Thursday, 4 September 2014

Penyusunan dan Teknik Penskoran



BAB IV   
PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN

A.  Komponen Penyusun Tes
1.    Tujuan tes
Tujuan tes yang penting adalah untuk :
(a) mengetahui tingkat kemampuan siswa,
(b) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa,
(c) mendiagnosis kesulitan belajar siswa,
(d) mengetahui hasil pengajaran,
(e) mengetahui hasil belajar,
(f) mengetahui pencapaian kurikulum,
(g) mendorong siswa belajar,
(h) mendorong guru agar mengajar yang lebih baik.
 Sering kali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki keefektifan yang sama untuk semua tujuan.
Ditinjau dari tujuannya, ada 4 macam tes yang banyak digunakan di lembaga pendidikan, yaitu :
a)      tes penempatan,
b)      tes diagnostik,
c)      tes formatif, dan
d)     tes sumatif.
 Sistem pengujian berbasis kemampuan dasar pada umumnya menggunakan tes diagnostik, formatif, dan sumatif.
Tes penempatan dilaksanakan pada awal pelajaran, digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan yang dimiliki siswa. Untuk mempelajari suatu mata pelajaran dibutuhkan pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung ini diketahui dengan menelaah hasil tes penempatan. Apakah seorang siswa perlu matrikulasi, tambahan pelajaran atau tidak. Ditentukan dari hasil tes ini.
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes ini dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagaian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Oleh karena itu, tes ini berisi materi yang dirasa sulit oleh siswa, namun tingkat kesulitan tes ini cenderung rendah.
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk memperbaiki strategi mengajar. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau subpokok materi. Jadi tes ini sebenarnya bukan untuk menentukan keberhasilan belajar semata, tetapi untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran.
Tes sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran atau akhir semester. Hasilnya untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan dengan skor atau nilai, pemberian sertifikat , dan sejenisnya. Tingkat kesukuran soal pada tes sumatif bervariasi, sedangkan materinya harus mewakili bahan yang telah diajarkan.

2.    Langkah Pengembangan Tes
Ada sembilan langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar yaitu : (a) menyusun spesifikasi tes,
(b) menulis soal tes,
(c) menelaah soal tes,
(d) melakukan uji coba tes,
(e) menganalisis butir soal.
(f) memperbaiki tes,
(g) merakit tes,
 (h) melaksanakan tes,
 (i) menafsirkan hasil tes.
Khusus mengenai uji coba tes, dalam penyusunan tes untuk mengukur prestasi hasil pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dikelas seperti ulangan harian, ulangan umum, dan ulangan kenaikan kelas tidak harus dilakukan secara tersendiri. Pembakuan tes dilakukan setelah diujikan dengan menggunakan metode konsistensi internal.
Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu berisi uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Spesifikasi yang jelas akan mempermudah dalam menulis soal, dan siapa saja yang menulis soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini :
(a) menentukan tujuan tes,
(b) menyusun kisi-kisi tes,
(c) memilih bentuk tes, dan
(d) menentukan panjang tes.
a.    Kisi-kisi Tes
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal dan tingkat kesulitannya relatif sama. Matriks kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom menyatakan tujuan pelajaran, materi pokok dan subpokoknya, uraian materi, dan indikator, sedangkan baris menyatakan tujuan yang akan diukur atau diujikan .
       Ada empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem pengujian berbasis kemampuan dasar, yaitu:
1.        Menulis tujuan umum pelajaran,
2.        Membuat daftar materi pembelajaran/materi pokok dan submateri pembelajaran yang akan diujikan,
3.        Menentukan indikator,
4.        Menentukan jumlah soal materi pembelajaran/materi pokok dan submateri pembelajaran.
Paling tidak, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam memilih materi pembelajaran dan submateri pembelajaran yang akan diujikan, yaitu:
1.        Merupakan konsep dasar,
2.        Merupakan materi pembelajaran/materi pokok dan submateri pembelajaran yang berkelanjutan,
3.        Memiliki nilai terapan,
4.        Merupakan materi yang dibuat untuk mempelajari bidang lain.
Sumber utama tujuan pelajaran, materi pembelajaran/materi pokok adalah silabus pelajaran. Pemilihan materi pembelajaran dan submateri pembelajaran yang akan diujikan berdasarkan pada tingkat kepentingan, yaitu: konsep dasar, materi pembelajaran yang berkelanjutan, berkaitan dengan mata pelajaran lain, dan mengandung nilai aplikasi tinggi. Tujuan yang ingin dicapai disertai informasi tentang materi pembelajaran kemudian diuraikan dalam bentuk indikator.
Penentuan indikator yang dapat diukur digunakan kemampuan dasar sebagai acuan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam memilih bahan yang diujikan agar memenuhi persyaratan keaslian isi. Pemilihan materi tes pada umumnya dilakukan dengan melakukan pemilihan sampel, materi yang banyak dan komplek dipilih lebih banyak dibanding dengan materi yang mudah dan sederhana. Selanjutnya, jumlah soal yang digunakan tergantung pada waktu yang tersedia untuk tes dan materi yang akan diujikan.
Hal yang penting dalam menentukan materi tes adalah keaslihan isi, yaitu seberapa jauh materi yang diujikan mewakili kemampuan dasar. Ada kemampuan dasar yang diukur melalui tugas rumah, ada yang melalui ulangan harian. Pada ulangan semester, materi yang diujikan harus mencakup kemampuan dasar yang belum diujikan dan yang telah diujikan namun dianggap penting.

