      Sub sektor pertanian lainnya
7)      Sub sektor industri
8)      Sektor perdagangan
9)      Sektor jasa
10)  Sektor angkutan
11)  Sektor lainnya

D.    Masalah Ketenagakerjaan
Masalah Ketenagakerjaan sangatlah luas dan kompleks. Permasalahan ini mengandung dimensi ekonomis, dimensi sosial kesejahteraan, dan dimensi sosial politik. Masalah ketenagakerjaan antara lain berkaitan dengan makin sempitnya peluang kerja, angka pengangguran yang semakin tinggi, rendahnya kemampuan dan keahlian para pekerja, semakin besarnya jurang antara pemilik modal (pengusaha), dan para pekerja, serta tingginya biaya hidup yang semakin tidak tertutupi oleh gaji yang diterima. Berbagai persoalan tersebut berpangkal, paling tidak pada dua hal:
1.      Menyangkut kebijaksanaan negara dalam bidang politik ekonomi. Kebijakan tersebut menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan pokok serta upaya peningkatan kesejahteraan hidup rakyat.
2.      Menyangkut hubungan pengusaha dengan pekerja. Hal ini tekait dengan kontrak kerja antara pengusaha dengan pekerja.
3.      Legalitas alih daya (out searching)  dalam perundang-undangan tenaga kerja
Masalah dan Pembahasannya
Dalam masalah ketenagakerjaan yang menyangkut kebijaksanaan negara dalam bidang politik ekonomi,terkait dengan masalah pemenuhan kebutuhan pokok serta upaya peningkatan kesejahteraan hidup rakyat. Masalah muncul manakala pemarintah berlepas diri dari tanggung jawabnya memenuhu kebutuhan pokok rakyat tersebut. Banyak kebijakan pemerintah justru sering menambah beban hidup bagi rakyat seperti kenaikan BBM, kenaikan TDL,dll. Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini memandang bahwa pemerintah tidak wajib memberikan pelayanan kepada rakyat agar semua rakyat tercukupi kebutuhan hidupnya. Bahkan subsidi bagi pelayanan sosial dianggap tidak sehat bagi rakyat karena rakyat akan menjadi manja dan kurang mandiri.
Sedangkan dalam masalah ketenaga kerjaan yang menyangkut pengusaha dengan pekerja,tekait dengan kontrak kerja antara pengusaha dengan pekerja. Dalam suatu negara berbasis kapitalisme, sudah lazim bahwa setiap peraturan dan perundang-undangan selalu dipengaruhi oleh para pemilik modal. Mereka dapat bekerja sama dengan penusaha untuk mengeluarkan peraturan yang dapat menguntungkan mereka, karena di tangan mereka ada uang yang bisa menghipnotis para pengambil kebijakan. Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan lebih berpihak kepada pengusaha ketimbang kepada rakyat kebanyakan.
Dari segi dimensi ekonomis, sosial dan politis masalah ketenagakerjaan juga mencakup masalah pengupahan dan jaminan sosial, penetapan upah minimum, syarat-syarat kerja, perlindungan tenaga kerja, penyelesaian perselisihan, kebebasan berserikat industrial, serta hubungan dan kerja sama internasional. Namun, kompleksitas masalah ketenagakerjaan tersebut kurang disadari dan kurang mendapat perhatian pimpinan pemerintah, sejak orde baru hingga pemerintah sekarang ini. Masalah ketenagakerjaan sering dipandang hanya sebagi hasil ikutan dari pertumbuhan ekonomi, sehingga yang ditekan dan dikejar hanya laju pertumbuhan. Pada suatu masa dikesankan bahwa gerakan serikat pekerja dapat menggangu investasi, sehinnga yang ditekankan adalah bagaimana ”menjinakkan” serikat pekerja. Dalam dua periode terakhir ini terkesan bahwa masalah ketenaga kerjaan hanya mencakup hak-hak pekerja.
Dari masalah tenaga kerja yang demikian luas, bangsa Indonesia sekarang ini sedang menghadapi beberapa masalah ketenagakerjaan mendesak yang memerlukan perhatian khusus kabinet yang akan datang, yaitu:
·         Masalah penganggur dan setengah penganggur
·         Masalah pengiriman tenaga kerja ke luar negeri
·         Masalah pelatihan kerja
·         Masalah pembinaan hubungan industrial
·         Masalah perundang-undangan ketenagakerjaan
·         Implementasi UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam praktik  outsearching (alih daya)
Berikut adalah data ketenagakerjaan Indonesia tahun 2002;
Struktur Angkatan Kerja Pekerja dan Pengangguran Terbuka
Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tahun 2002
No.
Tingkat Pendidikan
Struktur Angkatan Kerja
Struktur Pekerja
Struktur Pengangguran Terbuka
(juta)
(%)
(juta)
(%)
(juta)
(%)
1.
SD dan SD ke bawah
59,05
58,6
55,84
60,9
3,22
35,3
2.
SMTP
17,49
17,4
15,34
16,7
2,15
23,5
3.
SMU
12,21
12,1
10,07
11,0
2,14
23,4
4.
SMK
7,1
7,1
6,02
6,6
1,11
12,2
5.
Diploma/ Akademi
2,21
2,2
1,96
2,1
0,25
2,7
6
Universitas
2,69
2,7
2,42
2,6
0,26
2,2
Jumlah
100,77
100,0
91,65
100,0
9,13
100,0
Data ini menunjukkan secara jelas bahwa hanya ada sebesar 2,6% angkatan kerja kita yang lulus dari perguruan tinggi dan ada sejumlah 75% yang hanya berpendidikan SLTP kebawah. Bagi kalangan investor luar yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia, sajian data ini akan menghadirkan suatu pengertian bahwa jenis industri yang potensial dikembangkan di Indonesia adalah jenis industri manufaktur padat karya (garmen, tekstil, sepatu, elektronik). Sebab dalam situasi pasokan tenaga kerja yang melimpah (over supply), pendidikan yang minim, dan upah murah, hanya jenis industri manufaktur ringan saja yang cocok dibisniskan. Sekalipun para investor ini tetap harus mengeluarkan biaya pelatihan kerja, tetapi biayanya tidak sebesar jenis industri padat modal.
Masalah Penganggur dan Setengan Penganggur
Masalah penganggur berbeda dengan masalah setengah penganggur. Jumlah penganggur terbuka dalam tahun 2003 memang tercatat kecil, yaitu 9,5 juta orang atau 6,57 % dari jumlah angkatan kerja. Sebagian besar mereka (6,2 juta orang atau lebih 65 %) adalah penganggur tenaga terdidik lulusan SLTP ke atas. Mereka mula-mula mengharapkan bekerja menjadi pegawai di sektor formal. Namun daya serap sektor formal sangat terbatas, sehingga mereka pada umumnya terpaksa menganggur antara 2-3 tahun sebelum memperoleh pekerjaan di sektor formal atau terpaksa mengambil pekerjaan di sektor informal.
Setengah penganggur atau mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, cukup besar.
Dalam tahun 2003, setengah penganggur berjumlah 30,9 juta orang atau 30,8% dari angkatan kerja. Hampir seluruh mereka berada di sektor pertanian, pekerja mandiri dan di sektor informal. Sebagian besar mereka adalah tenaga tak terdidik atau berpendidikan maksimum SLTP. Dari semula mereka pada umumnya menyadari sangat sulit diterima bekerja di sektor formal dan segera memutuskan menerima pekerjaan apa adanya di sektor informal. M asalah utama yang mereka hadapi adalah keterbatasan pemilikan aset seperti tanah di sektor pertanian dan keterbatasan modal untuk pekerja mandiri dan sektor informal. Dan sebab itu produktivitas dan penghasilan mereka pada umumnya rendah.
£ Praktik out searching (alih daya) yang merugikan pihak pekerja/buruh£

