1.
STRATEGI PEMBELAJARAN CTL
a. Pengertian
Pembelajaran Kontekstual
Ctl adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk
menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
menurut Johnson (2002) Ctl adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna di
dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan
pribadi, sosial, dan budaya mereka.
b. Dasar
Teori Model Pembelajaran Kontekstual
Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengrtahuan
bahwa alam semesta itu hidup, tidak
diam, dan bahwa alam semesta itu di tpang oleh tiga prinsip yang saling-bergantungan,
diferensiasi, dan organisasi diri, harus menerapkan pandangan dan berfikir baru
mengenai pembelajaran dan pengajaran. Ada tiga pilar dalam system CTL, yaitu:
v
CTL mencerminkan prinsip kesaling-bergantungan.
Kesaling-tergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung
untuk memecahkan masalah dan ketika para
guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek
yang berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan
dunia bisnis dan kornunitas.
v
CTL mencerminkan prinsip diferensiasi,
Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk saling
menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan,
untuk menjadi kreatif, untuk berkerja sama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk
menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
v
CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri.
Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan
kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat mamfaat dari umpan
balik yang diberikan oleh penilaian
autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan
standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat
pada siswa yang membuat hati mereka bernyanyanyi.
Landasan filosofis CTL adalah
konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan
dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam
kehidupannya. Pendekatan ini selaras dengan konsep kurikulum berbasis
kompetensi yang diberlakukan saat ini dan secara operasional tertuang pada
KTSP. Kehadiran kurikulum berbasis kompetensi juga dilandasi oleh pemikiran
bahwa berbagai kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila
pembelajaran dilakukan secara kontekstual.
c. Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut.
Ø
Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik,
yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks
kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang
alamiah.
Ø
Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
Ø
Pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Ø
Pembelajaran
dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
Ø
Pembelajaran
memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan
saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.
Ø
Pembelajaran
dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
Ø
Pembelajaran
dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat
dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling menunjang,
menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan
berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan
guru kreatif.
d. Penerapan
Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Pendekatan CTL memiliki tujuh
komponen utama. Kelas dikatakan menerapkan CTL jika menerapkan ke tujuh
komponen tersebut dalam pembelajarannya. Secara garis besar langkah-langkah
penerapatan CTL dalam kelas sebagai berikut.
1)
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2)
Laksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
3)
Kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4)
Ciptakan
masyaraka belajar (belajar dalam kelompok)
5)
Hadirkan
model sebagai contoh pembelajaran
6)
Lakukan
refleksi di akhir pertemuan
7)
Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
e. Konsep Dasar Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep
tersebut, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya. Pertama, Pembelajaran
kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
Proses belajar dalam konteks Pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar
siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran. Kedua, Pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan. Ketiga, Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan, artinya Pembelajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan
siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi
pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran
kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas.
(Syaefudin, 2009:168-172) Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Komponen
tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),
refleksi (reflection), penilaian
nyata (authentic assessment).
1)
Konstruktivisme.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut
konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi
dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan
terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan
dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu
sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan
tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya.
2)
Inkuiri.
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah
inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat
dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu : (1) merumuskan masalah, (2)
mengajukan hipotesa, (3) mengumpulkan data, (4) menguji hipotesis, (5) membuat
kesimpulan. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan
tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi
yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang
yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan
siswa berkembang secara utuh baik intektual, mental emosional maupun
pribadinya.
3)
Bertanya (questioning).
Bertanya (questioning).
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam
proses pembelajaran melalui pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan
sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan
guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan
sangat berguna untuk: (1) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
penguasaan materi pelajaran; (2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; (3)
merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; (4) memfokuskan siswa pada
sesuatu yang diinginkan; dan (5) membimbing siswa untuk menemukan atau
menyimpulkan sesuatu.
4)
Masyarakat
belajar (learning community).
Masyarakat belajar (learning community). Dalam pembelajaran
kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat dialukan dengan menerapkan
pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang
anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan
belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya
mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang
lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya
pada yang lain.Dalam model CTL hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing
dengan orng lain, teman , antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru.
Dengan demikian asas masyarakat belajar dapat diterapkan melalui belajar
kelompok, dan sumber-sumber lain dari luar yang dianggap tahu tentang sesuatu yang
menjadi fokus pembelajaran.
