Wednesday, 3 September 2014

Partai Politik






Peran Parpol Dalam Demokrasi Di Indonesia

Parpol atau partai politik pasca demokrasi telah melahirkan implikasi yang beragam, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Parpol di Indonesia pasca demokrasi tidak lagi di arahkan pada esensi yang sesungguhnya sepanjang itulah demokrasi akan lebih terlihat dengan wajah yang sangat garang, penuh teka teki, dan tidak jarang juga di penuhi dengan wajah destruktif dan anarki.


Dalam konteks seperti itulah, kita bisa menyebut bahwa demokrasi kita sedang bergolak. Khususnya pasca tumbangnya rezim otoritarisme orde baru. Kemampuan kita sebagai negara bangsa (Nation State) untuk keluar dari rintangan – rintangan tersebut merupakan pertanda awal bahwa Demokrasi kita sedang dan akan tumbuh di alam yang subur. Sebaliknya, jika perintang – perintang bagi proses pembumian demokrasi itu tidak dapat di atasi, demokrasi kita akan jatuh pada lubang yang sama, yaitu peyanderaan demokrasi.
Parpol di Indonesia pasca demokrasi memang sedang melakukan upaya pemberdayaan kultur politik rakyat yang demokratis yang kini sedang berjalan. Dan harus diadakan upaya sungguh-sungguh untuk menciptakan perangkat pengawasan eksekutif yang disertain dengan pengawasan social. Dalam upaya menciptakan pengawasan social inilah diperlukan suatu system Check and Balance (pengawasan dan keseimbangan) yang jelas dan efektif. Makanya itu adalah bahwa dalam melaksanakan tugas-tugasnya, eksekutif harus dicegah agar tidak melampaui batas-batas wewenangnya atau mencoba melakukan akumulasi kekuasaan.
Oleh karena itu, DPR dan Mahkamah Agung (MA) perlu diberi kekuasaan yang memadai untuk melakukan pengawasan terhadap Eksekutif. Sebaliknya, agar lembaga Eksekutif dan lembaga Yudikatif tidak membuat larangan yang semena-mena dalam membuat larangan atau menerapkan pengawasan. Lembaga Eksekutif juga harus diberikan seperangkat ketentuan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan oleh DPR dan MA. Dengan demikian, semua lembaga mampu saling menjaga agar tidak melampaui batas kekuasaan masing-masing dan selalu terpacu untuk melakukan semua tugasnya secara optimal.
Parpol adalah salah satu dari infrastruktur politik, sedangkan infrastruktur politik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan di bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkenaan dengan asal mula, bentuk dan proses pemerintahan pada sebuah Negara. Oleh karena itu, ada organisasi partai politik yang resmi tampak, seperti partai-partai politik, perkumpulan buruh, tani, nelayan, pedagang, organisasi wanita, pemuda, pelajar, militer dan lain sebagainya.
Akan tetapi, terdapat juga organisasi abstrak yang tidak resmi yang sangat menguasai keadaan sebagai elite power, yang disebut juga dengan grup penekan (pressure group). Seperti kelompok kesukuan, fanatisme, keagamaan dan kelompok tertentu yang berdasarkan almamater. Kejadian-kejadian seperti ini telah berlangsung beberapa tahun ini. Di sinilah kita melihat bahwa partai politik kita belum dewasa. Ini karena belum adanya pembaharuan dalam perilaku manusianya. Satu hal yang kita dambakan ke depan adalah adanya kedewasaan para elite partai politik lazimnya sebagai sebuah media atau alat atau saluran untuk mendemonstrasikan peran-peran politik untuk mencapai tujuan serta memenuhi keinginan dan kepentingan bersama. Dalam paradigna seperti ini, posisi parpol sangatlah sentral. Menjadi focus partai politik adalah milik bersama, tidak ada pembatasan kepentingan individu.