Simpulan dan Saran
Hingga sekarang masih terkesan bahwa baik kabinet secara keseluruhan maupun pimpinan depnakertrans, belum benar-benar menyadari dan memahami masalah ketenagakerjaan yang dihadapi, dan beulum memberikan indikasi jalan keluar yang akan ditempuh. Oleh sebab itu, para pemimpin mengambil kebijakan perlu betul-betul memahami permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi. Demikian juga pemimpin di pusat perlu mampu memberdayakan para pemerintah otonomi daerah dalam menaggulangi masalah ketenagakerjaan di daerahnya.
Sektor formal hanya mampu menyerap sekitar 30% angkatan kerja. Sekitar 70% angkatan kerja tetap bekerja di sektor pertanian dan sektor informal lainnya. Keberhasilan Pemerintah sekarang ini menekan laju inflasi dan tingkat bunga patut dihargai. Namun, itu saja tidak cukup mengatasi pengangguran. Manfaatnya baru dinikmati sekelompok kecil pengusaha besar dan menengah. Pengusaha kecil dan pekerja keluarga atau pekerja mandiri di sektor informal belum menikmatinya secara signifikan. Oleh sebab itu, untuk 5 tahun masa Kabinet yang akan datang, kebijakan penanggulangan pengangguran harus diarahkan pada : pertama, meningkatkan daya serap sektor formal dengan mendorong dunia usaha yang bersifat padat karya seperti agrobisnis, industri kecil, industri tekstil dan sepatu. Pada saat yang sama, akses pengusaha kecil dan pekerja mandiri memperoleh
kredit serta kompetensi SDM untuk itu harusditingkatkan.
Daftar Pustaka
Dumairy, Drs.M.A. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta:Erlangga.
Menyoal Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Masalah Perburuhan. http://corpusalienum.multiply.com.(accessed,18 Oktober)
Silaban, Rekson.S.E. 2003. Masalah Aktual Ketenagakerjaan Dan Pembangunan Hukum Di Indonesia. www.lfip.org. (accessed,18 Oktober)
Simanjuntak, Prof. Dr. Payaman J, APU. Kompleksitas Masalah Ketenagakerjaan. www.pukmusashi.blogspot.com. (accessed,18 Oktober)
http://vinayunita.wordpress.com

No comments:

Post a Comment