BAB IV
PENYUSUNAN
INSTRUMEN DAN TEKNIK PENSKORAN
A. Komponen Penyusun Tes
1. Tujuan
tes
Tujuan
tes yang penting adalah untuk :
(a)
mengetahui tingkat kemampuan siswa,
(b)
mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa,
(c)
mendiagnosis kesulitan belajar siswa,
(d)
mengetahui hasil pengajaran,
(e)
mengetahui hasil belajar,
(f)
mengetahui pencapaian kurikulum,
(g)
mendorong siswa belajar,
(h)
mendorong guru agar mengajar yang lebih baik.
Sering kali tes digunakan untuk beberapa
tujuan, namun tidak akan memiliki keefektifan yang sama untuk semua tujuan.
Ditinjau
dari tujuannya, ada 4 macam tes yang banyak digunakan di lembaga pendidikan,
yaitu :
a) tes
penempatan,
b) tes
diagnostik,
c) tes
formatif, dan
d) tes
sumatif.
Sistem pengujian berbasis kemampuan dasar pada
umumnya menggunakan tes diagnostik, formatif, dan sumatif.
Tes
penempatan dilaksanakan pada awal pelajaran, digunakan untuk mengetahui tingkat
kemampuan yang dimiliki siswa. Untuk mempelajari suatu mata pelajaran dibutuhkan
pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung ini diketahui dengan menelaah
hasil tes penempatan. Apakah seorang siswa perlu matrikulasi, tambahan
pelajaran atau tidak. Ditentukan dari hasil tes ini.
Tes
diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa,
termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes ini dilakukan apabila diperoleh
informasi bahwa sebagaian besar siswa gagal dalam mengikuti proses pembelajaran
pada mata pelajaran tertentu. Hasil tes diagnostik memberikan informasi tentang
konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami. Oleh karena itu, tes
ini berisi materi yang dirasa sulit oleh siswa, namun tingkat kesulitan tes ini
cenderung rendah.
Tes
formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan
pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk memperbaiki strategi
mengajar. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang semester. Materi tes
dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau subpokok
materi. Jadi tes ini sebenarnya bukan untuk menentukan keberhasilan belajar
semata, tetapi untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran.
Tes
sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran atau akhir semester. Hasilnya untuk
menentukan keberhasilan belajar siswa. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan
dengan skor atau nilai, pemberian sertifikat , dan sejenisnya. Tingkat
kesukuran soal pada tes sumatif bervariasi, sedangkan materinya harus mewakili
bahan yang telah diajarkan.
2. Langkah
Pengembangan Tes
Ada sembilan langkah yang harus
ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar yaitu : (a) menyusun spesifikasi
tes,
(b)
menulis soal tes,
(c)
menelaah soal tes,
(d)
melakukan uji coba tes,
(e)
menganalisis butir soal.
(f)
memperbaiki tes,
(g)
merakit tes,
(h) melaksanakan tes,
(i) menafsirkan hasil tes.
Khusus
mengenai uji coba tes, dalam penyusunan tes untuk mengukur prestasi hasil
pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dikelas seperti ulangan harian,
ulangan umum, dan ulangan kenaikan kelas tidak harus dilakukan secara
tersendiri. Pembakuan tes dilakukan setelah diujikan dengan menggunakan metode
konsistensi internal.
Langkah
awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu berisi
uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu
tes. Spesifikasi yang jelas akan mempermudah dalam menulis soal, dan siapa saja
yang menulis soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama.
Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini :
(a)
menentukan tujuan tes,
(b)
menyusun kisi-kisi tes,
(c)
memilih bentuk tes, dan
(d)
menentukan panjang tes.
a. Kisi-kisi
Tes
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi
spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-kisi ini merupakan acuan bagi
penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal dan
tingkat kesulitannya relatif sama. Matriks kisi-kisi soal terdiri dari dua
jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom menyatakan tujuan pelajaran, materi pokok
dan subpokoknya, uraian materi, dan indikator, sedangkan baris menyatakan
tujuan yang akan diukur atau diujikan .
Ada empat
langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem pengujian berbasis
kemampuan dasar, yaitu:
1.
Menulis tujuan umum pelajaran,
2.
Membuat daftar materi
pembelajaran/materi pokok dan submateri pembelajaran yang akan diujikan,
3.
Menentukan indikator,
4.
Menentukan jumlah soal materi
pembelajaran/materi pokok dan submateri pembelajaran.
Paling tidak, ada empat hal yang
harus diperhatikan dalam memilih materi pembelajaran dan submateri pembelajaran
yang akan diujikan, yaitu:
1.
Merupakan konsep dasar,
2.
Merupakan materi pembelajaran/materi
pokok dan submateri pembelajaran yang berkelanjutan,
3.
Memiliki nilai terapan,
4.
Merupakan materi yang dibuat untuk
mempelajari bidang lain.
Sumber
utama tujuan pelajaran, materi pembelajaran/materi pokok adalah silabus
pelajaran. Pemilihan materi pembelajaran dan submateri pembelajaran yang akan
diujikan berdasarkan pada tingkat kepentingan, yaitu: konsep dasar, materi
pembelajaran yang berkelanjutan, berkaitan dengan mata pelajaran lain, dan
mengandung nilai aplikasi tinggi. Tujuan yang ingin dicapai disertai informasi
tentang materi pembelajaran kemudian diuraikan dalam bentuk indikator.
