BAB I
PENDAHULUAN
Dalam proses pendidikan, guru tidak
hanya menjalankan fungsi sebagai pemindah ilmu pengetahuan (Transfer of
Knowledge) dari guru ke murid (Top Down), tetapi juga berfungsi
sebagai orang yang menanamkan nilai (values), membangun karakter (character
building) serta mengembangkan potensi besar yang dimiliki siswa secara
berkelanjutan. Guru adalah ujung tombah dalam melaksanakan misi pendidikan di
lapangan serta merupakan faktor sangat penting dalam mewujudkan sistem
pendidikan yang bermutu dan efisien. Oleh karena itu, guru harus bangun dan
berdiri dari tidur nyenyaknya yang selalu membanggakan slogan “pahlawan
tanpa tanda jasa”. Nasib guru adalah di tangan guru. Guru harus bangkit
untuk mengubah citra profesionalisme yang mapan baik dalam pengabdian maupun dalam
penghidupan kesehariannya.
Karena guru menjadi figur sentra
dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar (PBM), maka
setiap guru diharapkan memiliki karakteristik (ciri khas) kepribadian yang
ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis-pedagogis. Pemapanan
kepribadian guru menuju guru profesional adalah salah satu cara yang tepat
untuk bangkit dalam keterbenaman. Dan itu membutuhkan waktu dan perangkat yang
cukup matang.
Pendidikan dan guru laksana dua sisi
mata uang, sama-sama penting dan saling bergantung. Pendidikan yang baik hanya
dapat terwujud, manakala dilengkapi dengan guru-guru yang berkualitas, kreatif,
berintegritas tinggi dan demokratis. Guru memang bukan satu-satunya elemen
penentu keberhasilan pendidikan, namun tidak berlebihan apabila dikatakan guru
adalah kunci utama pendidikan. Perubahan kurikulum dengan beragam julukannya
mulai dari CBSA, KBK, sampai dengan KTSP tidak akan membawa perbaikan yang
signifikan manakala guru tidak memahami dan menjalankan profesinya secara
kreatif dan bertanggung jawab. Guru adalah ujung tombak pendidikan, sementara
birokrasi pendidikan hanyalah sebagai motivator untuk meningkatkan kecerdasan
dan kreatifitas peserta didik (murid).
Salah satu kegiatan paling penting
dalam penyelenggaraan pendidikan adalah meningkatkan dan menjaga mutu
pendidikan. Sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses, dan output,
maka yang dimaksud dengan mutu pendidikan dalam hal ini ialah mutu output dari
sistem pendidikan tersebut yang wujudnya adalah perkembangan atau kemajuan pada
diri murid. Ini berarti bahwa suatu sistem pendidikan dengan input yang
bagus, maka ia adalah sistem pendidikan yang bermutu rendah. Begitu pula
halnya, meskipun seratus persen anak didik telah mengikuti ujian dan lulus,
tetapi jika kualifikasi atau mutu lulusannya sangat rendah, tentu tidak dapat
dikatakan sistem pendidikan tersebut bermutu.
Sistem pendidikan (sekolah)
dikatakan efektif dan bermutu jika lulusannya mencapai tingkat perkembangan
yang baik dan menguasai semua mata pelajaran yang diajarkan dengan baik sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Salah satu poisi kunci untuk mewujudkan upaya
tersebut di atas adalah pengawasan akademik. Yang dimaksud di sini adalah
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang diposisikan sebagai pengawas, yang
tugas pokoknya adalah memantau, mengendalikan, dan memberikan bantuan agar
tujuan pengajaran dapat tercapai secara optimal. Seperti lazimnya kegiatan
pengawasan (supervisi), maka hakekatnya dari pengawasan adalah pengendalian dan
kontrol.