5)
Pemodelan (modeling).
Pemodelan (modeling).
Maksudnya adalah, proses pembelajaran dengan menggunakan sesuatu contoh yang
dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasionalkan
sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga
memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh
bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara
mengggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
6)
Refleksi (reflection).
Refleksi (reflection)
adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari
pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan
memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah
pengetahuannya dunia pendidikan.
7)
Penilaian nyata (authentic
assessment).
Penilaian nyata (authentic
assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan
untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman
belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual
maupun mental siswa baik intelektual, mental, maupun psikomotorik. Pembelajaran
CTL lebih menekankan pada proses belajar dari pada sekedar hasil belajar. Oleh
karena itu penelitian ini dilakukan terus menerus selama kegiatan pembelajarn
berlangsung, dan dilakukan secara terintregasi. Dalam CTL keberhasilan
pembelajaran tidak hanya di tentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual
saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek.
2. STRATEGI
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
a. Konsep
Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif ( Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk berkerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaraan kooperatif dapat
didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Ada lima
unsur dalam pembelajaran ini menurut Johnson & Johnson, 1993, yaitu
saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Dalam strategi Pembelajaran
ini, mengembangkan diri, dan bertanggung jawab secara individu..
Pada pembelajaran kooperatif
ini, setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Pada
pembelajaran ini, menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas
dan suasana yang kondusif dimana siswa dapat memperoleh, dan mengembangkan
pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang
bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Pembelajaran kooperatif dikenal
dengan pembelajaran secara kelompok. Melalui strategi pembelajaran ini, siswa
bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM,
melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai
kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Memungkinkan juga semua siswa
dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar.
Disini guru bukan lagi
berperan sebagai satu-satunya narasumber dalam PBM, tetapi sebagai mediator,
stabilisator dan manajer pembelajaran. Belajar yang berlangsung dalam suasana
keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa
untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan
dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam
kehidupannya di masyarakat.
B. Konsep
Pokok Pembelajaran Kooperatif
Manusia memiliki derajat potensi,
latar belakang historis serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena
perbedaan itu, manusia dapat saling asah, asih dan asuh sehingga tercipta
masyarakat belajar (Learning Community).Siswa tidak hanya belajar dari guru,
tetapi dari sesama siswa.
Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih
asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.
C.
Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif
Pertama, Positive
interdependence, hal ini menunjukkan adanya saling ketergantungan diantara
anggota kelompok. Bila salah satu gagal, maka yang lain akan ikut gagal. Jadi
setiap anggota harus berusaha keras agar tercapai keberhasilan individual,
karena setiap individu yang gagal dan berhasil akan saling mempengaruhi.
Kedua, Individual
accountability, jadi setiap individu mempunyai rasa tanggung jawab untuk
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kelompok agar hasil belajar
menjadi baik.
Ketiga, Face to
face promotive interaction, maksudnya adalah setiap anggota kelompok harus
saling membelajarkan dan mendorong agar tujuandan tugas yang diberikan dapat
dikuasai oleh semua anggota kelompok.
Keempat,
Appropriate use of collaborative skills, dalam kelompok ini setiap individu
berlatih untuk dapat dipercaya, mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil
keputusan, mampu berkomunikasi, dan memiliki keterampilan untuk mengatur
konflik.
Kelima, Group
processing, artinya setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan kelompok,
secara berkala mengevaluasi kelompoknya, serta mengidentifikasi perubahan yang
akan dilakukan agar pekerjaan kelompoknya lebih efektif lagi.
b. Tujuan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran, Ibrahim, ddk
(2000:78) sebagai berikut:
Pertama, bertujuan
untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli
berpendapat bahwa strategi ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit. Strategi struktur penghargaan kooperatif juga telah
dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar.
Kedua, penerimaan
yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, maupun ketidak mampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang
kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling
bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan
struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
Ketiga,
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan
ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam
keterampilan sosial.
Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau
peserta didik harus mempelajari keterampilan keterampilan khusus atau peserta
didik harus mempelajari keterampilan keterampilan khusus ang disebut
keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk
melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif
dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-keterampilan kelompok dan
sosial yang dibutuhkan. Keterampilan keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk
(2000:47 55) antara lain:
A.
