Saturday, 30 August 2014

Partisipasi Politik



PARTISIPASI POLITIK
Partisipasi politik dapat kita tinjau dari empat sudut pandang :
1.      Apa yang disebut bentuk partisipasi politik?
2.      Berapa luas partisipasi politik tersebut?
3.      Siapakah yang berpartisipasi?
4.      Mengapa mereka berpartisipasi?
1.      BENTUK-BENTUK PARTISIPASI POLITIK
Ada sedikit kesulitan dalam penyajian berbagai bentuk partisipasi politik, terlepas dari tipe sistem politik yang bersangkutan, yaitu segera muncul dalam ingatan peranan para politisi professional, para pemberi suara, akativis-aktivis partai dan para demonstran pentingn untuk menempatkan posisi sebenarnya dari aktivitas politik dan melihat apakah terdapat semacam hubungan hierarkis yang paling sederhana dan paling berarti adalah hierarki yang didasarkan atas taraf atau luasnya partisipasi.
Hierarki yang dinyatakan pada gambar dibawah dimaksudkan untuk mencakup seluruh jajaran partisipasi politik dan untuk dapat diterapkan pada semua tipe sistem politik. Arti berbagai tingkat ini tentunya mungkin berbeda dari satu sistem poltik dengan yang lain dan tingkatan-tingkatan khusus menyebabkan akibat besar pada suatu sistem dan akibat kecil atau tanpa mempunyai akibat apapun pada sistem lainnya.
Adalah penting juga untuk kita sadari bahwa partisipasi politik pada satu tingkatan hierarki tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkat yang lebih tinggi, walaupun mungkin hal ini berlaku bagi tipe-tipe partisipasi tertentu.
Pada tingkat hierarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan dalam sistem politik, baik pemegang-pemegang jabatan politik maupun anggota-anggota birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka itu dibedakan dari parisipasi-partisipasi politik lainnya, dalam hal bahwa pada berbagai taraf mereka berkepentingan dengan pelaksanaan kekuasaan politik yang formal. Hal ini tidak menghapus pelaksanaan kekuasaan yang sesungguhnya, maupun pelaksanaan pengaruh oleh individu-individu atau kelompok-kelompok lain dalam sistem politik.
Dibawah para pemegang atau pencari jabatan didalam sistem politik, terdapat mereka yang menjadi anggota berbagai tipe organisasi politik. Hal ini mencakup semua tipe partai politik dan kepentingan. Perbedaan dasar antara kedua kelompok politik terdapat pada sikap-sikap mereka. Kelompok kepentingan adalah organisai yang berusaha memajukan, mempertahankan atau mewakili sikap-sikap yang terbatas atau khas, sementara partai politik berusaha untuk memajukan, mempertahankan atau mewakili spectrum yang lebih luas dari sikap. Dalam beberapa hal tujuan dibatasi secara khusus, penghapusan hukuman mati atau oposisi terhadap pembangunan suatu lapangan udara dan kelompok kepentingan berhenti beroperasi begitu tujuan tercapai.
Partai-partai politik seperti kelompok kepentingan dapat menikmati dukungan yang menyebar atau yang khusus, akan tetapi berbeda dengan kelompok kepentingan mereka yang lebih banyak menampilkan sikap-sikap difus daripada sikap-sikap yang khusus. Beberapa partai politik memiliki baris dukungan yang luas, sedang yang lainnya memiliki baris dukungan yang sempit.
Partisipasi dalam partai politik dan kelompok-kelompok kepentingan dapat mengambil bentuk yang aktif atau bentuk yang pasif. Karena berbagai macam alasan, individu mungkin tidak termasuk dalam suatu organisasi politik tetapi mereka dapat dibujuk untuk berpartisipasi dalam suatu bentuk rapat umum atau demonstrasi. Bentuk partisipasi ini dapat spontan sifatnya, akan tetapi jauh lebih besar kemungkinan partisipasi tersebut telah diorganisir oleh partai-partai politik sebagai bagian dari kegiatan politik mereka.
Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menuntut suatu keterlibatan minimal yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. Dalam mempertimbangkan partisipasi politik, bagaimana pun juga terbatasnya peristiwa tersebut harus pula ada perhatian terhadap mereka yang tidak berpartisipasi sama sekali dalam proses politik. Apakah hal ini disebabkan oleh pilihan atau karena faktor diluar kontrol individu, masih harus di lihat, akan tetapi bagaimana pun juga individu sedemikian itu dapat dinyatakan sebagai orang-orang apatis secara total.
Dengan berhati-hati dan sengaja telah dikeluarkan dua hal dari hierarki, keasingan dan kekerasan. Hal ini disebabkan Karena kedua-duanya tidak dapat dipertimbagkan didalam pengertian hierarkis. Demikian juga kekerasan dapat memanifestasikan diri dalam berbagai tingkatan pada suatu hierarki, tidak hanya dalam bentuk demonstrasi atau kerusuhan saja akan tetapi juga melalui berbagai organisasi politik.