Penentuan
indikator yang dapat diukur digunakan kemampuan dasar sebagai acuan. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam memilih bahan yang diujikan
agar memenuhi persyaratan keaslian isi. Pemilihan materi tes pada umumnya
dilakukan dengan melakukan pemilihan sampel, materi yang banyak dan komplek dipilih
lebih banyak dibanding dengan materi yang mudah dan sederhana. Selanjutnya,
jumlah soal yang digunakan tergantung pada waktu yang tersedia untuk tes dan
materi yang akan diujikan.
Hal
yang penting dalam menentukan materi tes adalah keaslihan isi, yaitu seberapa
jauh materi yang diujikan mewakili kemampuan dasar. Ada kemampuan dasar yang
diukur melalui tugas rumah, ada yang melalui ulangan harian. Pada ulangan
semester, materi yang diujikan harus mencakup kemampuan dasar yang belum
diujikan dan yang telah diujikan namun dianggap penting.
b. Pemilihan
Bentuk Tes
Pemilihan bentuk
tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang
tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan
karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan ganda
dan bentuk tes benar salah sangat tepat digunakan bila jumlah peserta tes
banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak.
Kelebihan tes objektif bentuk pilihan adalah lembar jawaban dapat diperiksa
dengan komputer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat
tes objektif yang baik tidak mudah.
Bentuk tes
uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas,
misalnya mata pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, Biologi, dan sebagainya.
Soal pada tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat,
memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya. Pada
tes bentuk uraian objektif ini, sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan
rinci.
c. .
Panjang Tes
Panjang tes
ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan memperlihatkan
bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes
dilakukan selama 90 menit sampai 120 menit. Untuk tes bentuk pilihan ganda
dengan tingkat kesulitan rata-rata sedang tiap butir soal tergantung pada
kompleksitas soal. Walau demikian disarankan menggunakan lebih banyak soal
dibanding hanya beberapa soal agar keaslihan isi tes lebih baik.
Ada tiga hal
utama yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal yang diujikan,
yaitu: bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi,
keandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia. Bobot skor tiap soal bisa
ditentukan sebelum tes digunakan, yaitu berdasar tingkat kompleksitas atau
kesulitannya, yang komplek atau sulit diberi bobot yang lebih tinggi dibanding
dengan yang lebih mudah.
Pemberian bobot
dapat pula dilakukan setelah tes digunakan, yaitu dengan menghitung simpangan
baku tiap butir soal. Penentuan bobot didasarkan pada besarnya simpangan
bakunya, seperti butir yang simpangan baku skornya besar diberi bobot besar.
Demikian pula butir yang memiliki simpangan baku kecil diberi bobot kecil.
Jumlah soal yang
diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentu harus
diperhitungkan dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang disediakan
kurang atau berlebih. Bagi guru yang berpengalaman dapat menentukan jumlah
dengan tepat.
B. Penyusunan Tes Kognitif dan teknik
Penskorannya
1. Bentuk
Tes kognitif
a. Tes
Lisan di Kelas
Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk
mengetahui taraf serap siswa untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif.
Pertanyaan lisan yang diajukan ke kelas harus jelas, dan semua siswa harus
diberi kesempatan yang sama. Dalam melakukan pertanyaan di kelas prinsipnya
adalah: mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir, kemudian menunjuk
peserta untuk menjawab pertanyaan. Baik benar atau salah jawaban siswa, jawaban
siswa, jawaban tersebut ditawarkan lagi ke kelas untuk mengaktifkan kelas.
Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti
pengetahuan dan pemahan.
b. Bentuk
Pilihan Ganda
Pedoman utama
dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda adalah:
1.
Pokok soal harus jelas.
2.
Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3.
Panjang kalimat pilihan jawaban relatif
sama.
4.
Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5.
Hindari menggunakan pilihan jawaban:
semua benar atau semua salah.
6.
Pilihan jawaban angka diurutkan.
7.
Semua pilihan jawaban logis.
8.
Jangan menggunakan negatif ganda.
9.
Kalimat yang digunakan sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta tes.
10. Bahasa
Indonesia yang digunakan baku.
11. Letak
pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
c. Bentuk
Uraian Objektif
Bentuk soal
uraian objektif sangat tepat digunakan untuk bidang Matematika dan IPA, karena
kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur atau
langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif di sini dalam
arti apabila diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil
penskorannya akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah:
hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan dan sebagainya.
d. Bentuk
Uraian Non-objektif
Bentuk tes ini
dikatakan non-objektif karena penilaian yang dialkukan cenderung dipengaruhi
subjektivitas dari penilai. Bentuk tes ini menuntut kemampuan siswa untuk
menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah
dimilikinya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini
dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu
mulai dari hafalan sampai evaluasi. Namun demikian, sebaiknya hindarkan
pertanyaan yang mengungkap hafalan seperti dengan pertanyaan yang dimulai
dengan kata: apa, siapa, di mana.
Selain itu
bentuk ini relatif mudah untuk membuatnya. Kelemahan dari bentuk tes ini adalah:
(1) penskoran
sering dipengaruhi oleh subjektivitas penialian,
(2) memerlukan waktu yang lama untuk memeriksa
waktu yang lama untuk
memeriksa lembar
jawaban, dan
(3) cakupan
materi yang diujikan sangat terbatas,
(4) dan adanya
efek bluffing.