b.    Pemilihan Bentuk Tes
Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan ganda dan bentuk tes benar salah sangat tepat digunakan bila jumlah peserta tes banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak. Kelebihan tes objektif bentuk pilihan adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat tes objektif yang baik tidak mudah.
Bentuk tes uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas, misalnya mata pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, Biologi, dan sebagainya. Soal pada tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya. Pada tes bentuk uraian objektif ini, sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan rinci.

c.    . Panjang Tes
Panjang tes ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan memperlihatkan bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes dilakukan selama 90 menit sampai 120 menit. Untuk tes bentuk pilihan ganda dengan tingkat kesulitan rata-rata sedang tiap butir soal tergantung pada kompleksitas soal. Walau demikian disarankan menggunakan lebih banyak soal dibanding hanya beberapa soal agar keaslihan isi tes lebih baik.
Ada tiga hal utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan, yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, keandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia. Bobot skor tiap soal bisa ditentukan sebelum tes digunakan, yaitu berdasar tingkat kompleksitas atau kesulitannya, yang komplek atau sulit diberi bobot yang lebih tinggi dibanding dengan yang lebih mudah.
Pemberian bobot dapat pula dilakukan setelah tes digunakan, yaitu dengan menghitung simpangan baku tiap butir soal. Penentuan bobot didasarkan pada besarnya simpangan bakunya, seperti butir yang simpangan baku skornya besar diberi bobot besar. Demikian pula butir yang memiliki simpangan baku kecil diberi bobot kecil.
Jumlah soal yang diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentu harus diperhitungkan dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang disediakan kurang atau berlebih. Bagi guru yang berpengalaman dapat menentukan jumlah dengan tepat.

B.  Penyusunan Tes Kognitif dan teknik Penskorannya
1.    Bentuk Tes kognitif
a.    Tes Lisan di Kelas
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf serap siswa untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif. Pertanyaan lisan yang diajukan ke kelas harus jelas, dan semua siswa harus diberi kesempatan yang sama. Dalam melakukan pertanyaan di kelas prinsipnya adalah: mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir, kemudian menunjuk peserta untuk menjawab pertanyaan. Baik benar atau salah jawaban siswa, jawaban siswa, jawaban tersebut ditawarkan lagi ke kelas untuk mengaktifkan kelas. Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti pengetahuan dan pemahan.

b.    Bentuk Pilihan Ganda
Pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda adalah:
1.        Pokok soal harus jelas.
2.        Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3.        Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
4.        Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5.        Hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
6.        Pilihan jawaban angka diurutkan.
7.        Semua pilihan jawaban logis.
8.        Jangan menggunakan negatif ganda.
9.        Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.
10.    Bahasa Indonesia yang digunakan baku.
11.    Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.