Keterampilan-keterampilan
sosial
Keterampilan sosial melibatkan
perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang
bekerja secara efektif dengan orang lain
B.
Keterampilan
berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan
berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan
yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa-siswa yang
mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku
mereka terhadap siswa lain atau terhadp kelompok mereka.
C.
Keterampilan
Berperan Serta
Sementara ada sejumlah siswa
mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan
serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang
tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam
kegiatan kelompok.
D.
Keterampilan-keterampilan
komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif
tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu tidak ditandai
dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat
sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah
penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di
dalam seting kelompok.
E.
Keterampilan-keterampilan
kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami
bekerja dalam kelompok dimana anggota-anggota secara individu merupakan orang
yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara
efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang
memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka
C. Prinsip Strategi
Pembelajaran Koperatif
Strategi pembelajaran kooperatif ini
terdiri dari tiga prinsip yaitu:
A.
Belajar aktif
Yaitu ditunjukkan dengan adanya
keterlibatan intelektual dan emosional dalam proses pembelajaran. Siswa diberi
kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan
eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya
secara bersama-sama didalam kelompok.
B.
Pendekatan Konstruktivistik
Dalam strategi pembelajaran
kooperatif dapat mendorong siswa untuk mampu membangun pengetahuan secara
bersama-sama didalam kelompok. Mereka didorong umtuk menemukan dan
mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, observasi atau
percobaan.
C.
Pendekatan Kooperatif
Pendekatan ini mendorong dari
memberi kesempatan kepada siswa untuk terampil berkomunikasi. Artinya, siswa didorong
untuk mampu menyatakan pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan orang
lain dan menanggapinya dengan tepat.
Sedangkan Prinsip dari strategi
pembelajaran kooperatif adalah:
1)
Kemampuan kerjasama
2)
Otonomi Kelompok
3)
Interaksi Bersama
4)
Keikutsertaan bersama
5)
Tanggung jawab individu
6)
Ketergantungan Positif
7)
Kerjasama merupakan suatu nilai
c. Keunggulan
dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan:
1.
Melalui Strategi pembelajaran kooperatif, siswa tidak
terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan dapat
belajar dari siswa yang lain.
2.
Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan, mengembangkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain
3.
Strategi pembelajaran koopratif dapat membantu anak
untuk respect pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan
4.
Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar
5.
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu
strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
kemampuan sosial
6.
Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide
dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
7.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan
informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (rill).
8.
Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat
meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.
Kekurangan :
1.
Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi
pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu.
2.
Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran
langsung didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
3.
Keberhasilan strategi pembelajaran langsung dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang
d. Penerapan
Pembelajaran Kooperatif Dalam Pembelajaran
Dalam memulai pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif, maka guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan
menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai. Guru juga menetapkan sikap
dan keterampilan-keterampilan sosial yang diharapkan dapat dikembangkan dan
diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung. Guru kemudian
mengorganisasikan materi tugas yang akan dikerjakan bersama-sama dalam kelompok
dengan mengembangkan lembar kerja siswa. Untuk memulai pembelajarannya, guru
menjelaskan tujuan yang harus diperlihatkan siswa terlebih dahulu.
Dalam menyampaikan materi pembelajaran, pemahaman dan pendalamannya akan
dilakukan siswa ketika belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Pemahaman
dan perlakuan guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan
kebersamaan dari kelompok yang terbentuk.
D.
STRATEGI PEMBELAJARAN BASED LEARNING
a.
Pengertian Strategi Pembelajaran Based Learning
Based learning adalah merupakan membuat siswa
berfikir, menyelesaikan masalah, dan menjadi pembelajar yang otonom bukan
tujuan baru bagi pendidik. strategi pengajaran di mana satu kelas dibagi
beberapa kelompok, kemudian diberi masalah dan siswa bersama-sama memecahkan
masalah tersebut. Satu kelas dibagi beberapa kelompok yang mesing-masing
kelompok terdiri dari 3-6 orang untuk mendiskusikan suatu topik atau memecahkan
suatu masalah, bisa dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas.