Untuk
menghindari kelemahan tersebut, cara yang ditempuh adalah:
(1) jawaban tiap
soal tidak panjang, sehingga bisa mencakup materi yang banyak,
(2) tidak
melihat nama peserta ujian,
(3) memeriksa
tiap butir secara keseluruhan tanpa istirahat, dan
(4) menyiapkan
pedoman penskoran.
Langkah membuat
tes ini adalah sebagai berikut:
1.
Menulis soal berdasarkan kisi-kisi pada
indikator.
2.
Mengedit pertanyaan:
a) Apakah
pertanyaan mudah dimengerti?
b) Apakah
data digunakan benar?
c) Apa
tata letak keseluruhan baik?
d) Apakah
pemberian bobot skor sudah tepat?
e) Apakah
kunci jawaban sudah benar?
f) Apakah
waktu untuk mengerjakan tes cukup?
Kaidah
penulisan soal bentuk uraian non-objektif:
1) Gunakan
kata-kata: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan, hitunglah,
buktikan.
2) Hindari
penggunaan pertanyaan: siapa, apa, bila.
3) Menggunakan
bahasa Indonesia yang baku.
4) Hindari
penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.
5) Buat
petunjuk mengerjakan soal.
6) Buat
kunci jawaban.
7) Buat
pedoman penskoran.
Penskoran bentuk tes ini bisa
dilakukan secara analitik atau global. Analitik berarti penskoran dilakukan
bertahap sesuai kunci jawaban, sedang yang global dibaca secara keseluruhan
untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal kemudian diberi skor.
e. Bentuk
Jawaban Singkat
Bentuk jawaban
singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang disediakan bagi pengambil tes
untuk menuliskan jawaban sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk
ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi atau isian, dan jenis
identifikasi atau asosiasi. Kaidah-kaidah utama penyusunan soal bentuk ini
adalah sebagai berikut:
1. Soal
harus sesuai indikator.
2. Jawaban
yang benar hanya satu.
3. Rumusan
kalimat harus komunikatif
4. Butir
soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5. Tidak
menggunakan bahasa lokal
f. Bentuk
menjodohkan
Soal menjodohkan
atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu daftar kemungkinan jawaban,
dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu dengan satu
kemungkinan jawaban. Biasanya nama, tanggal/tahun, istilah, frase, pernyataan,
bagian dari diagram, dan yang sejenisnya digunakan sebagai premis. Hal-hal yang
sama dapat pula digunakan sebagai alternatif jawaban. Kaidah-kaidah pokok
penulisan soal jenis menjodohkan ini adalah sebagai berikut:
1. Soal
harus sesuai dengan indikator.
2. Jumlah
alternatif jawaban lebih banyak dari pada premis.
3. Jumlah
alternatif jawaban harus “nyambung” atau berhubungan secara logis dengan
premisnya.
4. Rumusan
kalimat soal harus komunikatif.
5. Butir
soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
6. Tidak
menggunakan bahasa lokal.
Unjuk
kerja/performans
Penilaian unjuk
kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian alternatif yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan
masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk kerja berdasarkan pada
analisis pekerjaan (Nathan & Cascio, 1986). Penilaian ini menggunakan tes
yang juga disebut dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan untuk
perbaikan proses pembelajaran sehingga kemampuan siswa mencapai pada tingkat
yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih banyak digunakan pada bidang studi yang
batasnya jelas, seperti Fisika, Kimia, dan Biologi.
Bentuk tes ini
digunakan untuk mengukur status siswa berdasarkan hasil kerja dari satu tugas.
Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkan pada tuntutan dari masyarakat dan
lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang harus dimiliki siswa. Jadi
pertanyaan butir soal cenderung pada tingkat aplikasi suatu prinsip atau konsep
pada situasi yang baru. Walau uraian namun batasnya harus jelas dan ditentukan
berdasarkan kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang diujikan sedapat mungkin
sama dengan masalah yang ada di kehidupan nyata. Inilah yang menjadi ciri utama
perbedaan antara tes unjuk kerja dengan bentuk yang konvensial.
g. Portofolio
Portofolio
adalah kumpulan pekerjaan seseorang (Popham, 1999), dalam bidang pendidikan
berarti kumpulan dari tugas-tugas siswa. Portofolio cocok digunakan untuk
penilaian dengan skala yang luas (Marzano & Kendall, 1986). Penilaian
dengan portofolio memerlukan kemampuan membaca yang baik. Hal yang penting pada
penilaian portofolio adalah mampu mengukur kemampuan membaca dan menulis yang
lebih luas, siswa menilai kemajuannya sendiri, mewakili sejumlah karya
seseorang.
Penilain
portofolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya individu untuk suatu mata
pelajaran tertentu. Jadi semua tugas yang dikerjakan siswa dikumpulkan, dan di
akhir satu unit program pembelajaran misalnya satu semester. Kemudian dilakukan
diskusi antara siswa dan guru untuk menentukan skornya. Prinsip penilaian
portofolio adalah siswa dapat melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya
dibahas. Bentuk ujiannya cenderung bentuk uraian, dan tugas-tugas rumah. Karya
yang dinilai meliputi hasil ujian, tugas mengarang atau mengerjakan soal. Jadi
portofolio adalah suatu metode pengukuran dengan melibatkan siswa untuk menilai
kemajuannya dalam bidang studi tersebut.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian portofolio adalah sebagai
berikut.