Perubahan Parpol Setelah Reformasi

Posted on by admin
Parpol setelah reformasi menjadi fenomena yang sangat ramai dieprbincangkan. Keadaan parpol setelah reformasi dan sebelum sangat bertolak belakang. Di era reformasi dimana keran kebebasan kembali dibuka setelah lama dipasung ketika masa Orde Baru berlangsung membuat banyak partai politik menjadi meningkat dalam hal jumlah. Diakui atau tidak dalam era sekarang ini sistem yang menganut jumlah partai yang banyak (multipartai) membuat kinerja negara yang menganut sistem presidensil menjadi tidak efektif.
Hal itu terbukti dalam pemerintahan yang terbentuk di masa reformasi, mulai dari pemerintahan BJ. Habibie, pemerintahan Abdurrahman Wahid, dan pemerintahan Megawati sampai ke pemerintahan SBY jilid 1 maupun jilid 2 dewasa ini. Keperluan mengakomodasikan kepentingan banyak partai politik untuk menjamin dukungan mayoritas di parlemen sangat menyulitkan efektifitas pemerintahan, termasuk pemerintahan SBY-Boediono yang ada sekarang.
Parpol setelah reformasi dimulai dengan munculnya berbagai macam partai politik. Walaupun demikian, partai baru tersebut banyak bermunculan dengan wajah-wajah lama dari era perpolitikan terdahulu atau bahkan merupakan sosok yang “dibuang” dari partai sebelumnya. Dalam hal ini misalnya Partai Hanura dan Gerindra, dimana partai ini juga termasuk partai baru yang cukup sukses didalam pemilu tahun 2009. Partai politik yang tergolong baru juga tergolong mempunyai kans yang kuat untuk meraih massa dengan pandangan baru yang mengatasnamakan kekecewaan publik terhadap kinerja parta politik yang ada saat ini, karena memang sulit dibantah keadaan partai politik yang ada saat ini semakin membuat publik kurang percaya dengan kredibilitas partai yang ada mengingat banyaknya kasus yang membelit satu per satu partai yang ada saat ini.
Selain itu ada semacam trend fenomena yang terjadi dalam era reformasi sekarang ini dimana banyak kita temukan antara lain:
  1. Politkus “Bajing Loncat” atau Kutu Loncat. Sering kita temukan beberapa politkus yang pindah-pindah partai menurut selera dan analisis mereka terhadap peluang yang dapat diraih untuk mencapai karier dalam dunia politik. Partai politik berganti-ganti nama. Beberapa partai politik harus mengganti namanya untuk membedakan ketua umum dan partai tersebut dengan rival politiknya dalam partai induk (sebelumnya).
  2. Partai politik mengusung nilai-nilai keagamaan. Apapun dilakukan untuk menjadi “kendaraan” politik agar tujuan mendominasi kekuasaan mencapai sasaran.
  3. Politikus yang indisipliner semakin merajalela dan tak terkendali lagi keberaniannya. Mereka kini berani terang-terangan membohongi rakyat yang mempercayainya dan memberi amanah untuk menyampaikan pesan dan aspirasi sebagaimana yang dijanjikan dalam sumpah jabatan dan selama pemilihan menuju karir politiknya.
  4. Konsentrasi politkus kita kebanyakan mengurusi obyek-obyek yang memberikan pemasukan ketimbang mengutamakan visi dan misi yang  dibebankan kepadanya sebelum  mereka mencapai posisi tersebut. Proses tercetaknya kader secara instan dan sistem rekrutmen calon politikus dan diplomat akhir-akhir ini ditengarai sebagai kontributor utama menghasilkan “rombongan” politikus bermasalah di negeri ini.
Parpol setelah reformasi dengan banyak terjadinya perpindahan kader dari satu partai ke partai lainnya menunjukan pola penerimaaan kader partai di Indonesia masih sangat lemah. Boleh dikatakan bahwa partai belum memiliki sistem penerimaan kader partai yang baik. Pola penerimaan kader yang harus dimulai dari bawah dan dilanjutkan dengan pendidikan kepartaian yang berkesinambungan sering terabaikan.
Pada sisi lain masuknya orang kesatu partai tidak jarang karena ingin mendapat perlindungan baik itu bisnis ataupun jabatan. Akibatnya kader yang masuk dengan murni dan mengawali dari tingkat paling rendah serta memiliki kapabilitas yang tinggi sering terabaikan, karena kesempatan mereka telah direbut oleh kader “kutu loncat”.

Fungsi Partai Politik

Posted on by admin
Fungsi Partai Politik menurut para ilmuwan politik biasa menggambarkan adanya 4 (empat) fungsi partai politik. Fungsi Partai Politik tersebut menurut Miriam Budiardjo, meliputi sarana: (i) sarana komunikasi politik, (ii) sosialisasi politik (political socialization), (iii) sarana rekruitmen politik (political recruitment), dan (iv) pengatur konflik (conflict management). Dalam istilah Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi partai politik itu mencakup fungsi (i) mobilisasi dan integrasi, (ii) sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns); (iii) sarana rekruitmen politik; dan (iv) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.
Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu dengan yang lainnya. Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang terdapat atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diadvokasikan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi.
Fungsi Partai Politik yang terkait dengan komunikasi politik itu, partai politik juga berperan penting dalam melakukan sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara.
Misalnya, dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi, partai dapat memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal ini, tidak boleh diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggungjawab eksklusif untuk memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk di dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai tanggungjawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan partai politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat lah besar.
Fungsi Partai Politik ketiga adalah sarana rekruitmen politik (political recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya. Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekruitmen politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh melibatkan peran partai politik. Partai hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena itu memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political appointment).
Fungsi keempat adalah pengatur dan pengelola konflik yang terjadi dalam masyarakat (conflict management). Seperti sudah disebut di atas, nilai-nilai (values) dan kepentingan-kepentingan (interests) yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan bertabrakan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain. Dengan perkataan lain, sebagai pengatur atau pengelola konflik (conflict management) partai berperan sebagai sarana agregasi kepentingan (aggregation of interests) yang menyalurkan ragam kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik partai. Karena itu, dalam kategori Yves Meny dan Andrew Knapp, fungsi pengeloa konflik dapat dikaitkan dengan fungsi integrasi partai politik. Partai mengagregasikan dan mengintegrasikan beragam kepentingan itu dengan cara menyalurkannya dengan sebaik-baiknya untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik kenegaraan.