c.    Bentuk Uraian Objektif
Bentuk soal uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang Matematika dan IPA, karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur atau langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif di sini dalam arti apabila diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil penskorannya akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah: hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan dan sebagainya.
d.   Bentuk Uraian Non-objektif
Bentuk tes ini dikatakan non-objektif karena penilaian yang dialkukan cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai. Bentuk tes ini menuntut kemampuan siswa untuk menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari hafalan sampai evaluasi. Namun demikian, sebaiknya hindarkan pertanyaan yang mengungkap hafalan seperti dengan pertanyaan yang dimulai dengan kata: apa, siapa, di mana.
Selain itu bentuk ini relatif mudah untuk membuatnya. Kelemahan dari bentuk tes ini    adalah:
(1) penskoran sering dipengaruhi oleh subjektivitas penialian,
(2) memerlukan waktu yang lama untuk memeriksa waktu yang lama untuk
     memeriksa lembar jawaban, dan
(3) cakupan materi yang diujikan sangat terbatas,
(4) dan adanya efek bluffing.
Untuk menghindari kelemahan tersebut, cara yang ditempuh adalah:
(1) jawaban tiap soal tidak panjang, sehingga bisa mencakup materi yang banyak,
(2) tidak melihat nama peserta ujian,
(3) memeriksa tiap butir secara keseluruhan tanpa istirahat, dan
(4) menyiapkan pedoman penskoran.
Langkah membuat tes ini adalah sebagai berikut:
1.      Menulis soal berdasarkan kisi-kisi pada indikator.
2.      Mengedit pertanyaan:
a)    Apakah pertanyaan mudah dimengerti?
b)   Apakah data digunakan benar?
c)    Apa tata letak keseluruhan baik?
d)   Apakah pemberian bobot skor sudah tepat?
e)    Apakah kunci jawaban sudah benar?
f)    Apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup?
Kaidah penulisan soal bentuk uraian non-objektif:
1)   Gunakan kata-kata: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan, hitunglah, buktikan.
2)   Hindari penggunaan pertanyaan: siapa, apa, bila.
3)   Menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
4)   Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.
5)   Buat petunjuk mengerjakan soal.
6)   Buat kunci jawaban.
7)   Buat pedoman penskoran.
Penskoran bentuk tes ini bisa dilakukan secara analitik atau global. Analitik berarti penskoran dilakukan bertahap sesuai kunci jawaban, sedang yang global dibaca secara keseluruhan untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal kemudian diberi skor.

e.    Bentuk Jawaban Singkat
Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang disediakan bagi pengambil tes untuk menuliskan jawaban sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi atau isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi. Kaidah-kaidah utama penyusunan soal bentuk ini adalah sebagai berikut:
1.      Soal harus sesuai indikator.
2.      Jawaban yang benar hanya satu.
3.      Rumusan kalimat harus komunikatif
4.      Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5.      Tidak menggunakan bahasa lokal

f.     Bentuk menjodohkan
Soal menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu daftar kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu dengan satu kemungkinan jawaban. Biasanya nama, tanggal/tahun, istilah, frase, pernyataan, bagian dari diagram, dan yang sejenisnya digunakan sebagai premis. Hal-hal yang sama dapat pula digunakan sebagai alternatif jawaban. Kaidah-kaidah pokok penulisan soal jenis menjodohkan ini adalah sebagai berikut:
1.      Soal harus sesuai dengan indikator.
2.      Jumlah alternatif jawaban lebih banyak dari pada premis.
3.      Jumlah alternatif jawaban harus “nyambung” atau berhubungan secara logis dengan premisnya.
4.      Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
5.      Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
6.      Tidak menggunakan bahasa lokal.

Unjuk kerja/performans
Penilaian unjuk kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian alternatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk kerja berdasarkan pada analisis pekerjaan (Nathan & Cascio, 1986). Penilaian ini menggunakan tes yang juga disebut dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran sehingga kemampuan siswa mencapai pada tingkat yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih banyak digunakan pada bidang studi yang batasnya jelas, seperti Fisika, Kimia, dan Biologi.
Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur status siswa berdasarkan hasil kerja dari satu tugas. Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkan pada tuntutan dari masyarakat dan lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang harus dimiliki siswa. Jadi pertanyaan butir soal cenderung pada tingkat aplikasi suatu prinsip atau konsep pada situasi yang baru. Walau uraian namun batasnya harus jelas dan ditentukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang diujikan sedapat mungkin sama dengan masalah yang ada di kehidupan nyata. Inilah yang menjadi ciri utama perbedaan antara tes unjuk kerja dengan bentuk yang konvensial.

g.    Portofolio
Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang (Popham, 1999), dalam bidang pendidikan berarti kumpulan dari tugas-tugas siswa. Portofolio cocok digunakan untuk penilaian dengan skala yang luas (Marzano & Kendall, 1986). Penilaian dengan portofolio memerlukan kemampuan membaca yang baik. Hal yang penting pada penilaian portofolio adalah mampu mengukur kemampuan membaca dan menulis yang lebih luas, siswa menilai kemajuannya sendiri, mewakili sejumlah karya seseorang.
Penilain portofolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya individu untuk suatu mata pelajaran tertentu. Jadi semua tugas yang dikerjakan siswa dikumpulkan, dan di akhir satu unit program pembelajaran misalnya satu semester. Kemudian dilakukan diskusi antara siswa dan guru untuk menentukan skornya. Prinsip penilaian portofolio adalah siswa dapat melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya dibahas. Bentuk ujiannya cenderung bentuk uraian, dan tugas-tugas rumah. Karya yang dinilai meliputi hasil ujian, tugas mengarang atau mengerjakan soal. Jadi portofolio adalah suatu metode pengukuran dengan melibatkan siswa untuk menilai kemajuannya dalam bidang studi tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian portofolio adalah sebagai berikut.
1.      Karya yang dikumpulin adalah benar-benar karya yang bersangkutan.
2.      Menentukan contoh pekerjaan mana yang harus dikumpulkan.
3.      Mengumpulkan dan menyimpan sampel karya.
4.      Menentukan kriteria untuk menilai portofolio.
5.      Meminta siswa untuk menilai secara terus menerus hasil portofolionya.
6.      Merencanakan pertemuan dengan siswa yang dinilai.
7.      Dapat melibatkan orang tua dalam menilai portofolio.
Penilaian dengan portofolio memiliki karakteristik tertentu, sehingga penggunaan juga harus sesuai dengan tujuan dan substansi yang diukur. Mata pelajaran yang memiliki banyak tugas dan jumlah siswa yang tidak banyak, penilaian dengan cara portofolio akan lebih cocok.

2. Pedoman Penskoran Tes Kognitif
Pedoman Penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian, agar subjektifitas korektor dapat diperkecil. Pedoman penskoran ini merupakan petunjuk yang menjelaskan tentang : batasan atatu kata – kata kunci untuk melakukan penskoran terhadap soal bentuk uraian, dan kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran pada soal bentuk uraian bentuk non-objektif.
Pedoman pemberaian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.
a.    Contoh Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpa ada koreksi terhadap jawaban tebakan, dan yang kedua adalah dengan koreksi terhadap jawaban tebakan
1)   Penskoran tanpa koreksi jawaban tebakan adalah satu untuk tiap butir yanga dijawab benar, sehingga jumlah skor yang diproleh siswa adalah banyaknya butir yang dijawab benar.
B adalah banyaknya butir yang dijawab benar
N adalah banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut:
Banyak soal tes ada 40 butir.
Banyaknya jawaban yang benar ada 20.
Jadi skor yang dicapai seseorang:
2)   Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah sebagai berikut:
B adalah banyaknya butir soal yang dijawab benar
S adalah banyaknya butir yang dijawab salah
P adalah banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N adalah banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.
Contoh:  Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir, dan   banyaknya 40 butir. Bila banyaknya butir yang dijawab benar ada 20, yang dijawab salah ada 12, dan tidak dijawab ada 8, maka skor yang diperoleh adalah:

b.    Contoh pedoman Penskoran Sola uraian Objektif:
Indikator             : siswa dapat menghitung isi bangun ruang(balok) dan mengubah satuan ukurannya.
Butir soal             : Sebuah bak mandi bebentuk bola berukuran panjang 50 Cm, lebar 80 Cm, dan tinggi 75 Cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya, tulislah langkah – langkahnya !)
Pedoman penskoran :
Langkah
Kunsi Jawaban
Skor
1
2
3