Dalam satu kelompok ini, mereka mempunyai tugas diantaranya:
- Membantu memecahkan masalah yang dihadapi
- Menampilkan saran-saran untuk mendiskusikan atau memecahkan masalah
- Mendengarkan baik-baik dan menghargai sumbangan pikiran anggota-anggota lainnya
- Mengembangkan pendapat atas dasar pendapat anggota lainnya
Memecahkan masalah merupakan metode
belajar yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya. Metode ini dapat didasarkan
pada penelitian, pengajaran proyek, pengajaran unit yang terintegrasi,
pendekatan interdisipliner, pelajaran individual dan pengajaran yang aktif.
Yang penting ialah, bahwa setiap metode yang digunakan mempunyai tujuan untuk
mendidik anak agar sanggup memecahakn masalah. Langkah-langkah yang diikuti
dalam pemecahan masalah, pada umumnya seperti yang dikemukakan oleh John Dewey,
yaitu:
- Pelajar dihadapkan pada masalah
- Pelajar merumusakan masalah itu
- Pelajar merumuskan hipotesis
- Pelajar menguji hipotesis tersebut
b. Tiga
strategi utama yang dapat dikembangkan dalam based learning adalah:
1.
Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan
berpikir siswa.Dalam setiap kegiatan pembelajaran, sering-seringlah guru
memberikan soal-soal materi pelajaran yang memfasilitasi kemampuan berpikir
siswa dari mulai tahap pengetahuan sampai tahap evaluasi. Soal-soal pelajaran
dikemas semenarik mungkin, misalnya melalui teka-teki, simulasi games, agar
siswa dapat terbiasa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam konteks pemberdayaan
potensi otak siswa.
2.
Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan.
Hindarilah situasi pembelajaran yang membuat siswa merasa tidak nyaman dan
tidak senang terlibat di dalamnya. Lakukan kegiatan pembelajaran dengan diskusi
kelompok yang diselingi dengan permainan-permainan menarik, dan upaya-upaya
lainnya yang mengeliminasi rasa tidak nyaman pada diri siswa. seseorang akan
belajar dengan segenap kemampuan apabila dia menyukai apa yang dia pelajari dan
dia akan merasa senang terlibat di dalamnya.
3.
Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan
bermakna bagi siswa. Siswa sebagai pembelajar dirangsang melalui kegiatan
pembelajaran untuk dapat membangun pengetahuan mereka melalui proses belajar
aktif yang mereka lakukan sendiri. Bangun situasi pembelajaran yang
memungkinkan seluruh anggota badan siswa beraktivitas secara optimal, misal
mata siswa digunakan untuk membaca dan mengamati, tangan siswa bergerak untuk
menulis, kaki siswa bergerak untuk mengikuti permainan dalam pembelajaran,
mulut siswa aktif bertanya dan berdiskusi, dan aktivitas produktif anggota
badan lainnya.
Selain itu, alasan menggunakan metode
based learning ialah:
1.
Meningkat pendidikan untuk semua siswa
- Mengubah pola mengajar dari memberitahu ke melakukan
- Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan membuat keputusan sendiri
- Memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi tentang bagaimana mereka akan menemukan jawaban pertanyaan atau memecahkan masalah
- Memungkinkan siswa melek teknologi
- Melengkapi siswa dengan keterampilan dan rasa percaya diri untuk sukses pada kompetisi global
- Mengajarkan inti kurikulum dengan cara interdisiplin
Contoh metode based learning: Guru
memberikan suatu studi kasus mengenai kondisi suatu daerah tertentu yang
kekurangan gizi sehingga menyebabkan rendahnya produksi daerah tersebut. Maka
para siswa diminta untuk menyelesaikan dua masalah yang saling berkaitan itu
dengan mempertimbangkan kondisi daerah itu secara keseluruhan termasuk soal
keuangan, kelembagaan dan sumber-sumber lainnya yang tersedia bagi pembangunan.
- Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik
- Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, dan belajar berbagai peran orang dewasa dengan terlibat dalam pengalaman nyata/simulasi
- Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
- Penyelidikan autentik
- Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
- Menghindari pembelajaran terisolasi dan berpusat pada guru
- Menciptakan pembelajaran interdisiplin, berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama
- Terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis
- Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang
- Pembelajaran berpusat pada siswa.
- Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil.
- Guru berperan sebagai tutor dan pembimbing.
- Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran
- Masalah adalah kenderaan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
- Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.