Partai Politik di Indonesia

Posted on by admin
Partai politik di Indonesia setelah masa reformasi seperti jamur pada musim penghujan. Partai politik adalah salah satu komponen yang penting di dalam dinamika perpolitikan sebuah bangsa. Partai politik dipandang sebagai salah satu cara seseorang atau sekelompok individu untuk meraih kekuasaan, argumen seperti ini sudah biasa kita dengar di berbagai media massa ataupun seminar-seminar yang kita ikuti khususnya yang membahas tentang partai politik. Dalam tema kali ini saya ingin menganalisa fenomena partai politik dalam kancah perpolitikan nasional antara yang seharusnya terjadi dan yang senyatanya terjadi.
Di Indonesia partai politik menjadi alat untuk menjembatani para elit politik untuk mencapai kekuasaan politik dalam negara. Biasanya partai politik ini adalah organisasi yang mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
Partai politik menurut Mac Iver, adalah suatu perkumpulan terorganisasi untuk menyokong suatu prinsip atau kebijaksanaan, yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan cara-cara yang sesuai dengan konstitusi atau UUD agar menjadi penentu cara melakukan pemerintahan. Perkumpulan-perkumpulan itu diadakan karena adanya kepentingan bersama. Oleh karena itu, seringkali suatu perkumpulan atau ikatan diadakan untuk memenuhi atau mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat. Selain mempunyai kepentingan bersama, suatu perkumpulan khususnya partai politik, akan muncul karena anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Ada pula Roger F Saltou yang mendefinisikan partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat. Mengacu pada dua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa partai politik merupakan hasil pengorganisasian dari sekelompok orang agar memperoleh kekuasaan untuk menjalankan program yang telah direncanakan. Sedangkan menurut Miriam Budiardjo partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh Schattscheider (1942), “Political parties created democracy”. Karena itu, partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institutionalization) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties”.
Jadi secara gamblang partai politik bisa berarti organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Dalam bahasa yang lain partai politik bisa berarti kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara yang konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

Subsidi BBM

Posted on by admin
Subsidi BBM dan pengurangan subsidi tersebut sudah dibahas sejak tiga tahun lalu, dengan harapan akan segera dapat direalisasikan agar dana subsidi bisa dialihkan ke sector lain yang tak kalah penting. Subsidi BBM yang sempat menyebabkan demo besar-besaran oleh mahasiswa akhirnya malah menjadi isu politik, kepentingan usaha dan tekanan public. Salah satu masalah terbesar yang muncul dari dinaikkannya harga BBM adalah kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi karena dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang naik.
Inflasi tidak mungkin dihindari karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Tetapi menaikkan harga BBM juga tak bisa dihindari karena beban subsidi membuat negara sulit melakukan investasi bidang lain untuk mendorong tumbuhnya ekonomi. Kenaikan harga BBM sampai dengan Rp1.500 akan mengakibatkan inflasi bertumbuh 1,6%, tetapi juga akan mengakibatkan reduksi subsidi sebesar Rp57 triliun. Jika hitungan itu jadi nyata maka inflasi tidak akan bergeser terlalu tinggi dibanding target yang dipatok pemerintah untuk tahun ini, 5,3%.
Subsidi BBM yang terus-menerus memanjakan masyarakat pada akhirnya malah akan menyebabkan inflasi lebih tinggi. Industri makan-minum membutuhkan BBM untuk produksi, distribusi dan bahan baku. Kenaikan BBM setinggi Rp1.500 akan menyebabkan kenaikan harga pangan sedikitnya 5-10%.” Ekonom dari berbagai lembaga lain umumnya meramal inflasi akan mencapai 6-8%, melebihi target pemerintah tahun ini 5,3%. Sejumlah komponen penyumbang utama kenaikan inflasi, di luar naiknya harga BBM, adalah harga makanan-minuman serta tarif transportasi. Keduanya mengklaim BBM sebagai salah satu elemen utama, bahkan terbesar, dalam komponen ongkos produksi dan distribusi.
Beberapa tahun terakhir dunia industri sudah tak lagi menikmati subsidi BBM naiknya harga minyak dunia juga menjadi pendongkrak meroketnya ongkos produksi. Momok kenaikan harga lain muncul dari sektor transportasi, yang selalu menaikkan tarif saat kenaikan harga BBM terjadi. Buruh termasuk kelompok yang paling rentan kena imbas kenaikan harga BBM. Apapun pertimbangan menaikkan harga BBM, bagi kalangan miskin atau nyaris miskin, impliaksinya hanya satu: kenaikan harga kebutuhan pokok. Sebaliknya menurut pemerintah, tak mungkin kas negara terus-menerus dipakai untuk menambal subsidi BBM karena sektor lain menjadi terbengkalai.
Subsidi BBM menurut catatan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, tahun lalu besaran subsidi kesehatan hanya Rp43,8 triliun, infrastruktur Rp125,6 triliun, bantuan sosial Rp70,9 triliun, sementara subsidi BBM menyedot dana paling besar, Rp165,2 triliun. Padahal itu belum termasuk subsidi listrik yang berjumlah Rp90 triliun, sehingga secara total subsidi energi APBN 2011 mencapai Rp255 triliun. Realisasi subsidi BBM juga cenderung membengkak dari angka acuan karena konsumsi BBM yang tak terkendali.
Tahun 2010 misalnya, subsidi BBM yang mestinya habis pada hitungan Rp69 triliun kemudian membesar menjadi Rp82,4 triliun. Hal sama terulang pada 2011 dimana anggaran subsidi Rp96 triliun kemudian bengkak menjadi hampir dua kali, yakni Rp165,2 triliun. Akibatnya kesempatan berinvestasi dalam bentuk infrastruktur dan pembangunan nonfisik, termasuk kesehatan dan pendidikan, menjadi lebih sedikit. Pengurangan subsidi BBM, menurut pemerintah, akan dialihkan sebagian pada program infratsruktur, meski belum jelas apa saja bentuknya dan bagaimana realisasinya.

Masalah Politik di Indonesia


Masalah politik di Indonesia seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang sangat buruk sehingga masyarakat hanya menaruh kepercayaan yang sedikit pada dunia perpolitikan Indonesia. Masalah politik di Indonesia juga tidak bisa lepas dari masalah social yang membelenggu di tahun 2012 ini, misalnya masalah kenaikan BBM. Kenaikan harga BBM selalu membuat gejolak panas masyarakat Indonesia, pasalnya kenaikan harga BBM membawa banyak dampak negatif seperti kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Sehingga, banyak kalangan masyarakat yang berunjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang bertujuan untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Seolah tak ada hentinya, gelombang protes terus dilakukan demi membatalkan opsi tersebut. Di Jakarta Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia berunjuk rasa dengan memblokir jalan dan membakar ban bekas, selain itu mereka juga menutup Stasiun Pengisian Bahan bakar atau SPBU. Mereka sangat mengecam keras akan kebijakan pemerintah tersebut. Meskipun pemerintah menjajikan akan ada program Bantuan Langsung Tunai (BLT) tetapi masyarakat tetap menolaknya karena mereka berfikir bahwa BLT tersebut hanya sebagai solusi instan pasca kenaikan harga BBM. Sehingga masyarakat akan tetap mendapat kerugiannya.
Masalah politik di Indonesia harus dituntaskan dengan terlebih dahulu mengambil solusi untuk masalah social yang ada di masyarakat. Kita ambil saja masalah kenaikan BBM tersebut. Pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM, mengingat masyarakat di Indonesia sebagian besar adalah kalangan menengah kebawah. Ini akan menciptakan inflasi yang kemudian  berdampak buruk bagi mereka. Meskipun BLT diadakan itu hanya sekedar solusi cepat dan singkat pasca kenaikan BBM, dan itu tidak akan dapat membantu masyarakat memenuhi kebetuhan hidupnya.
Lalu percuma saja ada perjuangan meminta kenaikan upah buruh, jika BBM jadi naik kapan buruh merasakan kesejahteraannya apabila kebutuhan dan transport sehari-harinya menjadi mahal. Solusinya bisa ditarik sebagai berikut:
  1. Lebih baik pemerintah mencari OPSI lain, jika beban terberat dalam APBN adalah impor BBM, sebaiknya jangan  berpatokan untuk meningkatkan harga BBM saja. Sebaiknya melakukan investasi agar meningkatkan kapasitas produksi atau membatasi penggunaan BBM sehingga biaya impor dapat terkurangi.
  2. Bersihkan aparat hukum dari KKN.
  3. Jika harus terjadi kenaikan harga BBM maka pemerintah sebaiknya dapat    menjelaskan maksud dari kenaikan tersebut secara terperinci dan transparan. Agar masyarakat dapat memahaminya.
Masalah politik di Indonesia saat ini memang sangat buruk. Keterpurukan ini disebabkan perpolitikan Indonesia yang tidak sehat. Banyak politisi di Negara ini yang terlibat kasus korupsi. Mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dan lupa akan tugasnya sebagai pejuang rakyat.  Bahkan saat ini banyak pejabat dan tokoh yang hanya bisa bercuap-cuap berdiskusi di televisi mencaci maki kinerja pemerintah tanpa mengetahui jalan keluarnya. Bukankah lebih baik bertindak dibandingkan hanya berdiskusi di televisi dan sebuah diskusi tidak akan berguna tanpa adanya perbuatan nyata.
Selanjutnya yang membuat politik Indonesia kacau adalah parpol-parpol yang memilih selebritis tanah air untuk menjadi anggota partainya. Dengan maksud rakyat lebih banyak memilihnya karena kepopuleran. Sebernanya, yang dibutuhkan bukanlah kepopuleran akan tetapi kinerja yang optimal yang dapat membangun politik Indonesia menjadi sangat baik. Dan seharusnya parpol memilih anggota yang mahir pada bidangnya bukan asal-asalan. Karena, ini bukanlah sebuah permainan nasib rakyat dipercayakan di tangan mereka.