4

5
Isi balok = panjang x lebar x tinggi
 = 150 Cm x 80 Cm x 75 Cm
 = 900000 Cm3
Isi bak mandi dalam liter:

= 900 liter
1
1
1

1


1

Skor maksimum
5

c.    Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Non-objektif:
Indikator              : Siswa dapat mendeskripsikan alsan warga negara Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia.
Butir soal               : Tuliskan alsan – alsan yang membuat Anda berbangga sebagai bangsa Indonesia !
Pedoman penskoran
Jawaban boleh bermacam – macam namun pada pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Kriteria jawaban
Rentang skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
0 - 2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll).
0 - 2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat bersatu
0 - 2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia
0 - 2
Skor maksimum
8
d.   Pembobotan soal uraian
Pembobotan adalah pemberian bobot kepada suatu soal dengan cara membandingkannya dengan soal lain dalam suatu perangkat tes yang sama. Dengan demikian, pembobotan soal uraian hanya dapat dilakukan dalam menyusun perangkat tes. Apabila suatu soal uraian berdiri sendiri maka tidak dapat dihitung atau ditetapkan bobotnya.
Bobot setiap soal ujian yang ada dalam suatu perangkat tes ditentukan dengan mempertimbangkan faktor – faktor yang berkaitan dengan materi dan karakteristik soal itu sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak dibuat soalnya, esensialitas dan tingkat kedalaman materi yang ditanyakan, dan tingkat kesukaran soal tersebut.
Selain faktor – faktor tersebut, hal yang perlu pula ditimbangkan dalam pembobotan soal uraian adalah skala penskoran yang hendak digunakan, misalnya skala 10, atau skala 100. Apabila digunakan skala 100 maka jumlah bobot semua soal yang dinyatan dalam perangkat tes itu harus 100; demikian pula bila skala yang digunakan 10. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan perhitungan skor.
Sebagaimana telah dinyatakan diatas, tiap soal uraian, baik uraian objektif maupun non objektif mempunyai skor mentah maksimum sendiri. Skor mentah maksimum suatu butir soal uraian tidak ada hubungannya dengan bobot soal tersebut. Dengan demikian, suatu soal dengan skor mentah maksimum 6, misalnya, dapat mempunyai bobot yang sama dengan skor mentah maksimum, dapat pula lebih rendah atau lebih tinggi daripada skor mentah maksimumnya.
Skor jadi yang diperoleh siswa yang menjawab suatu butir soal uraian ditetapkan dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah maksimumnya kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai untuk penghitungan skor butir soal (SBS) adalah :
SBS = skor butir soal
 a    = skor mentah yang diperoleh siswa untuk butir soal
b     = skor mentah maksimum soal
c     = bobot soal

Setelah diperoleh skor setiap soal (SBSS) maka dapat dihitung total skor butir soal bebagi skor total siswa (STS) untuk serangkaian soal dalam tes yang bersangkutan, dengan menggunakan rumus :

Contoh 1, bila STS = Total Bobot Soal dan skala 100
No.Soal
Skor mentah perolehan
Skor mentah
maksimum
Bobot soal
Skor Butir Soal
(a)
(b)
(c)
(SBS)
01
60
60
20
20,00
02
40
40
30
30,00
03
20
20
30
30,00
04
20
20
20
20,00
Jumlah
140
140
100
100,00(STS)

Contoh 2, bila STS  Total Bobot Soal dan skala 100
No.Soal
Skor mentah perolehan
Skor mentah
maksimum
Bobot soal
Skor Butir Soal
(a)
(b)
(c)
(SBS)
01
30
60
20
10,00
02
40
40
30
30,00
03
20
20
30
30,00
04
10
20
20
10,00
Jumlah
100
140
100
80,00(STS)

Dalam penghitungan skor untuk satu butir soal (SBS) dan dalam penghitungan skor total siswa (STS) untuk suatu perangkat tes, tidak terdapat perbedaan antara soal uraian objektif dan soal uraian non-objektif.
e.    Pembobotan soal Bentuk Campuran
Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu pilihan dan uraian. Pembobotan soal  bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian ditentukan oleh cangkupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak, sedang tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soal uraian. Bobot untuk soal pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika seseorang siswa menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka siswa itu mendapat skor :
Misalkan suatu bilangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4 buah bentuk soal uraian. Soal pilihan ganda bisa dijawab benar 15 dan dijawab salah 4, sedang bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60. Maka skor yang diperoleh dapat dihitung sebagai berikut:
a)      Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan: (16/20) x 100 = 80
b)      Skor bentik uraian adalah: (20/40) x 100 = 50
c)      Skor akhir adalah: 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62