1. Karya
yang dikumpulin adalah benar-benar karya yang bersangkutan.
2. Menentukan
contoh pekerjaan mana yang harus dikumpulkan.
3. Mengumpulkan
dan menyimpan sampel karya.
4. Menentukan
kriteria untuk menilai portofolio.
5. Meminta
siswa untuk menilai secara terus menerus hasil portofolionya.
6. Merencanakan
pertemuan dengan siswa yang dinilai.
7. Dapat
melibatkan orang tua dalam menilai portofolio.
Penilaian
dengan portofolio memiliki karakteristik tertentu, sehingga penggunaan juga
harus sesuai dengan tujuan dan substansi yang diukur. Mata pelajaran yang
memiliki banyak tugas dan jumlah siswa yang tidak banyak, penilaian dengan cara
portofolio akan lebih cocok.
2. Pedoman Penskoran Tes Kognitif
Pedoman
Penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian, agar
subjektifitas korektor dapat diperkecil. Pedoman penskoran ini merupakan
petunjuk yang menjelaskan tentang : batasan atatu kata – kata kunci untuk
melakukan penskoran terhadap soal bentuk uraian, dan kriteria jawaban yang digunakan
untuk melakukan penskoran pada soal bentuk uraian bentuk non-objektif.
Pedoman
pemberaian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah
perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.
a. Contoh
Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran
tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpa ada koreksi terhadap jawaban
tebakan, dan yang kedua adalah dengan koreksi terhadap jawaban tebakan
1) Penskoran
tanpa koreksi jawaban tebakan adalah satu untuk tiap butir yanga dijawab benar,
sehingga jumlah skor yang diproleh siswa adalah banyaknya butir yang dijawab
benar.
B adalah banyaknya butir yang
dijawab benar
N adalah banyaknya butir soal
Contohnya
adalah sebagai berikut:
Banyak soal tes ada 40 butir.
Banyaknya jawaban yang benar ada
20.
Jadi skor yang dicapai seseorang:
2) Penskoran
dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah sebagai berikut:
B adalah banyaknya butir soal yang
dijawab benar
S adalah banyaknya butir yang
dijawab salah
P adalah banyaknya pilihan jawaban
tiap butir
N adalah banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab
diberi skor 0.
Contoh: Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari
40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir, dan
banyaknya 40 butir. Bila banyaknya butir yang dijawab benar ada 20, yang
dijawab salah ada 12, dan tidak dijawab ada 8, maka skor yang diperoleh adalah:
b. Contoh
pedoman Penskoran Sola uraian Objektif:
Indikator : siswa dapat menghitung isi bangun
ruang(balok) dan mengubah satuan ukurannya.
Butir soal : Sebuah bak mandi bebentuk bola
berukuran panjang 50 Cm, lebar 80 Cm, dan tinggi 75 Cm. Berapa literkah isi bak
mandi tersebut? (untuk menjawabnya, tulislah langkah – langkahnya !)
Pedoman
penskoran :
Langkah
|
Kunsi
Jawaban
|
Skor
|
1
2
3
4
5
|
Isi
balok = panjang x lebar x tinggi
= 150 Cm x 80 Cm x 75 Cm
= 900000 Cm3
Isi bak mandi
dalam liter:
= 900 liter
|
1
1
1
1
1
|
|
Skor
maksimum
|
5
|
c. Contoh
Pedoman Penskoran Soal Uraian Non-objektif:
Indikator : Siswa dapat mendeskripsikan
alsan warga negara Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia.
Butir
soal : Tuliskan alsan – alsan yang membuat Anda
berbangga sebagai bangsa Indonesia !
Pedoman
penskoran
Jawaban boleh bermacam – macam
namun pada pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Kriteria
jawaban
|
Rentang
skor
|
Kebanggaan
yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
|
0
- 2
|
Kebanggaan
yang berkaitan dengan keindahan tanah air indonesia (pemandangan alamnya,
geografisnya, dll).
|
0
- 2
|
Kebanggaan
yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat
bersatu
|
0
- 2
|
Kebanggaan
yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia
|
0
- 2
|
Skor
maksimum
|
8
|
d. Pembobotan
soal uraian
Pembobotan
adalah pemberian
bobot kepada suatu soal dengan cara membandingkannya dengan soal lain dalam
suatu perangkat tes yang sama. Dengan demikian, pembobotan soal uraian hanya
dapat dilakukan dalam menyusun perangkat tes. Apabila suatu soal uraian berdiri
sendiri maka tidak dapat dihitung atau ditetapkan bobotnya.
Bobot
setiap soal ujian yang ada dalam suatu perangkat tes ditentukan dengan
mempertimbangkan faktor – faktor yang berkaitan dengan materi dan karakteristik
soal itu sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak dibuat soalnya,
esensialitas dan tingkat kedalaman materi yang ditanyakan, dan tingkat
kesukaran soal tersebut.
Selain
faktor – faktor tersebut, hal yang perlu pula ditimbangkan dalam pembobotan
soal uraian adalah skala penskoran yang hendak digunakan, misalnya skala 10,
atau skala 100. Apabila digunakan skala 100 maka jumlah bobot semua soal yang
dinyatan dalam perangkat tes itu harus 100; demikian pula bila skala yang
digunakan 10. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan perhitungan skor.
Sebagaimana
telah dinyatakan diatas, tiap soal uraian, baik uraian objektif maupun non
objektif mempunyai skor mentah maksimum sendiri. Skor mentah maksimum suatu
butir soal uraian tidak ada hubungannya dengan bobot soal tersebut. Dengan
demikian, suatu soal dengan skor mentah maksimum 6, misalnya, dapat mempunyai
bobot yang sama dengan skor mentah maksimum, dapat pula lebih rendah atau lebih
tinggi daripada skor mentah maksimumnya.
Skor
jadi yang diperoleh siswa yang menjawab suatu butir soal uraian ditetapkan
dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah maksimumnya
kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai untuk
penghitungan skor butir soal (SBS) adalah :
SBS
= skor butir soal
a =
skor mentah yang diperoleh siswa untuk butir soal
b = skor mentah maksimum soal
c = bobot soal
Setelah
diperoleh skor setiap soal (SBSS) maka dapat dihitung total skor butir soal
bebagi skor total siswa (STS) untuk serangkaian soal dalam tes yang
bersangkutan, dengan menggunakan rumus :
Contoh
1, bila STS = Total Bobot Soal dan skala 100
No.Soal
|
Skor mentah
perolehan
|
Skor mentah
maksimum
|
Bobot soal
|
Skor Butir Soal
|
(a)
|
(b)
|
(c)
|
(SBS)
|
|
01
|
60
|
60
|
20
|
20,00
|
02
|
40
|
40
|
30
|
30,00
|
03
|
20
|
20
|
30
|
30,00
|
04
|
20
|
20
|
20
|
20,00
|
Jumlah
|
140
|
140
|
100
|
100,00(STS)
|
Contoh
2, bila STS
Total Bobot
Soal dan skala 100
No.Soal
|
Skor mentah
perolehan
|
Skor mentah
maksimum
|
Bobot soal
|
Skor Butir Soal
|
(a)
|
(b)
|
(c)
|
(SBS)
|
|
01
|
30
|
60
|
20
|
10,00
|
02
|
40
|
40
|
30
|
30,00
|
03
|
20
|
20
|
30
|
30,00
|
04
|
10
|
20
|
20
|
10,00
|
Jumlah
|
100
|
140
|
100
|
80,00(STS)
|
Dalam
penghitungan skor untuk satu butir soal (SBS) dan dalam penghitungan skor total
siswa (STS) untuk suatu perangkat tes, tidak terdapat perbedaan antara soal
uraian objektif dan soal uraian non-objektif.
e. Pembobotan
soal Bentuk Campuran
Dalam
beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu pilihan dan uraian.
Pembobotan soal bagian soal bentuk
pilihan ganda dan bentuk uraian ditentukan oleh cangkupan materi dan
kompleksitas jawaban atau tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan
soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak,
sedang tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk uraian
biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.
Suatu
ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soal
uraian. Bobot untuk soal pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk
soal uraian adalah w2. Jika seseorang siswa menjawab benar n1
pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka siswa itu mendapat skor :
Misalkan
suatu bilangan
terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4 buah bentuk soal
uraian. Soal pilihan ganda bisa dijawab benar 15 dan dijawab salah 4, sedang
bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan
ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60. Maka skor yang diperoleh dapat dihitung sebagai
berikut:
a) Skor
pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan: (16/20) x 100 = 80
b) Skor
bentik uraian adalah: (20/40) x 100 = 50
c) Skor
akhir adalah: 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62
C. Penyusunan
Instrumen Afektif dan Tehnik Penskorannya
1. Penyusunan
Instrumen afektif
Komponen
afektif ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Paling tidak ada dua
komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu
pelajaran. Sikap siswa terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau
netral. Tentu diharapkan sikap siswa tehadap mata pelajaran tertentu positif
sehingga akan timbul minat untuk belajar dan mempelajarinya. Siswa yang memilih
minat pada pelajran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan
meningkat, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi
belajarnya. Oleh karena itu, guru memilki tugas untuk membangkitkan minat
kemudian meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajran yang diampunya. Dengan
demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran.
Langkah
pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut.
a. Pilih
ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b. Tentukan
indikator minat: misalnya kehadiran dikelas, banyak bertanya, tepat waktu
mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya
ditanyakan pada siswa.
c. Pilih
tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: Sangat senang,
senang, sama saja, kurang senang, dan tidak senang.
d. Telah
insrumen oleh sejawat.
e. Perbaiki
instrumen.
f. Siapkan
inventori laporan diri.
g. Skor
inventori.
h. Analisis
hasil inventori skala minat dan skala sikap.
2. Tehnik Penskoran Pengukuran Afektif
Misal
dari insrumen untuk mengukur minat siswa yang telah berhasil dibuat ada 10
butir. Jika rentangan yang dipakai adlah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang siswa adalah 10, yakni dari
10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian,
medianya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi 4 kategori, maka skala
10 – 20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 303 kurang berminat, 31 – 40
berminat, dan skala 41 – 50 sangat berminat
.