Koalisi Tanpa PKS

Posted on by admin
Koalisi tanpa PKS sempat menjadi perbincangan yang sangat di kalangan elit politik Indonesia beberapa waktu terakhir. Wacana koalisi tanpa PKS bermula sebagai akibat penolakan atas rencana pemerintah menaikkkan harga bahan bakar minyak (BBM), Partai Keadilan Sejahtera tampaknya benar-benar dikeluarkan dari keanggotaan Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Partai Politik Pendukung Pemerintah. Apa dampaknya bagi dinamika koalisi, kabinet, dan relasi Presiden-DPR?
Koalisi tanpa PKS Secara matematis sebenarnya relatif tidak ada perubahan mendasar dalam formasi koalisi jika PKS akhirnya didepak dari setgab. Keluarnya PKS yang mencakup 57 kursi DPR memang berdampak pada berkurangnya total kekuatan parpol koalisi di DPR, yakni dari 423 (75,5 persen) menjadi 366 kursi (65,4 persen). Namun formasi kekuatan parpol koalisi sebesar 65,4 persen tersebut, jika solid, jelas masih cukup besar untuk mendukung kebijakan pemerintah di parlemen. Persoalannya, apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku pemimpin koalisi bisa mengelola potensi dukungan dari lima parpol anggota Setgab, yakni Partai Demokrat (148 kursi), Partai Golkar (106), PAN (46), PPP (38), dan PKB (28).
Koalisi tanpa PKS ini juga dimunculkan karena di sisi lain, kekuatan parpol oposisi di DPR kini bertambah dengan bergabungnya PKS, sehingga menjadi total 149 kursi (34,6 persen), yang mencakup PDI Perjuangan (94 kursi), PKS (57), Partai Gerindra (26), dan Partai Hanura (17). Kehadiran PKS di kubu oposisi tentu bakal mempertinggi dinamika politik DPR karena kesenjangan kekuatan koalisi-oposisi kini relatif berkurang. Secara teoritis semakin sedikit jumlah parpol koalisi justru semakin baik, bukan hanya lantaran fragmentasi politik dan polarisasi ideologisnya berkurang, tetapi juga karena lebih mudah dikelola. Karena itu dikeluarkannya PKS malah mengurangi  resistensi politik secara internal koalisi. Seperti diketahui, selama ini PKS dan Golkar adalah dua parpol koalisi yang seringkali memiliki sikap politik berseberangan dengan pemerintah.
Hanya saja didepaknya PKS akan berdampak pada perubahan dinamika internal Setgab Koalisi karena  parpol yang dipimpin Luthfi Hasan Ishaaq ini dikenal kritis dalam menyikapi berbagai pilihan kebijakan pemerintah sebelum diputuskan di parlemen. Selain itu, PKS juga hampir selalu mempertanyakan efektifitas Setgab Koalisi karena dianggap hanya menjadi forum menyeragamkan sikap politik parpol anggota koalisi. Tak mengherankan jika dalam berbagai kesempatan para petinggi PKS menyatakan “siap” jika mereka harus dikeluarkan dari koalisi yang mekanisme internalnya ditata ulang pasca-skandal Bank Century.
Koalisi tanpa PKS juga mempunyai konsekuensi logis lain, yaitu semakin sentralnya posisi Partai Golkar sebagai faktor penentu dinamika internal Setgab Koalisi.  Sebagai “saudara tua” Partai Demokrat, Golkar-lah yang selama ini cenderung mengendalikan dinamika internal koalisi seperti tampak pada kesuksesan partai beringin menggiring koalisi menunda kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akhirnya menjadi keputusan rapat paripurna DPR akhir pekan lalu. Kontrol Golkar atas koalisi jelas menjadi lebih leluasa jika PKS benar-benar dikeluarkan dari setgab.
Implikasi berikut jika PKS diceraikan dari koalisi adalah keniscayaan bagi Presiden SBY merombak kembali Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II. Tiga orang menteri dari PKS, Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Sosial Salim Segab Al Jufrie, harus dicari penggantinya. Meskipun kinerja ketiganya mungkin cukup baik, namun karena jatah posisi menteri PKS adalah kompensasi politik berkoalisi dengan SBY, apa boleh buat, mereka harus dicopot. Di luar dampak politik yang dikemukakan di atas, soal lebih krusial pasca-pencopotan PKS dari koalisi adalah kemungkinan semakin tingginya dinamika relasi Presiden-DPR. Meski kekuatan parpol oposisi hanya bertambah 57 kursi dari PKS, sikap kritis parpol bersemboyan “bersih, peduli, dan professional” ini diduga bakal bertambah “kencang” ketika sepenuhnya berada di luar pemerintah. Apalagi, obsesi PKS ke depan adalah menjadi parpol tiga besar Pemilu 2014.