C. Penyusunan Instrumen Afektif dan Tehnik Penskorannya
1. Penyusunan Instrumen afektif
Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Paling tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. Sikap siswa terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap siswa tehadap mata pelajaran tertentu positif sehingga akan timbul minat untuk belajar dan mempelajarinya. Siswa yang memilih minat pada pelajran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru memilki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut.
a.       Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b.      Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran dikelas, banyak bertanya, tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya ditanyakan pada siswa.
c.       Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: Sangat senang, senang, sama saja, kurang senang, dan tidak senang.
d.      Telah insrumen oleh sejawat.
e.       Perbaiki instrumen.
f.       Siapkan inventori laporan diri.
g.      Skor inventori.
h.      Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
2.   Tehnik Penskoran Pengukuran Afektif
Misal dari insrumen untuk mengukur minat siswa yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adlah 1 sampai 5, maka skor  terendah seorang siswa adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian, medianya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi 4 kategori, maka skala 10 – 20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 303 kurang berminat, 31 – 40 berminat, dan skala 41 – 50 sangat berminat
.
D. Penyusunan Tes Psikomotorik dan Teknik Penskorannya
1. Penyusunan Tes Psikomotorik
a. Bentuk Tes Psikomotorik
                Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai  siswa. Tes tersebut menurut Lunetta dkk. (1981) dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi dan untuk kerja.
1)      Tes paper and pencil, walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis, namun yang menjadi sasarannya adalah kemampuan siswa dalam menampilkan karya, misal berupa desaian alat, desain grafis, dan sebagainya.
2)      Tes identifikasi : tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengidentifikasi sesuatu hal, misal menemukan bagian yang rusak atau yang tidak berfungsi dari suatu alat.
3)      Tes simulasi : tes ini dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan siswa, sehingga dengan simulasi tetap dapat dinilai apakah seseorang sudah menguasai keterampilan dengan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat.
4)      Tes untuk kerja (work sample): tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut.
Tes penampilan/perbuatan, baik berupa tes identifikasi, tes simulasi, ataupun unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh datanya dengan menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Daftar cek maupun skala penilaian juga dapat dipakai sebagai “lembar penilaian” atau alat untuk observasi dalam rangka pengukuran yang bebas waktunya, dalam arti tidak dilakukan dalam suasana ujian secara formal. Misal dipakai alat observasi saat siswa mengejarkan praktikum dalam upaya memperoleh data selama siswa melakukan proses pembelajaran praktek laboratorium.
Daftar cek lebih praktis jika digunakan untuk menghadapi subjek dalam jumlah besar atau jika perbuatan yang dinilai memiliki resiko tinggi, misalnya dalam kegiatan praktikum laboratorium yang menggunakan peralatan yang mahal, untuk menilai apakah seseorang sudah mampu menggunakan mikroskop akan lebih tepat menggunakan daftar cek.
Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang sedikit. Perbuatan yang diukur menggunakan alat berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5 paling sempurna.
b. Penyusunan butir soal bentuk daftar cek.
                Daftar cek berisi seperangkat  butir soal yang mencerminkan rangkaian tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang merupakan indikator-indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh karena itu dalam menyusun daftar cek hendaknya:
(1) carilah indikator-indikator penguasaan keterampilan yang diujikan,
(2) susunlah indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya.
 Kemudian dilakukan pengamatan terhadap subjek yang dinilai untuk melihat pemunculan indikator-indikator yang dimaksud. Jika indikator tersebut muncul, maka diberi tanda V atau ditulis kata “ya” pada tempat yang telah disediakan.
Misal akan melakukan pengukuran terhadap keterampilan siswa menggunakan termometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan siswa terampil menggunakan termometer  tersebut, misal indikator-indikatornya sebagai berikut:
1)      Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2)      Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3)      Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4)      Lama waktu pemasangan termometer  pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5)      Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhu tubuhnya.
6)      Cara membaca tinggi air raksa dlam pipa kapiler  termometer.
Siswa dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu melakukan urutan kegiatan berikut dengan benar. Setelah diperoleh indikator-indikator, kemudian disusun butir soalnya dalam bentuk daftar cek sebagai berikut.
Beri tanda V untuk setiap penampilan yang benar dari setiap tindakan yang dilakukan siswa seperti yang diuraikan di bawah ini!
1)      Mengeluarkan termometer dari tempatnya dengan memegang bagian ujung yang tak berisi air raksa.
2)      Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya.
3)      Memasang termometer pada tubuh pasien (dimulut, diketiak atau dubur) sehingga bagian yang berisi air raksa kontak dengan tubuh  orang yang diukur suhunya.
4)      Menunggu beberapa menit termometer tinggal pada orang yang diukur.
5)      Mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya dengan memegang bagian ujung yang tidak berisi air raksa.
6)      Membaca tinggi air raksa dlam pipa kapiler termometer dengan posisi mata tegak lurus.
Jadi karakteristik butir-butirnya mengandung uraian/pernyataan tentang aspek perbuatan yang sudah pasti, tinggal perbuatan itu muncul atau tidak.
c.  penyusunan butir soal bentuk skala penilaian
 pada prinsipnya penyusunan skala penilaian tidak berbeda dengan penyusunan daftar cek, yaitu mencari indikator-indikator yang mencerminkan keterampilan yang akan diukur, yang berbeda adalah cara penyajiannya. Dalam skala penilaian, setelah diperoleh indikator-indikator keterampilan selanjutnya ditentukan skala penilaian untuk setiap indikator. Misal, skala 5 jika suatu indikator dikerjakan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 jika tidak tepat dan 1 sangat tidak tepat. Jadi, pada prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk setiap indikator keterampilan yang akan diukur.