2.      LUASNYA PARTISIPASI POLITIK
Dalam masyarakat primitif dimana politik cenderung erat terintegrasi dengan kegiatan masyarakat pada umumnya, partisipasi condong tinggi dan mungkin sulit untuk membedakannya dari kegiatan yang lain. Adalah bermanfaat untuk mempertimbangkan partisipasi politik dalam arti hierarkis, akan tetapi harus pula diingat beberapa tingkatan partisipasi mungkin tidak terdapat dalam beberapa sistem politik. Tidak semua sistem politik memiliki bentuk pemilihan, beberapa sistem sangat membatasi dan melarang rapat-rapat umum serta demonstrasi, sedangkan lainnya melarang pembentukan partai politik dan tipe lain dari organisasi politik atau non politik
Tujuan voting mungkin untuk memilih ( secara langsung ataupun tidak langsung ) suatu pemerintahan atau berbagai pejabat, atau anggota badan legislative menyetujui tidaknya mengenai usul-usul tertentu dengan jalan referendum atau plebisit. Arti voting juga berbeda sesuai dengan tujuan pemilihan. Faktor-faktor lain, seperti luasnya hak suara juga dapat mempengaruhi pentingnya arti voting. Dalam beberapa sistem politik voting dapat memainkan peranan yang sangat besar, seperti menentukan partai mana atau orang mana yang akan memegang kekuasaaan politik untuk suatu masa tertentu. Akan tetapi dalam sistem voting lain, voting mungkin merupakan peristiwa yang sedikit lebih besar daripada suatu upacara ritual dengan orang-orang yang berkuasa dan berusaha mendapatkan legitimasi bagi pemerintahannya. Akan tetapi apapun juga tujuan voting tersebut sedikit meragukan kalau hal itu sangat berbeda pada suatu sistem politik dengan sistem politik lainnya.
Keanggotaan partai politik memberikan contoh yang berguna dari problema pertama. Maurice Duverger telah memperlihatkan dengan jelas bagaimana partai politik dapat melandaskan diri pada beberapa tipe keanggotaan. Adalah penting sekali untuk memperhitungkan lingkungan tertentu yang mana berbagai organisasi harus bekerja. Betapa pun juga perlu untuk memperhitungkan sampai mana keanggotaan organisasi sukarela bersifat aktif atau pasif.
3.      SIAPA YANG BERPARTISIPASI DAN MENGAPA
Sejauh ini kita hanya menyinggung masalah apati, tetapi dalam menyelidiki sebab-sebab untuk berpartisipasi tidak boleh tidak kita harus bertanya mengapa beberapa orang mengihindari semua bentuk partisipasi politik, atau hanya berpartisipasi pada tingkat yang paling rendah saja. Semua ini menjadi semakin penting sehubungan dengan fakta bahwa mereka yang benar-benar berpartisipasi dalam bnetuk yang paling banyak dalam aktivitas politik, merupakan minoritas dari anggota masyarakat. Macam-macam istilah diterapkan pada mereka yang tidak turut serta dan mereka dilukiskan secara berbeda-beda sebagai apatis, sinis, alienasi dan anomi.
Sejauh ini partisipasi politik, sifat yang paling penting dari seseorang yang paling apatis adalah kepasifannya atau tidak adanya kegiatan politik namun demikian adalah penting untuk dipertimbangkan, apakah apati harus dibatasi pada mereka yang menjauhkan diri dari semua tipe partisipasi poltik, atau apakah istilah tersebut harus diterapkan secara luas terhadap mereka yang menjauhkan diri dari partisipasi yang aktif.
Morris Rosenberg, mengsugestikan tiga alasan pokok untuk menerangkan apati politik. Kesimpulannya didasarkan pada satu seri wawancara tidak berstruktur yang mendalam. Alasan pertama adalah konsekwensi yang ditanggung dari aktivitas politik. Hal ini dapat mengambil beberapa bentuk individu yang merasa bahwa aktivitas politik merupakan ancaman terhadap berbagai aspek kehidupannya. Alasan Rosenberg kedua adalah individu dapat menganggap aktivitas politik sebagai sia-sia saja. Sinisme, seperti halnya apati meliputi kepasifan dan ketidak aktifan relatif, merupakan suatu sikap yang dapat diterapkan baik pada aktivitas maupun ketidak aktifan. Robert Agger dan rekanan mendefinisikan sinisme sebagai kecurigaan yang buruk dari sifat manusia dan dengan bantuan suatu alat skala sikap yang dibuat untuk mengukur derajat terhadap para responden mereka bersikap sinis, baik secara pribadi maupun secara politis.