Analisis Pemilu di Indonesia

Posted on by admin
Analisis pemilu di Indonesia seringkali dilakukan oleh para pengamat politik. Analisis pemilu di Indonesia kali ini mengarahkan taringnya kearah KPU dan Bawaslu. Meskipun diseleksi oleh orang-orang yang professional dan memiliki integritas tinggi, dan dilanjutkan dengan fit and proper test yang berlangsung secara terbuka, ternyata komposisi anggota KPU dan Bawaslu terpilih tidak luput dari kelemahan. Setidaknya terdapat dua kelemahan komposisi KPU dan Bawaslu.
Analisis pemilu di Indonesia Pertama, KPU dan Bawaslu memerlukan anggota-anggota yang faham hukum. Namun demikian, dari tujuh anggota KPU terpilih, hanya satu orang yang berlatar belakang hukum, yaitu Ida Budhiati. Kondisi yang tidak berbeda terdapat pada Bawaslu, lembaga yang sangat berhubungan dengan penegakan hukum pemilu, terlihat diawaki oleh orang-orang yang minim pengetahuan hukumnya. Kedua, KPU dan Bawaslu dituntut memiliki kemampuan komunikasi yang baik secara internasional. Saat pemilu nanti, mereka akan menjadi salah satu corong Republik di muka internasonal. Komposisi KPU dan Bawaslu terpilih memiliki kemampuan komunikasi, khususnya dalam bahasa Inggris, yang tidak merata.
Analisis pemilu di Indonesia mengkondisikan kondisi di atas membuat berbagai kalangan masyarakat sipil tergerak untuk memberikan beberapa rekomendasi. Rekomendasi antara lain berasal dari Koalisi Amankan Pemilu 2014 yang terdiri dari 21 organisasi masyarakat sipil. Berikut adalah rekomendasi tersebut. Pertama, meskipun proses terakhir pemilihan dilakukan secara politis, anggota KPU dan Bawaslu terpilih harus tetap mampu menjaga independensi dan integritas. Lupakan proses politik yang terjadi dan kembali pada misi awal sebagai penyelenggara pemilu yang mandiri dan profesional untuk menyelenggarakan pemilu 2014 yang jujur, adil, demokratis, berkualitas, dan lebih baik.
Yang kedua. anggota KPU dan Bawaslu harus bekerja secara profesional, cekatan, dan akuntabel untuk segera memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Hal ini bisa dimulai dengan membangun konsolidasi organisasi, merumuskan langkah-langkah kerja penyiapan penyelenggaraan pemilu kedepan, serta membentuk soliditas tim. Kelemahan komposisi keanggotaan dalam aspek hukum harus diantisipasi dengan baik oleh KPU/Bawaslu saat ini.
Analisis pemilu di Indonesia juga memberikan rekomendasi ketiga, yaitu Anggota KPU dan Bawaslu terpilih agar bekerja secara terbuka, partisipatif, dan mulai membangun program kelembagaan yang melibatkan para pemangku kepentingan secara tepat, dengan membangun konsep partisipasi yang setara, nondiskriminatif, dan imparsial. Yang keempat, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus mengawasi dan mengkritisi KPU dan Bawaslu agar pemilu 2014 dapat terselenggarakan sesuai dengan harapan masyarakat.
Yang terpenting dari semuanya adalah terciptanya soliditas dari sesama anggota KPU dan sesama anggota Bawaslu. Soliditas dalam organisasi KPU dan Bawaslu akan mempermudah kedua organisasi tersebut untuk mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Tugas menyelenggarakan Pemilu adalah tugas yang maha berat. Karena itu, soliditas adalah keharusan. Selain itu, diantara dua lembaga penyelenggara pemilu harus terdapat kerjasama yang bersifat sinergis. Sinergi antara kedua lembaga penyelenggara pemilu ini amat menentukan suksesnya Pemilu 2014.

Sikap Pemimpin Lembaga Negara Tentang Pemilu 2014

Posted on by admin
Sikap pemimpin Lembaga Negara terkadang memang membuat masyarakat bingung. Sikap pemimpin Lembaga Negara yang berubah-ubah dan membingungkan tersebut akhirnya diketahui oleh Presiden SBY. Sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pimpinan sejumlah lembaga negara melakukan pertemuan, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Pertemuan membahas soal Pemilu 2014, antara lain terkait RUU Pemilu yang kini sedang digodok di DPR.
Sikap pemimpin Lembaga Negara Ada beberapa persoalan yang perlu dibahas, seperti masalah daftar pemilih dan data kependudukan. Karena masih ada yang dobel, ada yang tidak terdaftar, ada yang meninggal dunia tetap masuk (DPT). Ini (akan dibicarakan) bagaimana tidak terjadi lagi. Dengan pertemuan tersebut, tentu saja diharapkan ada perbaikan dari masing-masing pihak. Jadi, Lembaga Negara akan melakukan tindakan sesuai dengan kewenangan masing-masing tanpa membuat masyarakat bingung. DPR akan membuat undang-undang yang tepat, sementara Presiden dapat mengkonsolidasikan kementerian yang terkait dengan masalah itu.
Sikap pemimpin Lembaga Negara kemudian harus direm agar bisa menyesuaikan dengan kapasitas. Artinya ini masukan dan melihat persoalan ini dan menyelesaikan persoalan pemilu 2014 mendatang. Pertemuan ini sifatnya berdiskusi karena lembaga-lembaga negara dibentuk berdasarkan amanat konstitusi, artinya semua bertanggung jawab pada persoalan masing-masing.
Ada delapan butir sikap yang dihasilkan dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga jam tersebut. Di antaranya, pimpinan lembaga negara meminta segenap petinggi partai politik dalam pembahas RUU Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD member perhatian terhadap beberapa hal yang harus disepakati dalam forum panja, yaitu ketentuan tentang parliamentary threshold, ketentuan konversi suara menjadi kursi, sistem pemilu yang hendak digunakan dan terkait dengan pemilihan dan alokasi kursi untuk DPR.
Ada 8 butir sikap yang disampaikan oleh para pimpinan lembaga negara. Berikut sikap mereka:
  1. Pimpinan lembaga negara melihat banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa dalam kehidupan demokrasi. Namun demikian perlu membangun demokrasi yang lebih sehat dengan etika dan rule of law.
  2. Nilai-nilai demokrasi bersifat universal antara lain adalah: kesetaraan, penghargaan terhadap HAM, terpenuhinya hak-hak berserikat dan berkumpul.
  3. Pemerintah dan perangkat lembaga negara dituntut untuk bersikap tegas bersama menegakkan hukum, dan bukan memberikan ruang aksi kekerasan atau anarkisme melanda masyarakat atas nama kebebasan dan demokrasi.
  4. DPR RI tengah membahas RUU tentang perubahan atas UU No 10 tahun 2008 tentang pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD dimana masih ada beberapa hal yang harus disepakati dalam forum panja, yaitu ketentuan tentang parliamentary threshold, ketentuan konversi suara menjadi kursi, sistem pemilu yang hendak digunakan dan terkait dengan pemilihan dan alokasi kursi untuk DPR RI. Ini harus jadi perhatian segenap para petinggi partai politik.
  5. RUU tentang pemilu yang sedang dibahas di DPR RI diharapkan mempunyai kelebihan dibandingkan aturan main politik pemilu 2009.
  6. Dari segi praktik pemilu, menjamin kualitas kompetisi pemilu, memberi kesempatan pada parpol peserta pemilu untuk mengajukan calon-calonnya yang berkualitas, kualitas tata cara pemungutan suara, tata cara penghitungan suara yang lebih pasti dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.
  7. Berdasarkan indentifikasi umum, permasalahan pemilu yang harus diperhatikan untuk dibenahi ada 3, yakni: regulasi, aktor dan kelembagaan partai politik. Ketiganya harus menjadi landasan pemikiran dalam memperbaiki demokrasi.
  8. Sistem politik yang ada menghasilkan aturan main yang lebih baik, implementatif, tidak tumpang tindih, sehingga tercapai pemilu yang demokratis untuk menempatkan wakil rakyat yang responsif, menciptakan pemerintahan yang legal sekaligus legitimate.
Sikap pemimpin Lembaga Negara diharapkan dapat menuntun masyarakat Indonesia untuk mencapai pemilu yang demokratis dan transparan sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup rakyat banyak.

E-KTP Menyambut Pemilu 2014

Posted on by admin
E-KTP atau Kartu Penduduk Elektronik adalah alat untuk mengetahui jumlah penduduk, walaupun awalnya hanya berupa kartu konvensional. E-KTP muncul seiring dengan berkembangnya teknologi. Tampilannya sama seperti KTP biasa, tetapi di dalam e-ktp ditambahkan sebuah chip yang berisikan data pribadi pemilik e-ktp ini. Sehingga, tindak criminal seperti pemalsuan ktp ini tidak bisa dilakukan lagi.
E-KTPTata cara pembuatan e ktp ini sangat mudah, yaitu:
  1. Tahap pertama masyarakat harus mengambil form p1.01 yang sudah disediakan.
  2. Setelah mengisi form tersebut, masyarakat akan melalui pengambilan sidik jari, pemotretan, dan juga verifikasi data.
  3. Setelah proses pengambilan sidik jari selesai maka akan ditampung di database sidik jari, dan juga apabila verifikasi biodata sudah selesai, data akan dimasukan di database kependudukan berbasis NIK.
  4. Setelah proses itu dijalani maka KTP elektronik atau e-KTP sudah bisa di ambil, dan proses pembuatan e-KTP sangat cepat dibandingkan dengan proses pembuatan KTP biasa.
E-KTP mempunyai fungsi sebagai berikut:
  1. Sebagai identitas jati diri.
  2. Berlaku Nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya.
  3. Mencegah tindakan kriminal ,seperti KTP ganda dan pemalsuan KTP.
  4. Dapat digunakan sebagai ID Card untuk ATM, Asuransi atau sebagai kartu pemilih pada pemilu legislatif/Presiden/wakil presiden/pemilukada.
  5. Terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
Tapi, meskipun begitu masih ada pula hambatan yang membuat penduduk tidak bisa membuat e ktp, yaitu:
  1. Kurangnya fasilitas alat perekam yang berguna dalam pembuatan e-ktp ini.
  2. Penyuluhan dalam pembuatan e-ktp di pedalaman masih kurang.
  3. Banyak alat perekam yang rusak ketika ingin di pakai .
Penerapan KTP Elektronik (e-KTP) merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2006 dan serangkaian peraturan lainnya seperti peraturan UU nomor 35 tahun 2010 yang menyatakan aturan tata cara dan implementasi teknis dari e-KTP yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip. Dilihat dari locusnya, penerapan e-KTP akan berada diseluruh Indonesia, meliputi 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota dan ditahun 2012 berada di 3886 di kecamatan dan 300 di kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan kegiatan Nasional tersebut, BPPT berperan dalam melaksanakan pengkajian, Technology Clearing House, audit sampai pada solusi teknologi. PRICE (Profesional, Integrity, Creative dan Excellence) adalah nilai-nilai BPPT yang akan diusung dalam pembuatan e-KTP.
E-KTP merupakan peristiwa penting di Indonesia. Dengan NIK (Nomor Induk Kepegawaian) yang dilengkapi sidik jari didalam e-KTP, tidak akan ada lagi identitas ganda yang selama ini menjadi masalah kependudukan di Indonesia. Yang tidak kalah pentingnya e-KTP dapat bermanfaat untuk kepentingan pemilu ke depan agar dapat lebih tertib dan dipercaya. Namun, penggantian KTP menjadi e-KTP dapat menimbulkan penghalang atau kegagalan karena jumlahnya besar mencapai 170 juta KTP, hanya dalam waktu kurang dari 2 tahun. Tetapi, untuk mengatasinya, dibutuhkan dukungan yang sangat luas yang bukan hanya dari pihak Kementerian Dalam Negeri, tetapi juga butuh dukungan dari BPPT, ITB, Menkominfo, LSM dan Pemda.
Dukungan tersebut akan berjalan baik jika diiringi dengan pemahaman baik mengenai pentingnya e-KTP maupun yang sifatnya teknis. Sosialisasi ke daerah-daerah, mutlak diperlukan. Kick off Meeting  yang dilakukan oleh Pemerintah juga merupakan suatu pembekalan, agar nantinya dapat dilakukan semacam supervisi dan sosialisasi di lapangan, agar proses pembuatan dan pelaksanaan e-KTP dapat berjalan lancar.
  •  

·         Recent Posts

·         Recent Comments

·         Archives

·         Categories

·         Meta


No comments:

Post a Comment