Berikut
ini adalah Tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan Metode ini:
- Mengembangkan pengetahuan, tentang apakah yang dilakukan dan bagaimana melakukan hal tersebut
- Mengembangkan sikap, tentang keinginan atau kemauan untuk mempraktekkan apa yang telah dipelajari
- Mengembangkan keterampilan, tentang abilitas untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui proses latihan pada pekerjaan tertentu.
- Melatih siswa berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah,
- Melatih siswa menjadi pebelajar yang mandiri (self regulated learning)
- Memperluas pandangan
- Siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah
- Siswa mamapu menyatakan pendapatnya secara lisan. Hal itu melatih kehidupan yang demokratis.
- Memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berparisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama
- Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan menyimpulkan pada diri siswa.
- Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan konsep diri yang lebih positif
- Membantu mengembangkan kepemimpinan
- Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat
- Mengembangkan rasa sosial, karena bisa saling membantu dalam memecahkan soal
- Sementara itu, guru mempunyai peran sebagai berikut:
- Mengajukan masalah otentik/mengorientasikan siswa/mahasiswa kepada masalah
- Memfasilitasi/membimbing penyelidikan pada saat pengamatan atau eksperimen
- Memfasilitasi dialog antara siswa
- Mendukung belajar siswa
- Memberikan instruksi verbal kepada siswa untuk membantu siswa memecahkan masalah. Instruksi verbal maksudnya ialah membimbing atau menjuruskan pemikiran pelajar itu ke arah tertentu.
e. Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan
- Metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapat
- Menguntungkan para siswa yang lemah dalam pemecahan masalah. Karena pemecahan masalah dilakukan oleh kelompok biasanya lebih tepat daripada memecahkan masalah secara perseorangan
- Meningkatkan kemungkinan siswa berpikir kritis
- Dapat mengembangkan rasa kepemimpinan
- Siswa dapat belajar memehami siswa lain karena pendapat setiap siswa selalu berbeda
- Dapat saling membantu dalam memecahkan masalah
- Meningkatkan keakraban antar siswa
- Membuat siswa lebih aktif
- Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
- Menimbulkan ide-ide baru
b. Kelemahan
- Metode ini tidak menjamin penyelesaian, sekalipun kelompok setuju atau membuat kesepakatan . Sebab keputusan yang dicapai belum tentu dilaksanakan
- Seringkali didominasi oleh seorang atau beberapa orang anggota diskusi dan menyebabkan orang yang tidak berminat hanya sebagai penonton
- Kadangkala, terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang dipecahkan, bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
- Seingkali anggota kelompok mencoba mendominasi pembicaraan, sedangkan anggota lainnya mungkin segan untuk ikut berpartisipasi.
- Model pembelajaran Based Learning biasa dilakukan secara berkelompok membuat siswa yang malas semakin malas
- Siswa merasa guru tidak pernah menjelaskan karena model pembelajaran ini menuntut siswa yang lebih aktif
f. Penerapan Strategi Pembelajaran Based
Learning dalam Pembelajaran
Untuk meningkatkan hasil belajar
Geografi, diperlukan model pembelajaran interaktif, menarik, di mana guru lebih
banyak memberikan peran kepada siswa sebagai subjek belajar, dan lebih
mengutamakan proses daripada hasil. Selain itu, diperlukan situasi, cara dan
strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif, baik
pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar
mengajar.
Pembelajaran
yang dapat digunakan untuk melibatkan siswa secara totalitas adalah model
pembelajaran Problem Based Learning. Model pembelajaran ini berlangung
secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, menemukan dan
mendiskusikan masalah bersama temannya serta mencari pemecahan masalah, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Lebih jauh lagi, melalui model
pembelajaran tersebut, siswa mengerti makna belajar, manfaatnya, dan bagaimana
mencapainya. Muncul kesadaran bahwa yang mereka pelajari akan berguna bagi
hidup mereka nantinya.
g. Bentuk
Evaluasi PBL
Prosedur-prosedur evaluasi harus selalu disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran yang ingin di capai tugas evaluasi untuk PBL tidak cukup hanya dalam bentuk tes-tes
tertulis,tetapi memerlukan asesmen performance, assesment portofolio, assesment
autentik. Beberapa bentuk evaluasi untuk PBL antara lain: Tes pemahaman, checklit, rating skill.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyanto.
2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:Yuma
Pustaka
No comments:
Post a Comment