Maka sinisme merupakan perasaan yang menghayati tindakan dan motif orang lain dengan rasa kecurigaan, bahwa pesimisme adalah lebih realistis daripada optimisme dan bahwa individu harus memperhatikan kepentingan sendiri, karena masyarakat itu pada dasarnya bersifat egosentris. Secara politisme menampilkan diri dalam berbagai cara. Seseorang yang sinis luar biasa mungkin saja merasa bahwa partisipasi politik dalam bentuk apapun juga adalah sia-sia dan tidak berguna, dengan demikian dia mengikuti barisan orang yang apatis secara total. Akan tetapi bagi orang lain sinisme mereka hanya membatasi partisipasi atau hanya dianggap sebagai satu-satunya cara realistis untuk melihat persoalan. Karena itu sinisme tidak dapat menghindari partisipasi pada semua tingkat hierarki, walaupun sinisme itu mingkin memberikan suatu penjelasan mengenai non partisipasi oleh orang-orang tertentu pada tingkat khusus.
Dalam setiap kasus, Templeton menemukan bahwa apara responden yanmg memiliki score anomi tinggi memiliki tingkat lebih rendah pada minat pengetahuan dan partisipasi polotik daripada mereka dengan score anomi rendah. Ada sedikit keraguan bahwa apati dapat diterangkan dengan sinisme, alienasi atau anomi. Namun sangat diragukan apakah secara tunggal atau secara kolektif kata-kata tersebut memeberikan penjelasan yang lengkap. Tingkah laku politik seperti dikemukakan oleh proses sosialisai politik, merupakan bagian integral dari tingakah laku sosial.
Akan tetapi penting untuk membedakan dengan jelas antara apati, sinisme, alienasi dan anomi. Didefinisikan secara sederhana apati adalah tidak ada atau kurangnya minat, sinisme adalah suatu sikap tidak senang dan kecewa, sedangkan alienasi dan anomi keduanya menyangkut perasaaan kerenggangan atau keterpisahan dari masyarakat, tetapi alienasi mempunyai ciri permusuhan, anomi dicirikan dengan kebingungan. Fakta yang terdapat mengemukakan, bahwa mereka yang apatis secara total, paling tidak adalah sinis dan lebih sering terasing atau bersifat anomis. Karena itu adalah penting untuk menghubungkan alienasi dengan ungkapan permusuhan yang ekstrim, termasuk penggunaan kekerasan. Ditengah masyarakat yang alienasi bersifat luas dan sistem politiknya hanya memiliki legitimasi yang terbatas sebagai benstuk permusuhan terhadap sistem politik khususnya dan sistem sosial pada umumnya.
Penggunaan kekerasan untuk tujuan politik dapat dianggap sebagai suatu manivestasi alienasi politik. Rasa permusuhan terhadap suatu rezim tertentu atau bahkan terhadap suatu sistem sosial tertentu tidak perlu mengambil satu bentuk kekerasan. Sejak penggunaan kekerasan untuk tujuan politik dapat dianggap sebagai manivestasi daripada alienasi politik, adalah menyesatkan untuk mengasosiasikan hal terakhir itu semata-mata dengan ketidak aktifan politik. Jelas bahwa bayak dari mereka yang aktif secara politis pada beberapa tingkat tertentu bisa bersikap sinis terhadap gejala politik dan bersikap apatis tehadap tipe partisipasi lainnya.
Sejumlah studi electoral di berbagai negara menunjukkan bahwa hasil voting ternyata banyak sekali berbeda dari kelompok pemilih yang satu dengan yang lain, dan penelitian ini telah di ikhtisarkan oleh S.M. Lipset. Semakin peka atau terbuka seseorang terhadap perang sang politik lewat kontak pribadi dan organisatoris dan lewat media massa, maka besar kemungkinan dia turut serta dalam kegiatan politik. Jelas bahwa keterbukaan atau kepekaan ini kiranya berbeda dari satu orang dengan orang lainnya, dan bagaimana pun juga hal ini merupakan bagian dari proses sosialisai politik.
Karakteristik sosial seseorang seperti status sosio ekonomisnya, kelompok ras atau etnis, usia, seks dan agamanya baik ia hidup didaerah pedesaan atau dikota, maupun ia termasuk dalam organisasi sukarela tertentu dan sebagainya, semua memepengaruhi partisispasi polotiknya. Walaupun penerimaan rangsangan politik dan sifat dari karakteristik pribadi maupun karakteristik sosial seseoran itu penting dalam mempengaruhi luasnya aktivitas politik, tetapi penting juga untuk memeprhitungkan lingkungan atau keadaan politiknya.
Demikian pula syarat legal bagi suatu sistem pemilihan dapat mempengaruhi partisipasi politik. Faktor lain seperti sifat dari sistem partai juga penting. Perbedaan regional juga menyajikan tipe dari factor lingkungan lainnya yang sering menjadi dasar munculnya keaneka ragaman dalam tingkah laku electoral dan bentuk-bentuk lain dari partisipasi politik. Betapapun juga diluar contoh-contoh khusus, perbedaan yang benar-benar penting dalam lingkungan politik adalah hal-hal yang memadai suatu sistem olitik yang menjadi bagian dari suatu tipe atau kelompok tertentu.
Ada cukup alasan untuk percaya, bahwa cirri-ciri pribadi karakterisik sosial seseorang adalah penting dalam semua tipe sistem politik, walaupun cirri-ciri khusus yang penting ternyata berbeda dari satu sistem ke sistem lain.

No comments:

Post a Comment