BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pajak merupakan iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan
tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga Pemerintah yang
mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang
merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik
Indonesia
Definisi
pajak
dikemukakan oleh Remsky K. Judisseno (1997:5) adalah sebagai berikut: “Pajak
adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif warga negara dan
anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa
pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara”.
Di
indonesia sendiri ada berbagai macam pajak, yang salah satunya adalah pajak
bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan itu sendiri adalah pajak
yang dipungut atas tanah
dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial
ekonomi
yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya.
B.
Masalah
dan Sub Masalah
Masalah umum dalam penulisan ini yang
akan dibahas adalah “bagaimanakah pajak bumi dan bangunan.” Karena masalah umum
tersebut sangat luas maka penulis membaginya kedalam sub-sub masalah. Adapun
sub-sub masalah penulisan ini adalah:
1. Apakah
yang dimaksud dengan pajak bumi dan bangunan?
2. Apasajakah
dasar hukum dari pajak bumi dan bangunan?
3. Apa
yang menjadi objek dan subjek pajak bumi dang bangunan?
4. Bagaimanakah
cara mendaftarkan objek pajak bumi dang bangunan?
5. Bagaimana
penghitungan tarif pajak bumi dan bangunan?
6. Apakah
media yang digunakan sebagai pemberitahuan besar pajak terutang?
7. Bagaimanakah
melakukan pembayaran pajak bumi dan bangunan?
8. Apa
sajakah hak-hak yang dimiliki oleh wajib pajak PBB?
9. Apa
sajakah sanksi perpajakan PBB?
10. Bagaimanakah
penagihan pajak dilakukan?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan melakukan penulisan ini
adalah untuk mengetahui tentang :
1. Pengertian
pajak bumi dan bangunan
2. Dasar
hukum pajak bumi dan bangunan
3. Objek
dan subjek pajak bumi dan bangunan
4. Cara
mendartarkan objek pajak bumi dan bangunan
5. Tarif
pajak bumi dan bangunan
6. Media
pemberitahuan besar pajak terutang
7. Pembayaran
pajak bumi dan bangunan
8. Hak-hak
yang dimiliki wajib pajak
9. Sanksi
perpajakan pajak bumi dan bangunan
10. Penagihan pajak bumi dan bangunan
BAB
II
PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
A.
Pengertian
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak bumi dan
bangunan (PBB)
adalah pajak
yang dipungut atas tanah
dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi
yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan
berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri
keuangan.
Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJOP .
Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1
miliar
rupiah)
atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB
yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan
yang memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki
kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling
lambat 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui bank persepsi,
bank yang tercantum dalam SPPT PBB tersebut, atau melalui ATM, melalui petugas
pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga melalui kantor pos.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari
padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun
oleh menteri keuangan.
Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian
tarif (0,5%) dengan NJOP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari
NJOP (jika NJOP kurang dari 1 miliar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP
senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun
pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang
memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki
kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling
lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui bank persepsi,
bank yang tercantum dalam SPPT PBB tersebut, atau melalui ATM, melalui petugas
pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga melalui kantor pos.
B.
Dasar
Hukum
1. UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
2. KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang
Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar
Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
3. KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang
Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
4. KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang
Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang Menggunakan Objek
Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
5. Kep Dirjen Pajak Nomor:
KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
6. Kep Dirjen Pajak Nomor:
KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek
Pajak Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak
2004.
7. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor:
SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB atas Fasilitas
Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.
Istilah Penting dalam UU PBB
( Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1985 jo.
UU No. 12 Tahun 1994)
1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada dibawahnya;
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;
3. Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana
tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui
perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,
atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti;
4. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak adalah surat yang digunakan oleh
wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undang-undang
ini;
5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang adalah surat yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada
wajib pajak;
Obyek Pajak
( Pasal 2 ayat (1) UU No. 12 Tahun
1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
·
Yang
menjadi objek pajak adalah Bumi dan Bangunan
Pengertian Bumi
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi
yang ada di bawahnya.
Pengertian Bangunan
Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Yang termasuk pengertian bangunan
adalah :
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam
suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain
yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
b. jalan TOL;
c. kolam renang;
d. pagar mewah;
e. tempat olah raga;
f. galangan kapal, dermaga;
g. taman mewah;
h. tempat penampungan/kilang minyak,
air dan gas, pipa minyak;
i.
fasilitas
lain yang memberikan manfaat;
Klasifikasi Bumi dan Bangunan
( Penjelasan Pasal 2 ayat (1)
UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 )
Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan
bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk
memudahkan penghitungan pajak yang terhutang.