D. Penyusunan
Tes Psikomotorik dan Teknik Penskorannya
1. Penyusunan
Tes Psikomotorik
a. Bentuk Tes
Psikomotorik
Tes untuk mengukur ranah
psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance)
yang telah dikuasai siswa. Tes tersebut
menurut Lunetta dkk. (1981) dapat berupa tes paper and pencil, tes
identifikasi, tes simulasi dan untuk kerja.
1) Tes
paper and pencil, walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis, namun yang
menjadi sasarannya adalah kemampuan siswa dalam menampilkan karya, misal berupa
desaian alat, desain grafis, dan sebagainya.
2) Tes
identifikasi : tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi sesuatu hal, misal menemukan bagian yang rusak atau yang tidak
berfungsi dari suatu alat.
3) Tes
simulasi : tes ini dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat
dipakai untuk memperagakan penampilan siswa, sehingga dengan simulasi tetap
dapat dinilai apakah seseorang sudah menguasai keterampilan dengan peralatan
tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat.
4) Tes
untuk kerja (work sample): tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya dan
tujuannya untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai/terampil menggunakan
alat tersebut.
Tes
penampilan/perbuatan, baik berupa tes identifikasi, tes simulasi, ataupun unjuk
kerja, semuanya dapat diperoleh datanya dengan menggunakan daftar cek
(check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Daftar cek maupun skala
penilaian juga dapat dipakai sebagai “lembar penilaian” atau alat untuk
observasi dalam rangka pengukuran yang bebas waktunya, dalam arti tidak
dilakukan dalam suasana ujian secara formal. Misal dipakai alat observasi saat
siswa mengejarkan praktikum dalam upaya memperoleh data selama siswa melakukan
proses pembelajaran praktek laboratorium.
Daftar cek lebih
praktis jika digunakan untuk menghadapi subjek dalam jumlah besar atau jika
perbuatan yang dinilai memiliki resiko tinggi, misalnya dalam kegiatan
praktikum laboratorium yang menggunakan peralatan yang mahal, untuk menilai
apakah seseorang sudah mampu menggunakan mikroskop akan lebih tepat menggunakan
daftar cek.
Skala penilaian
cocok untuk menghadapi subjek yang sedikit. Perbuatan yang diukur menggunakan
alat berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sangat
sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5
paling sempurna.
b. Penyusunan butir soal bentuk
daftar cek.
Daftar cek berisi
seperangkat butir soal yang mencerminkan
rangkaian tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang
merupakan indikator-indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh karena
itu dalam menyusun daftar cek hendaknya:
(1) carilah
indikator-indikator penguasaan keterampilan yang diujikan,
(2) susunlah
indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya.
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap subjek
yang dinilai untuk melihat pemunculan indikator-indikator yang dimaksud. Jika
indikator tersebut muncul, maka diberi tanda V atau ditulis kata “ya” pada
tempat yang telah disediakan.
Misal akan
melakukan pengukuran terhadap keterampilan siswa menggunakan termometer badan.
Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan siswa terampil
menggunakan termometer tersebut, misal
indikator-indikatornya sebagai berikut:
1) Cara
mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2) Cara
menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3) Cara
memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4) Lama
waktu pemasangan termometer pada tubuh
orang yang diukur suhunya.
5) Cara
mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhu tubuhnya.
6) Cara
membaca tinggi air raksa dlam pipa kapiler
termometer.
Siswa dinyatakan
terampil dalam hal tersebut jika ia mampu melakukan urutan kegiatan berikut
dengan benar. Setelah diperoleh indikator-indikator, kemudian disusun butir
soalnya dalam bentuk daftar cek sebagai berikut.
Beri tanda V
untuk setiap penampilan yang benar dari setiap tindakan yang dilakukan siswa
seperti yang diuraikan di bawah ini!
1) Mengeluarkan
termometer dari tempatnya dengan memegang bagian ujung yang tak berisi air raksa.
2) Menurunkan
posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya.
3) Memasang
termometer pada tubuh pasien (dimulut, diketiak atau dubur) sehingga bagian
yang berisi air raksa kontak dengan tubuh
orang yang diukur suhunya.
4) Menunggu
beberapa menit termometer tinggal pada orang yang diukur.
5) Mengambil
termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya dengan memegang bagian ujung
yang tidak berisi air raksa.
6) Membaca
tinggi air raksa dlam pipa kapiler termometer dengan posisi mata tegak lurus.
Jadi karakteristik butir-butirnya mengandung uraian/pernyataan tentang aspek perbuatan yang
sudah pasti, tinggal perbuatan itu muncul atau tidak.
c. penyusunan butir soal bentuk skala penilaian
pada prinsipnya penyusunan skala penilaian
tidak berbeda dengan penyusunan daftar cek, yaitu mencari indikator-indikator
yang mencerminkan keterampilan yang akan diukur, yang berbeda adalah cara
penyajiannya. Dalam skala penilaian, setelah diperoleh indikator-indikator
keterampilan selanjutnya ditentukan skala penilaian untuk setiap indikator.
Misal, skala 5 jika suatu indikator dikerjakan sangat tepat, 4 jika tepat, 3
jika agak tepat, 2 jika tidak tepat dan 1 sangat tidak tepat. Jadi, pada
prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk setiap indikator keterampilan yang
akan diukur.