Contoh:
Untuk mengukur keterampilan siswa menggunakan termometer badan disusun skala penilaian berikut.
Lingkari angka 5 jika suatu indikator dikerjakan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 jika tidak tepat dan 1 sangat tidak tepat untuk setiap tindakan di bawah ini!
5 4 3 2 1 Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
5 4 3 2 1 Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
5 4 3 2 1 Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5 4 3 2 1 Lama waktu pemasangan termometer  pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5 4 3 2 1 Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhu tubuhnya.
5 4 3 2 1 Cara membaca tinggi air raksa dlam pipa kapiler  termometer.
Dalam hal ini, akan lebih akurat bila ada kriteria dari tiap butir yang rentang mulai dari skala 1 sampai 5. Dengan demikian, penilai yang manapun akan dengan tepat dapat menilai karena sudah ada kriteria bahwa seseorang beri skala 1 untuk langkah yang menyangkut cara mengeluarkan termometer diberi tempatnya demikian, dan diberi skala 2 karena demikian dan seterusnya sampai kapan ia diberi skala 5. Kriteria tiap skala untuk setiap butir/langkah juga harus sudah dihafal oleh penilai. Jadi jika dilakukan penilaian banyak ada keseragaman antar penilai.
Teknik Penskoran Tes Psikomotorik
Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan seseorang siswa. Jika untuk butir  1 siswa yang bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti juga benar tetapi kurang sempurna, butir 2 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 6 juga skor 3 berarti kurang benar, maka total skor yang dicapai siswa tersebut adalah (5+4+4+3+3+3) atau = 22. Seorang sisa yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6+30)/2 = 18. Jika dibagi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13 – 18 berarti kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, dan skor 25 sampai 30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian siswa dengan skor 21 dapat dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik. Maka sifat keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala5). Dengan demikian hanya siswa yang memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.
E. Penyusunan Soal Ujian Akhir
1. Ujian Akhir
Tentang ujian akhir, menurut penelitian Djemari dkk (2001) sebagian besar responden dari 20 propinsi setuju dilaksanakan ujian akhir, hanya pelaksanaannya berbeda. Mereka yang setuju dengan ujian akhir nasional menyarankan penyempurnaan dalam hal berikut ini:
a)      Kualitas soal ditingkatkan dan dengan memperlihatkan karakteristik daerah.
b)      Hasil ujian akhir dimanfaatkan secara optimal sebagai umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran.
c)       Objektivitas hasilnya ditingkatkan.
d)      Keamanan soal ditingkatkan.
e)      Biaya ujian ditanggung oleh pemerintah.
f)       Materi ujian mencakup keterampilan/praktik untuk mata pelajaran IPA (Fisika, Kimia, Biologi) dan semua mata pelajaran yang ada di dalam kurikulum nasional.
g)      Menambah ujian “listening” pada ujian bahasa Inggris.
h)      Untuk ujian bahasa Indonesia diharapkan tetap ada ujian mengarang.
i)        Bentuk soal berupa uraian terstruktur diharapkan tetap digunakan kembali.
2. pelaksanaan Ujian Akhir
Sesuai dengan penelitian Djemari (2001), ada beberapa alternatif bentuk ujian akhir, yaitu ujian akhir nasional, ujian akhir daerah atau ujian akhir sekolah.
a)      Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Nasional (UAN)
1.       Pusat mengembangkan kemampuan dasar yang berlaku secara nasional untuk setiap jenjang pendidikan.
2.       Pusat bersama-sama dengan daerah (Propinsi) menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
3.       Perangkat soal dikalibrasi oleh pusat, dan pengembangan bank soal yang dilakukan oleh pusat.
4.       Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah, baik pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah, atau sepenuhnya ditanggung pemerintah pusat, atau sepenuhnya ditanggung pemerintah daerah.
5.       Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah propinsi.
6.       Mata pelajaran yang tidak diujiakan dalam ujian akhir nasional diujikan secara tersendiri dengan koordinasi dengan propinsi. Dalam hal ini propinsi bersama-sama dengan kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan perangkat soal. Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah propinsi.
7.       Kabupaten/kota memanfaatkan hasil dari analisis hasil ujian, baik hasil ujian akhir nasional maupun hasil ujian untuk mata pelajaran yang tidak diujikan dalam ujian akhir nasional, untuk membina sekolah di wilayahnya.
8.       Pusat membina propinsi dalam upaya menyediakan tenaga yang profesional dalam bidang pengujian agar propinsi mampu mengembangkan bank soal.
b)      Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah (UAD) tingkat Propinsi
Tugas dari masing unit adalah sebagai berikut :
1.       Pusat mengembangkan komponen dasar yang bersifat nasional untuk setiap jenjang pendidikan.
2.       Pusat melakukan asesman secara nasional dengan menggunakan sample untuk memantau mutu pendidikan secara makro di setiap daerah.
3.       Propinsi bersama-sama dengan kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
4.       Perangkat soal dklaribasi dengan mengembangkan bank soal di tiap propinsi.
5.       Pusat membina daerah(propinsi dan kabupaten/kota) untuk mengembangkan SDM  yang profesional baik untuk mengembangkan kisi-kisi, perangkat soal, maupun untuk mengembangkan bank soal.
6.       Soal-soal yang diujikan harus soal-soal yang sudah diketahui  penyamaan skornya (kalibrasi/equating) sehingga hasilnya tetap dapat dipakai  untuk membandingkan antar wilayah/propinsi.
7.       Propinsi menyeleggarahkan ujian akhir.
8.       Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah tingkat
c)       Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah (UAD) tingkat kabupaten/kota.
Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut :
1.       Pelaksaan UAD dilakukan secara bertahap sejalan dengan kesiapan daerah.
2.       Pusat mengembangkan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap jenjang pendidikan.
3.       Pusat melakukan survei nasional untuk memantau mutu pendidikan secara makro di seluruh daerah.
4.       Kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
5.       Pengembangan bank soal di sekolah
6.       Pusat bersama – sama dengan propinsi membina kabupaten/kota untuk mengembangkan SDM yang profesonal baik untuk mengembangkan kisi-kisi, perangkat soal, maupun untuk mengembangkan bank soal.
7.       Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah kabupaten/kota.