Masalahnya yang penting adalah
mengapa guru itu dikatakan sebagai pendidik. Guru memang seorang pendidik,
sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa
hal, tetapi guru juga mengalihkan beberapa keterampilan dan terutama sikap
mental anak didik. Mendidik sikap mental seseorang tidak cukup hanya mengajar
sesuatu pengetahuan tetapi bagaimana pengetahuan itu harus
dididikkan/diajarkan, dengan guru sebagai idolanya.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi
peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam
kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru
tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk
kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
Dengan mendidik dan menanamkan
nilai-nilai yang terkandung pada berbagai pengetahuan yang dibarengi dengan
contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan anak
didik/siswa dapat menghayati dan kemudian memilikinya, sehingga dapat
menumbuhkan sikap mental. Jadi tugas seorang guru bukan sekedar menumpahkan
semua ilmu pengetahuan tetapi juga mendidik seseorang menjadi warga negara yang
baik, menjadi seseorang yang berperilaku baik dan utuh. Mendidik berarti
mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan
dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi guru itu sendiri
merupakan perwujudan dan nilai-nilai yang akan ditransfer. Mendidik adalah
mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya.
Kesalahan guru dalam memahami
profesinya akan mengakibatkan bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan.
Pergeseran ini telah menyebabkan dua pihak yang tadinya sama-sama membawa
kepentingan dan saling membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi
saling membutuhkan. Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan,
dan jauh dari suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik
muncul sehingga pihak-pihak di dalamnya mudah frustasi lantas mudah
melampiaskan kegundahannya dengan cara-cara yang tidak benar.
Guru masa depan bangsa kita,
masyarakat kita, sangat membutuhkan para guru-guru yang mampu mengangkat citra
pendidikan kita yang terkesan sudah carut-marut, dan seperti benang kusut.
Sehingga bagaimana harus dimulai, kapan dan siapa yang memulainya, dan dari
mana harus dimulai.
Jika kita masing-masing menyadari,
memiliki rasa kepedulian, mau berbagi rasa, atau kalaulah mau kita ber-tepo
seliro, maka pendidikan kita seperti disebutkan di atas, akan dapat
dianulir. Oleh sebab itu semua ktia memiliki satu persepsi, satu langkah dan
satu tujuan sebagaimana kita berusaha mengangkat citra pendidikan tersebut,
menjadi pendidikan bermutu, dan tentunya diharapkan mampu untuk mengangkat
peringkat dan citra pendidikan termasuk terendah di Asia.
Kepribadian guru mampu mempunyai
pengaruh langsung dan kumulatif terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar
para siswa. Yang dimaksud dengan kepribadian di sini meliputi pengetahuan,
keterampilan, ideal, sikap, dan juga persepsi yang dimilikinya tentang orang
lain. Para siswa menyerap sikap-sikap gurunya, merefleksikan
perasaan-perasaannya, meniru tingkah lakunya dan mengutip
pengetahuan-pengetahuannya. Pengetahuan mewujudkan bahwa masalah seperti
motivasi, disiplin, tingkah laku sosial, prestasi, dan hasrat belajar yang
terus menerus itu semuanya bersumber dari kepribadian guru. (Oemar Hamalik,
2002:35).
Satu hal yang akan menjadi titik
perhatian kita adalah “bagaimana merancang guru masa depan yang menjadi
teladan”. Guru masa depan adalah guru yang memiliki kemampuan, dan
keterampilan bagaimana dapat menciptakan hasil pembelajaran secara optimal,
selanjutnya memiliki kepekaan di dalam membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki
wawasan intelektual dan berpikiran maju, tidak pernah merasa puas dengan ilmu
pengetahuan yang ada padanya.
Dengan paradigma baru ini diharapkan
para pendidik dalam rangka mengemban tugas-tugas kependidikan yang dibebankan
kepadanya dapat menjalankan tugas secara profesional sesuai dengan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya.
Dari permasalahan yang telah dikemukakan
di atas, maka dapat terdapat beberapa masalah, antara lain:
1.
Terbatasnya pengetahuan guru tentang tugas utama sebagai
pekerjaan profesi.
2.
Sebagian besar guru belum melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya, sehingga belum bisa dikatakan sebagai guru yang profesional;
3.
Belum maksimalnya keteladanan guru dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Makna
Profesi Guru
Dalam Uandang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen tercantum pengertian profesional, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi. Sedangkan profesi sendiri diartikan sebagai
suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademisi yang intensif.
Profesi pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan
yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang berkualifikasi tinggi dalam
melayani atau mengabdi pada kepentingan umum untuk mencapai kesejahteraan
manusia. Sedangkan profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan dan
kualitas suatu keahlian, dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian
seseorang. Profesionalisme merujuk pada komitmen sebagai anggota profesi untuk
meningkatkan komitmen sebagai anggota suatu profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya terus menerus.
Pengertian guru dan dosen sebagai suatu profesi
diperjelas kembali dalam UU Guru dan Dosen yang terdapat pada pasal 1 ayat (1),
yang menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Guru dan dosen sebagai tenaga profesiartinya
suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam sains dan teknologi
pembelajaran yang digunakan sebagai perangkat dasar kemudian diimplementasikan
dalam berbaagai kegiatan yang bermanfaat.
Kata profesi menunjukkan bahwa guru adalah sebuah
profesi, yang bagi guru seharusnya menjalankan profesinya dengan baik. Dengan
demikian, ia akan disebut sebagai guru yang profesional. Sebagaimana disebutkan
dalam pasal 7 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, profesi guru dan
dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip
sebagai berikut:
1. Memiliki
minat, bakat, panggilan jiwa dan idealisme.
2. Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak
mulia.
3. Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5. Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6. Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7. Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat.
8. Memiliki
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya dan memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalanm guru.
Profesi guru apabila dijalankan dengan penuh
ketekunan dan dedikasi yang tinggi dan dia mengembangkan satu disiplin ilmu
dalam bidang pendidikan, maka orang tersebut telah menjalankan suatu
spesialisasi ilmu pendidikan. Oleh karena itu, seorang guru harus benar-benar
menjalankan ilmunya demi kepentingan masyarakat luas.
Oleh karena itu, menjadi guru profesional tidaklah
mudah, karena seorang guru harus memiliki berbagai kompetensi keguruan.
Kompetensi dasar (Basic Competency)
bagi guru ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan
kecendruangan yang dimilikinya. Keberadaan guru dituntut profesional dalam
menjalankan tugasnya, seorang guru profesional senantiasa melakukan sesuatu
yang benar dan baik (do the right thing
and do it right).
B.
Mengembangkan Keprofesionalan Guru
Seorang yang profesional pada hakikatnya adalah
orang-orang yang menjadikan dirinya sibuk untuk memberikan pelayanan. Mereka
merasa bahagia dan memiliki makna hidup apabila seluruh hidupnya diabdikan
untuk orang lain.
Keprofesionalan guru adalah seorang guru yang
mengedepankan mutu dan kualitas layanan dan hasilnya atau luarannya, layanan
guru harus memenuhi standarisasi terhadap kebutuhan masyarakat, bangsa dan
pengguna serta memaksimalkan kemampuan peserta didik berdasarkan potensi dan
kecakapan yang dimiliki masing-masing individu.
Jadi, guru harus mulai mempersiapkan dirinya
semaksimal mungkin untuk dapat bersaing diera globalisasi yang kian mendesak
kehidupan masyarakat, semua potensi harus dibina dan dikembangkan demi
melahirkan generasi yang mumpuni siap bertarung dan bersaing dengan negara lain
yang lebih maju.
seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi
tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yaitu:
- Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik;
- Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik;
- Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam;
- Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisian dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sedangkan kompetensi guru dapat
dibagi menjadi tiga bidang, yaitu:
- Kompetensi bidang kognitif, artinya kemampuan intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
- Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhada sesama teman profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
- Kompetensi perilaku/performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan/perilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan/perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain.
C.
Sikap
Profesionalisme Guru
Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan untuk
berbuat untuk mengantisipasi sesuatu. Bagaimana sikap guru terhadap anak didik
yang malas, bagaimana sikap guru terhadap anak didik yang nakal, dan bagaimana
sikap guru dalam menghadapi setiap persoalan yang ada, sehingga didalam sikap
tersebut terkandung nilai-nilai yang mencakup niat, keyakinan, pengetahuan
serta pandangan hidup.
Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan
keyakinanseorang guru mengenai pekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya
perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada guru tersebut untuk membuat
respon atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap guru
terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan
aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru mempunyai sikap positip terhadap
pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan
kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang senantiasa diharapkan
kehadirannya oleh anak didik.
Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki
sikap negatip terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan
kedudukannya sebatas rutinitas belaka yang kemungkinan besar akan menimbulkan
kebosanan dan kejenuhan bagi guru tersebut karena tidak ada irama keindahan
dalam melakukan pekerjaan tersebut.
Untuk
itu sangat perlu kirannya ditanamkan sikap positip dan profesionalisme guru
terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan sangat
besar. Dengan demikain, sikap profesional yaitu perilaku yang memenuhi
persyaratan tertentu, bukan perilaku pribadi yang dipengaruhi sifat-sifat atau
kebiasaan pribadi. Sikap profesional merupakan sikap yang harus dilaksanakan
oleh profesional ketika melaksanakan profesinya.
Salah
satu aspek dari sikap profesional adalah kemandirian dalam melaksanakan
profesinya. Dalam melaksanakan profesi tersebut profesional mempu mengambil
keputusan secara mandiri dan mampu membebaskan dirinya dari pengaruh luar
termasuk pengaruh dari interest pribadinya. Namun demikian, prinsip kemitraan
kerja dengan berbagai pihak terkait tetap masih dibutuhkan dalam rangka
mengembangkan dan mengingkatkan profesi yang digeluti.
Sikap
Profesionalisme guru yang positip terhadap pekerjaan sudah barang tentu akan
berbuat dan bekerja semaksimal mungkin dalam melahirkan generasi-generasi
tangguh. Maka sikap yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adil,
Jujur dan Objektif
Adil, jujur dan
objektif dalam memperlakukan dan menilai anak didik dalam proses belajar
mengajar merupakan suatu keharusan bagi guru. Sikap tersebut hendaknya
dilengkapi dengan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai moral dan nilai sosial
budaya yang diperoleh dari kehidupan masyarakat dan pengalaman belajar yang
diperoleh. Dengan keadilan, kejujuran yang dimiliki seorang guru, diharapkan
dapat menjadi contoh bagi anak didik, anak didik diharapkan tumbuh dan
berkembang menjadi manusia-manusia yang jujur sehingga guru yang menjadi cermin
perilaku anak didik.
2. Sabar
dan Rela Berkorban
Disemua jenjang
pekerjaan membutuhkan sebuah kesabaran, kesabaran merupakan syarat yang sangat
diperlukan untuk menyelesaikan setiap amanah yang diberikan kepada kita.
Apalagi pekerjaan guru sebagai pendidik, sikap sabar harus senantiasa dipupuk
setiap saat dan setiap waktu.
Mendidik anak
membutuhkan waktu yang lama, hal ini terkait pula dengan usaha seorang guru
dalam menghasilkan anak yang diharapkan dapat berguna bagi masyarakat
sekitarnya. Semua itu memerlukan kesabaran dan kerelaan berkorban dari guru,
untuk mendapaatkan hasil yang menggembirakan dalam melahirkan generasi mandiri
dan berakhlak terpuji tidak berlebihan jika dalam mendidik yang perlu
diperhatikan adalah sikap cinta, sabar, dan bijaksana adalah sumber dari segala
keberhasilan dalam mengantar generasi mandiri ke gerbang kesuksesannya.
3. Percaya
dan Cinta Kepada Anak Didik
Seorang guru
profesional harus membangun sikap kepercayaan yang indah dalam kehidupan anak
didik, dengan modal kepercayaan tersebut anak didik akan tumbuh secara mandiri,
ini berarti bahwa guru harus mengakui dan menyadari bahwa anak didik adalah
mahkluk yang memiliki kemauan yang positip dan layak untuk dibina serta
dikembangkan.
Demikian pula guru,
harus mencintai anak didiknya, anak-anak adalah mahkluk yang tidak memiliki
cacat kecuali cacat yang mereka harapkan dari kita untuk menghilangkannya,
yaitu kebodohan, kedangkalan, dan kurang pengalaman. Bahkan cacat-cacat yang
harus kita benci adalah cacat yang ada pada orang dewasa, yang sudah menjadi
darah dan daging yang mung yang sudah tidak mungkin untuk diperbaiki
Cinta yang tulus
tanpa pamrih akan menjadi kenangan bagi anak didik sepanjang hayat, kemana
mereka berjalan yang terukir dalam benak mereka adalah wajah penuh cinta.
4. Komitmen
/ Keteguhan Hati
Kita menyaksikan
orang-orang yang tidak mempunyai komitmen, kehidupannya sangat menyedihkan,
bagaikan debu-debu yang melayang-layang setiap angin meniupnya, pada jiwa
seorang guru yang berpusat pada nilai-nilai spritual, senantiasa kita dapati
mereka semangat untuk berkomitmen pada apa yang telah diucapkannya. Anak didik
akan melihat bahwa hidup tidak hanya sebagai tempat untuk meniti karir,
melainkan sebagaai misi suci untuk menjadikan hidup lebih bermakna lahir batin,
bermakna bagi misi suci untuk menjadikan hidup lebih bermakna lahir batin,
bermakna bagi dirinya terlebih bagi orang lain.
5. Penggembira
Dilihat dari sudut
psikologi, setiap orang memiliki dua naluri (insting), yaaitu 1. Naluri untuk
berkelompok dan 2. Naluri suka bermain-main bersama. Jika kedua naluri itu
dapat kita gunakan dengan bijaksana dalam tiap-tiap mata pelajaran, hasilnya
akan memuaskan.
Seorang guru yang tegang, tanpa senyum diwajah tentu
akan membuat anak didik ketakutan atau malah tidak mau masuk sekolah, bukankah
hal ini akan menghambat proses pembelajaran? Tapi kalu seorang guru masuk
dengan senyum ceria manyapa anak didik sebelum mereka menyapa kita, tentu
sesulit apapun pelajaran yang diberikan mereka pasti enggan untuk membolos,
karena mereka tidak mau kehilangan kesempatan bertemu dengan guru yang murah
senyum, senantiasa lepas tertawa yang menganggap anak didik adalah teman dan
sahabat, tidak menganggap sebagai anak bodoh atau nakal.
Lebih penting lagi adalah guru dapat membuat suasana kelas
tidak tegang, guuru dapat membangkitkan gairah belajar dengan humor, humor
dapat mendekatkan anak didik dengan guru, seolah-olah tidak ada perbedaan umur,
kekuasaan, dan perseorangan.
Mereka merupakan
satu kesatuan dalam merasakan kesenangan dan pengalaman bersama-sama. Jika
kesatuan tersebut dapat diteruskan dan diadakan dalam pembelajaran secara terus
menerus maka guru akan menjadi ikon kerinduan bagi guuru. Istilahnya
kepergiannya di tangisi, kedatangannya dirindukan tapi bukan sebaliknya
kepergiannya dirindukan dan kedatangannya ditangisi.
BAB III
K E S I M P U L A N
Mengemban profesi guru tidaklah mudah, namun juga
tidaklah susah, kita hanya membutuhkan kemauan dan semangat untuk memperkaya
diri dengan berbagi pengetahuan dan keterampilan, sehingga anak didik yang
dibina dapat menjadi manusia seutuhnya dan manusia yang mampu mengenali
lingkungan dirinya.
Banyaknya
guru-guru yang masih kurang menemukan motivasi dalam memperbarui pengetahuannya
untuk menghadapi anak-anak yang semakin hari semakin cerdas. Masih banyak guru
yang tidak menyadari kekurangan yangmereka miliki
Guru
merupakan faktor utama dalam proses pendidikan, sekalipun fasilitas pendidikan
lengkap, jika tidak ditunjang oleh keberadaan guru di dalamnya maka semuanya
tidak akan berguna. Disinilah letak pekerjaan berat buat kita semua, sudah
fasilitas kurang memadai ditambah lagi gurunya pun tidak
berkualitas/profesional, lalu kemana arah pendidikan ini akan dibawa?
No comments:
Post a Comment