Contoh:
Untuk mengukur
keterampilan siswa menggunakan termometer badan disusun skala penilaian
berikut.
Lingkari angka 5
jika suatu indikator dikerjakan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat,
2 jika tidak tepat dan 1 sangat tidak tepat untuk setiap tindakan di bawah ini!
5 4 3 2 1 Cara
mengeluarkan termometer dari tempatnya.
5 4 3 2 1 Cara
menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
5 4 3 2 1 Cara
memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5 4 3 2 1 Lama
waktu pemasangan termometer pada tubuh
orang yang diukur suhunya.
5 4 3 2 1 Cara
mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhu tubuhnya.
5 4 3 2 1 Cara
membaca tinggi air raksa dlam pipa kapiler
termometer.
Dalam hal ini,
akan lebih akurat bila ada kriteria dari tiap butir yang rentang mulai dari
skala 1 sampai 5. Dengan demikian, penilai yang manapun akan dengan tepat dapat
menilai karena sudah ada kriteria bahwa seseorang beri skala 1 untuk langkah
yang menyangkut cara mengeluarkan termometer diberi tempatnya demikian, dan
diberi skala 2 karena demikian dan seterusnya sampai kapan ia diberi skala 5.
Kriteria tiap skala untuk setiap butir/langkah juga harus sudah dihafal oleh
penilai. Jadi jika dilakukan penilaian banyak ada keseragaman antar penilai.
Teknik Penskoran
Tes Psikomotorik
Dari contoh cara
pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang
dipakai untuk mengukur kemampuan seseorang siswa. Jika untuk butir 1 siswa yang bersangkutan memperoleh skor 5
berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang
sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti juga benar tetapi kurang sempurna,
butir 2 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3
berarti kurang benar, butir 6 juga skor 3 berarti kurang benar, maka total skor
yang dicapai siswa tersebut adalah (5+4+4+3+3+3) atau = 22. Seorang sisa yang
gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna
memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6+30)/2 = 18. Jika dibagi 4
kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13 – 18
berarti kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, dan skor 25 sampai
30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian siswa dengan skor 21 dapat
dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik. Maka
sifat keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus dicapai dengan
sempurna (skala5). Dengan demikian hanya siswa yang memperoleh skor total 30
yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.
E. Penyusunan
Soal Ujian Akhir
1. Ujian Akhir
Tentang ujian
akhir, menurut penelitian Djemari dkk (2001) sebagian besar responden dari 20
propinsi setuju dilaksanakan ujian akhir, hanya pelaksanaannya berbeda. Mereka
yang setuju dengan ujian akhir nasional menyarankan penyempurnaan dalam hal
berikut ini:
a) Kualitas
soal ditingkatkan dan dengan memperlihatkan karakteristik daerah.
b) Hasil
ujian akhir dimanfaatkan secara optimal sebagai umpan balik untuk memperbaiki
proses pembelajaran.
c) Objektivitas
hasilnya ditingkatkan.
d) Keamanan
soal ditingkatkan.
e) Biaya
ujian ditanggung oleh pemerintah.
f) Materi
ujian mencakup keterampilan/praktik untuk mata pelajaran IPA (Fisika, Kimia,
Biologi) dan semua mata pelajaran yang ada di dalam kurikulum nasional.
g) Menambah
ujian “listening” pada ujian bahasa Inggris.
h) Untuk
ujian bahasa Indonesia diharapkan tetap ada ujian mengarang.
i)
Bentuk soal berupa uraian terstruktur diharapkan
tetap digunakan kembali.
2. pelaksanaan Ujian Akhir
Sesuai dengan penelitian Djemari (2001), ada beberapa alternatif
bentuk ujian akhir, yaitu ujian akhir nasional, ujian akhir daerah atau ujian
akhir sekolah.
a)
Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Nasional
(UAN)
1.
Pusat mengembangkan kemampuan dasar yang berlaku
secara nasional untuk setiap jenjang pendidikan.
2.
Pusat bersama-sama dengan daerah (Propinsi)
menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
3.
Perangkat soal dikalibrasi oleh pusat, dan
pengembangan bank soal yang dilakukan oleh pusat.
4.
Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah,
baik pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah, atau sepenuhnya
ditanggung pemerintah pusat, atau sepenuhnya ditanggung pemerintah daerah.
5.
Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan
oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah propinsi.
6.
Mata pelajaran yang tidak diujiakan dalam ujian
akhir nasional diujikan secara tersendiri dengan koordinasi dengan propinsi.
Dalam hal ini propinsi bersama-sama dengan kabupaten/kota menyusun kisi-kisi
dan perangkat soal. Koreksi dan analisis hasil ujian akhir dilakukan oleh tim
yang dibentuk oleh pemerintah propinsi.
7.
Kabupaten/kota memanfaatkan hasil dari analisis
hasil ujian, baik hasil ujian akhir nasional maupun hasil ujian untuk mata
pelajaran yang tidak diujikan dalam ujian akhir nasional, untuk membina sekolah
di wilayahnya.
8.
Pusat membina propinsi dalam upaya menyediakan
tenaga yang profesional dalam bidang pengujian agar propinsi mampu
mengembangkan bank soal.
b)
Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah
(UAD) tingkat Propinsi
Tugas dari masing unit adalah sebagai berikut :
1.