d.      Ujian akhir dalam bentuk ujian akhir sekolah (UAS)
Dalam hal ini :
1)      Pusat pengembangan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap jenjang pendidikan.
2)      Pusat melakukan survei secara nasional tentang prestasi belajar siswa pada setahun sebelum kelas berakhir.
3)      Sekolah menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
4)      Perangkat soal harus dikalibrasi dengan mengembangkan bank soal di setiap sekolah.
5)      Propinsi bersama-sama kabupaten/kota membina sekolah untuk mengembangkan SDM yang profesional baik untuk mengembangkan kisi-kisi, perangkat soal maupun untuk mengembangkan bank soal.
6)      Propinsi bersama-sama kabupaten/kota membina sekolah untuk memanfaatkan hasil-hasil UAS untuk mengembangkan program perbaikan di masing-masing sekolah.
7)      Sekolah menyelenggarakan ujian akhir.
8)      Biaya penyelenggaraan ujian ditanggung sepenuhnya oleh sekolah.

e.       Jika tanpa diadakan ujian akhir
Dalam hal ini :
1)      Pusat pengembangan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap jenjeng pendidikan.
2)      Pusat melakukan survei secara nasional untuk memantau perkembangan mutu pendidikan secara makro di setiap daerah.
3)      Sekolah sepenuhnya bertanggung jawab dalam peningkatan mutu pedidikan di sekolahnya, penyelenggaran program perbaikan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki sekolah, dan sistem seleksi.
4)      Pihak kabupaten/kota melakukan pembinaan sekolah di wilayahnya masing-masing.
f.       Penyiapa soal ujian akhir
Tujuan ujian akhir yang penting di antaranya adalah untuk :
1)      Memantau kualitas pendidikan.
2)      Mendorong agar sekolah selalu meningkatkan kualitas pembelajaran.
3)      Menentukan kelulusan
4)      Menentukan program perbaikan yang tepat
5)      Memberikan informasi ke masyarakat tentang pencapaian prestasi sekolah sebagai bentuk akuntabilitas  sekolah.
Materi ujian akhir sesuai dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi adalah dengan memilih sejumlah kemampuan dasar yang penting untuk di ujikan. Untuk materi ujian harus mewakili semua standart kompetensi, sedangkan yang dipilih harus kemampuan dasar yang penting yaitu yang peringkat peringkat pemahaman, aplikasi, dan analisis sebesar 30%, 50%, dan 20% dengan batas lulus sebesar 75% menguasai materi ujian. Apabila ada sekolah yang tidak menggunakan kemampuan dasar nasional karena keterbatasan kemampuan dan fasilitas maka mereka bisa memilih kemampuan dasar yang diujikan dan harus melaporkan ke pusat agar daerah dan pusat dapat mengembangkan penyamaan skor untuk membandingkan skor antar sekolah.
Kisi-kisi soal ujian
No.
Standart Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi Pelajaran
Indikator
Bentuk Soal
Nomor Soal




































1 comment:

  1. Bagaimana caranya jika soal pilihan ganda 30 soal dan diberi bobot 50 bagaimana cara penskoran?

    ReplyDelete