Subyek PBB
( Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985 jo.
UU No.12 Tahun 1994 )
Yang menjadi subjek PBB adalah orang
atau badan yang secara nyata :
a.
mempunyai
hak atas bumi/tanah, dan/atau;
b.
memperoleh
manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
c.
memiliki,
menguasai atas bangunan dan/atau;
d.
memperoleh
manfaat atas bangunan.
Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban
membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut UU PBB.
Apabila suatu objek pajak tidak
diketahui secara jelas siapa yang akan menanggung pajaknya maka yang menetapkan
subjek pajak sebagai wajib pajak adalah Direktorat Jenderal Pajak.
Penetapan ini ditentukan berdasarkan
bukti-bukti :
·
Apakah
ada perjanjian antara pemilik dan penyewa yang mengatur ?
·
Siapa
yang menanggung kewajiban pajaknya ?
·
Dan
siapa yang secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan
tersebut?
Tarif
Pajak
( Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo.
UU No.12 Tahun 1994 )
Tarif pajak yang dikenakan atas
objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).
Dasar Pengenaan PBB
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo.
UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998)
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB
adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
Meskipun pada dasarnya penetapan
nilai jual objek pajak adalah 3 (tiga) tahun sekali, namun untuk daerah
tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan nilai jual objek
pajak cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Dalam
menetapkan nilai jual, Menteri Keuangan mendengar pertimbangan Gubernur serta
memperhatikan asas self assessment.
Nilai jual sebagai Dasar Pengenaan
PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan kelompok B
(KMK-523/KMK.04/1998).
Dalam hal ada objek pajak yang nilai
jual per M2 nya lebih besar dari ketentuan Nilai Jual Objek Pajak, Nilai Jual
Objek Pajak yang terjadi di lapangan tersebut digunakan sebagai dasar
pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dasar Penghitungan Pajak
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo.
UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).
Yang menjadi dasar penghitungan PBB
adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP, yaitu suatu
persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus
persen).
Besarnya persentase NJKP ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Contoh :
Nilai jual suatu objek pajak sebesar
Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak misalnya 20% maka besarnya
Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp200.000,00
Dasar Penghitungan Pajak
( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo.
UU No.12 Tahun 1994).
Secara umum besarnya pajak yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena
Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah
ini:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena
Pajak
(NJOTKP)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP)
Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1
Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1
Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP
|
XXXXX
XXXXX (-)
XXXXX
XXXXX
XXXXX
|
C. Objek dan Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB adalah tanah dan
atau bangunan. Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB adalah orang pribadi atau badan
yang menikmati, memanfaatkan atau memiliki obyek pajak berupa tanah dan atau
bangunan tersebut (Pemilik atau Penyewa).
D.
Cara
Pendaftaran Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
1.
Mengambil SPOP di KPBB / KPP
Pratama atau di Kantor Kelurahan.
2.
Mendaftarkan objek tanah dan
atau bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
3.
Mengisi SPOP dengan benar dan
jelas sesuai dengan sesuai kondisi objek pajak seperti luas tanah maupun luas
bangunan serta komponen utama dan pendukung bangunan serta fasilitas lainnya.
4.
Menyerahkan SPOP ke KPBB
(Kantor Pajak Bumi dan Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek pajak
berada.
E. Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
1.
0,5% (setengah persen) sesuai
Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1994
2.
Tarif efektif PBB adalah 0,1%
untuk obyek yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2%
untuk NJOP yang nulainya lebih besar dari sama dengan 1 milyar.
Untuk menghitung nilai pajak terutang Pejak Bumi dan Bengunan / PBB dilakukan dengan cara mengalikan tarif efektif dengan nilai jual obyek pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tinak Kena Pajak (NJOPTKP).
Untuk menghitung nilai pajak terutang Pejak Bumi dan Bengunan / PBB dilakukan dengan cara mengalikan tarif efektif dengan nilai jual obyek pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tinak Kena Pajak (NJOPTKP).
F.
Media
Pemberitahuan Besar Pajak Terutang
Untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang
terhadap suatu objek pajak diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
yang diterbitkan setiap satu tahun sekali pada bulan januari oleh KPPBB atau
KPP Pratama. SPPT bisa diambil di Kantor Kelurahan atau langsung di KP-PBB /
KPP Pratama di tempat Objek Pajak terletak.
G. Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
PBB dapat dibayar di Bank Persepsi yang berada di KPBB /
KPP Pratama, 160 bank tempat pembayaran secara online seperti Bank BNI, Bank
Mandiri dan Bank DKI serta melalui ATM BCA atau BII di seluruh Indonesia.
Untuk membayar PBB harus mengikuti tata cara yang ada
yaitu membawa langsung SPPT PBB atau STTS tahun sebelumnya ke Bank yang dapat
menerima pembayaran PBB. Bisa juga membayar PBB dengan fasilitas pembayaran
melalui ATM BCA dan BII dengan memasukkan NOP dan tahun pajak. Pembayaran PBB
tidak dapat dicicil atau diangsur. Setelah membayar PBB mintalah tanda bukti
telah membayar lunas PBB dari Bank berupa STTS.
Menurut Undang-Undang Pasal 11 pembayaran Pajak Bumi Dan
Bangunan / PBB dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah SPPT PBB
diterima Wajib Pajak (WP). Untuk PBB wilayah DKI Jakarta ditetapkan paling
lambat tanggal 28 agustus setiap tahunnya. Jika pembayaran PBB dilaksanakan
tetapi sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan maka akan dikenai
sanksi perpajakan berupa denda administrasi.
Pembayaran dapat dilakukan melalui :
1. Bank atau Kantor Pos dan Giro Tempat
Pembayaran yang tercantum pada SPPT atau;
2. Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa
yang ditunjuk resmi.
Tempat Pembayaran Elektronik
Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib
Pajak, pembayaran PBB juga dapat dilakukan melalui tempat pembayaran
elektronik yang disediakan bank seperti ATM/teller/fasilitas lain.
Keuntungan pembayaran PBB melalui tempat pembayaran elektronik ini
adalah :
1. Melayani pembayaran PBB atas objek
pajak di seluruh Indonesia;
2. Tidak terikat pada hari kerja dan
jam operasional bank untuk pembayaran PBB;
3. Terhindar dari antrian di bank pada
saat pembayaran PBB.
Bank yang menyediakan fasilitas elektronik adalah :
1. ATM dan Counter Teller Bank DKI
untuk objek pajak yang berada di wilayah Propinsi DKI Jakarta.
2. ATM dan Counter Teller Bank Jatim
untuk objek pajak yang berada di wilayah Propinsi Jawa Timur.
3. ATM dan Counter Teller Bank
Bumiputera untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
4. ATM dan Counter Teller Bank
Bukopin untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
5. Counter Teller Bank Nusantara
Parahyangan untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
6. Internet Banking, Phone Plus, ATM
dan Teller BNI untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
7. Internet Banking dan ATM BCA untuk
objek pajak di seluruh Indonesia.
8. Internet Banking, SMS Banking, Phone
Banking, dan ATM Mandiri, untuk objek pajak di seluruh Indonesia.
H. Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh Wajib PBB
1.
Pengurangan Pajak Bumi Dan
Bangunan / PBB
Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima / dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.
Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima / dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB.
2.
Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB
Bila menurut wajib pajak ada yang tidak sesuai antara data seperti NJOP, luas tanah dan atau bangunan pada SPPT yang diterimanya, maka dapat mengajukan keberatan ke KP PBB atau KPP Pratama. Surat pengajuan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima paling lambat diajukan 3 bulan sejak SPPT PBB diterima WP. KPBB / KPP Pratama memiliki batas waktu 12 bulan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima. Jika dalam tempo 12 bulan tidak ada jawaban maka keberatan WP dianggap diterima / dikabulkan.
Bila menurut wajib pajak ada yang tidak sesuai antara data seperti NJOP, luas tanah dan atau bangunan pada SPPT yang diterimanya, maka dapat mengajukan keberatan ke KP PBB atau KPP Pratama. Surat pengajuan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima paling lambat diajukan 3 bulan sejak SPPT PBB diterima WP. KPBB / KPP Pratama memiliki batas waktu 12 bulan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima. Jika dalam tempo 12 bulan tidak ada jawaban maka keberatan WP dianggap diterima / dikabulkan.
I. Sanksi Perpajakan Pajak Bumi Dan Bangunan
/ PBB
Apabila wajib pajak PBB tidak melunasi pembayaran PBB
sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan maka wajib pajak dapat dikenai
sanksi denda administrasi sebesar 2% perbulan maksimal selama 24 bulan
berturut-turut atau total denda administrasi sebesar 48%. Media pemberitahuan
pajak yang terutang melewati batas waktu yang terlah ditetapkan adalah dengan
Surat Tagihan Pajak (STP). Jika dalam waktu 30 hari setelah STP terbit belum
ada pembayaran dari WP, maka dapat diterbitkan Surat Paksa (SP) sesuai dengan
pasal 13.