Pusat mengembangkan komponen dasar yang bersifat
nasional untuk setiap jenjang pendidikan.
2.
Pusat melakukan asesman secara nasional dengan
menggunakan sample untuk memantau mutu pendidikan secara makro di setiap
daerah.
3.
Propinsi bersama-sama dengan kabupaten/kota
menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
4.
Perangkat soal dklaribasi dengan mengembangkan
bank soal di tiap propinsi.
5.
Pusat membina daerah(propinsi dan
kabupaten/kota) untuk mengembangkan SDM
yang profesional baik untuk mengembangkan kisi-kisi, perangkat soal,
maupun untuk mengembangkan bank soal.
6.
Soal-soal yang diujikan harus soal-soal yang
sudah diketahui penyamaan skornya
(kalibrasi/equating) sehingga hasilnya tetap dapat dipakai untuk membandingkan antar wilayah/propinsi.
7.
Propinsi menyeleggarahkan ujian akhir.
8.
Biaya penyelenggaraan ujian dari pemerintah
tingkat
c)
Ujian Akhir dalam bentuk Ujian Akhir Daerah
(UAD) tingkat kabupaten/kota.
Tugas masing-masing unit adalah sebagai berikut :
1.
Pelaksaan UAD dilakukan secara bertahap sejalan
dengan kesiapan daerah.
2.
Pusat mengembangkan kemampuan dasar yang
bersifat nasional untuk setiap jenjang pendidikan.
3.
Pusat melakukan survei nasional untuk memantau
mutu pendidikan secara makro di seluruh daerah.
4.
Kabupaten/kota menyusun kisi-kisi dan perangkat
soal.
5.
Pengembangan
bank soal di sekolah
6.
Pusat
bersama – sama dengan propinsi membina kabupaten/kota untuk mengembangkan SDM
yang profesonal baik untuk mengembangkan kisi-kisi, perangkat soal, maupun
untuk mengembangkan bank soal.
7.
Biaya
penyelenggaraan ujian dari pemerintah kabupaten/kota.
d.
Ujian akhir dalam bentuk ujian akhir
sekolah (UAS)
Dalam
hal ini :
1) Pusat
pengembangan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap jenjang
pendidikan.
2) Pusat
melakukan survei secara nasional tentang prestasi belajar siswa pada setahun sebelum
kelas berakhir.
3) Sekolah
menyusun kisi-kisi dan perangkat soal.
4) Perangkat
soal harus dikalibrasi dengan mengembangkan bank soal di setiap sekolah.
5) Propinsi
bersama-sama kabupaten/kota membina sekolah untuk mengembangkan SDM yang
profesional baik untuk mengembangkan kisi-kisi, perangkat soal maupun untuk
mengembangkan bank soal.
6) Propinsi
bersama-sama kabupaten/kota membina sekolah untuk memanfaatkan hasil-hasil UAS
untuk mengembangkan program perbaikan di masing-masing sekolah.
7) Sekolah
menyelenggarakan ujian akhir.
8) Biaya
penyelenggaraan ujian ditanggung sepenuhnya oleh sekolah.
e.
Jika tanpa diadakan ujian akhir
Dalam
hal ini :
1) Pusat
pengembangan kemampuan dasar yang bersifat nasional untuk setiap jenjeng
pendidikan.
2) Pusat
melakukan survei secara nasional untuk memantau perkembangan mutu pendidikan
secara makro di setiap daerah.
3) Sekolah
sepenuhnya bertanggung jawab dalam peningkatan mutu pedidikan di sekolahnya,
penyelenggaran program perbaikan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki
sekolah, dan sistem seleksi.
4) Pihak
kabupaten/kota melakukan pembinaan sekolah di wilayahnya masing-masing.
f.
Penyiapa soal ujian akhir
Tujuan
ujian akhir yang penting di antaranya adalah untuk :
1) Memantau
kualitas pendidikan.
2) Mendorong
agar sekolah selalu meningkatkan kualitas pembelajaran.
3) Menentukan
kelulusan
4) Menentukan
program perbaikan yang tepat
5) Memberikan
informasi ke masyarakat tentang pencapaian prestasi sekolah sebagai bentuk
akuntabilitas sekolah.
Materi ujian
akhir sesuai dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi adalah dengan
memilih sejumlah kemampuan dasar yang penting untuk di ujikan. Untuk materi
ujian harus mewakili semua standart kompetensi, sedangkan yang dipilih harus
kemampuan dasar yang penting yaitu yang peringkat peringkat pemahaman, aplikasi,
dan analisis sebesar 30%, 50%, dan 20% dengan batas lulus sebesar 75% menguasai
materi ujian. Apabila ada sekolah
yang tidak menggunakan kemampuan dasar nasional karena keterbatasan kemampuan
dan fasilitas maka mereka bisa memilih kemampuan dasar yang diujikan dan harus
melaporkan ke pusat agar daerah dan pusat dapat mengembangkan penyamaan skor
untuk membandingkan skor antar sekolah.
Kisi-kisi soal
ujian
No.
|
Standart
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Materi
Pelajaran
|
Indikator
|
Bentuk
Soal
|
Nomor Soal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagaimana caranya jika soal pilihan ganda 30 soal dan diberi bobot 50 bagaimana cara penskoran?
ReplyDelete