J.
Penagihan
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung
Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat
Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
Dasar Penagihan
Dasar Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan adalah :
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT)
2. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
3. Surat Tagihan Pajak (STP)
Pelaksanaan Penagihan
1. Kepala Kantor Pelayanan PBB atau
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama dapat melaksanakan tindakan penagihan PBB
apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam STP PBB tidak atau
kurang dibayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran.
2. Penerbitan Surat Teguran (ST)
sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilakukan segera setelah 7
hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
3. Setelah lewat waktu 21 hari sejak
diterbitkannya ST, jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi
oleh Penanggung Pajak, Kepala KP PBB atau Kepala KPP Pratama segera menerbitkan
Surat Paksa (SP)
4. Setelah lewat waktu 2x 24 jam sejak
Surat Paksa (SP) diberitahukan kepada Penanggung Pajak, jumlah utang pajak yang
masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP).
5. Setelah lewat waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, apabila utang pajak dan biaya penagihan
yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak segera melaksanakan Pengumuman Lelang (PL).
6. Setelah lewat waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal pengumuman lelang, apabila utang pajak dan biaya penagihan
yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak segera melaksanakan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak
melalui Kantor Lelang.
7. Dalam hal dilakukan Penagihan
Seketika dan Sekaligus, kepada Penanggung Pajak dapat diterbitkan SP tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran atau tanpa menunggu lewat tenggang
waktu 21 hari sejak ST diterbitkan.
Hak-hak Wajib Pajak
1. Meminta Juru Sita memperlihatkan
tanda pengenal Juru Sita Pajak.
2. Menerima salinan Surat Paksa dan
Salinan Berita Acara Penyitaan.
3. Menentukan urutan barang yang akan
dilelang
4. Mendapat kesempatan terakhir untuk
melunasi utang pajak beserta denda termasuk biaya penyitaan, iklan, dan biaya
pembatalan lelang serta melaporkan pelunasan tersebut kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak yang bersangkutan sebelum pelaksanaan lelang.
Kewajiban Wajib Pajak
1. Membantu Juru Sita Pajak dalam
melaksanakan tugasnya dengan : memperbolehkan memasuki ruangan, tempat usaha,
tempat tinggal; dan memberikan keterangan lisan atau pun
tertulis;yangdiperlukan;
2. Barang yang disita dilarang
dipindahtangankan, dihipotikkan, atau disewakan.
Tugas Juru sita Pajak
1. Melaksanakan Surat Perintah
Penagihan Seketika dan sekaligus;
2. Memberitahukan Surat paksa;
3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung
Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
4. Melaksanakan penyanderaan
berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan
Lain-Lain
1. Jurusita Pajak dalam melaksanakan
tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak dan harus
diperlihatkan kepada Penanggung Pajak
2. Dalam melaksanakan penyitaan
Jurusita berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka
lemari, laci dan tempat lain untuk menemukan objek sita ditempat usaha, di
tempat kedudukan atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau tempat lain yang
dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
3. Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita
Pajak berhak meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi
hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, Badan Pertanahan
Nasional, Direktorat Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak bumi dan
bangunan (PBB)
adalah pajak
yang dipungut atas tanah
dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi
yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP
ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri
keuangan.
Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJOP .
Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1
miliar
rupiah)
atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB
yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan
yang memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki
kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling
lambat 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui bank persepsi,
bank yang tercantum dalam SPPT PBB tersebut, atau melalui ATM, melalui petugas
pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga melalui kantor pos.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari
padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun
oleh menteri keuangan.
Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian
tarif (0,5%) dengan NJOP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari
NJOP (jika NJOP kurang dari 1 miliar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP
senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun
pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang
memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki
kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling
lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui bank persepsi,
bank yang tercantum dalam SPPT PBB tersebut, atau melalui ATM, melalui petugas
pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga melalui kantor pos.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan
yaitu; pajak bumi dan bangunan merupakan pajak yang wajib kita berikan kepada
pemerintah atas tanah dan bangunan yang kita punya. Pajak yang kita berikan
akan dipergunakan untuk pembangunan daerah kita, dan kita akan merasakan
manfaat dari pajak yang kita bayar.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment