JAKARTA, KOMPAS.com – Belakangan, pemberitaan soal korupsi di Indonesia didominasi oleh dua nama: Muhammad Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti. Keduanya pergi ke Singapura dengan alasan sakit dan menjalani pemeriksaan di negeri itu.
Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Palembang. Nunun, isteri mantan Wakapolri Adang Darajatun, adalah tersangka kasus dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom. Dari Singapura, Nunun diduga kabur ke Kamboja atau Thailand. Paspor keduanya telah dicabut.
Sekadar mengingatkan, menurut catatan Indonesian Corruption Watch (ICW), bukan hanya dua orang itu saja yang kabur ke luar negeri dan menjadi buruan aparat penegak hukum. ICW mencatat, sejak 2001 ada 43 orang lainnya yang juga kabur ke luar negeri. Mereka seperti hilang ditelan bumi dan kasusnya seperti tenggelam.
"Ini merupakan daftar terduga, tersangka, terdakwa, terpidana, dugaan perkara korupsi yang diduga telah dan pernah melarikan diri ke luar negeri dari 2001 hingga saat ini," ujar aktivis ICW Tama S Langkun kepada Kompas.com di Jakarta, Minggu (3/7/2011).
Singapura adalah tujuan favorit karena Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan negara itu. Dari Singapura, beberapa di antara lalu pergi ke negara-negara lain. Berikut daftar 45 orang yang terjerat hukum Indonesia dan melarikan diri ke luar negeri:
1. Sjamsul Nursalim, terlibat dalam kasus korupsi BLBI Bank BDNI. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 6,9 triliun dan 96,7 juta dollar Amerika. Kasus Sjamsul masih dalam proses penyidikan. Namun kasusnya dihentikan (SP3) oleh Kejaksaan.
2. Bambang Sutrisno, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bambang lari ke Singapura dan Hongkong. Pengadilan memvonis Bambang in absentia.
3. Andrian Kiki Ariawan, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Andrian kabur ke Singapura dan Australia. Pengadilan kemudian memutuskan melakukan vonis in absentia.
4. Eko Adi Putranto, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS. Kasus korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Australia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis in abenstia 20 tahun penjara.
5. Sherny Konjongiang, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS bersama Eko Adi Putranto dan diduga merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Pengadilan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, in absentia.
6. David Nusa Wijaya, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Servitia. Ia diduga merugikan negara sebesar Rp 1,29 triliun. Sedang dalam proses kasasi. David melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ia tertangkap oleh Tim Pemburu Koruptor di Amerika.
7. Samadikun Hartono, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Modern. Dalam kasus ini ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp169 miliar. Kasus Samadikun dalam proses kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura.
8. Agus Anwar, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Pelita. Dalam kasus ini ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp. 1,9 triliun Kasusnya saat itu masih dalam proses penyidikan. Saat melarikan diri ke Singapura, ia diberitakan mengganti kewarganegaraan Singapura. Proses selanjutnya tidak jelas.
9. Sujiono Timan, kasus korupsi BPUI. Sujiono diduga merugikan negara 126 juta dollar Amerika. Proses hukum kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura.
10. Maria Pauline, kasus pembobolan BNI. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,7 triliun. Proses hukumnya masih dalam penyidikan dan ditangani Mabes Polri. Maria kabur ke Singapura dan Belanda.
11. GN (mantan direktur dan komisaris PT MBG). Ia menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasus masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.
12. IH (mantan direktur dan komisaris PT MBG). IH menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasusnya masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.
13. SH, (mantan direktur dan komisaris PT MBG). SH menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasusnya masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.
14. HH (mantan direktur dan komisaris PT MBG). HH menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasusnya masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.
15. Djoko S Tjandra, terlibat dalam kasus korupsi Cessie Bank Bali. Kasus ini merugikan negara Rp 546 miliar. Vonis PK 2 tahun penjara. Djoko melarikan diri ke Singapura dan masuk dalam DPO.
16. Gayus Tambunan, terlibat dalam korupsi/suap pajak. Ia merugikan negara sebesar Rp 24 miliar. Putusan pengadilan 7 tahun penjara. Sempat kabur ke Singapura, tetapi berhasil dibujuk oleh Satgas Anti Mafia dan kembali ke tanah air.
17. Anggoro Widjojo, kasus SKRT Dephut. Merugikan negara sebesar Rp 180 miliar. Dalam proses penyidikan ke KPK. Anggoro lari ke Singapura dan masuk dalam DPO.
18. Nunun Nurbaeti, kasus dugaan suap Cek Pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Kasus Nunun saat ini dalam tahap penyidikan di KPK. Istri Adang Daradjatun ini masuk dalam DPO. Terakhir dikabarkan ia lari ke Thailand.
19. Robert Dale Mc Cutchen, kasus Karaha Bodas. Rugikan negara senilai Rp 50 miliar. Ia masuk dalam DPO, lari ke Amerika Serikat.
20. Marimutu Sinivasan, kasus korupsi Bank Muamalat. Kasus ini merugikan negara Rp 20 miliar. Masuk dalam proses penyidikan Mabes Polri. Marimutu melarikan diri ke India.
21. Nader Thaher, terlibat kasus korupsi kredit Bank Mandiri oleh PT Siak Zamrud Pusako. Diduga merugikan negara senilai Rp 35 miliar. Nader divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara. Melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO.
22. Lesmana Basuki, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Lesmana divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW menyatakan tak jelas perkembangan terakhir kasus ini.
23. Tony Suherman, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Tony divonis 2 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW menyatakan tak jelas perkembangan terakhir kasus ini.
24. Hendra Rahardja, terlibat kasus korupsi BLBI Bank BHS. Kasus ini merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia divonis in absentia seumur hidup di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hendra meninggal di Australia pada 2003, dengan demikian kasus pidananya gugur.
25. Hartawan Aluwi, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
26. Hendro Wiyanto, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
27. Dewi Tantular, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
28. Anton Tantular, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.
29. Hesyam Al-Waraq, terlibat kasus Bank Century dengan kerugian negara Rp 3,11 triliun. Ia dikabarkan kabur ke Singapura dan Inggris.
30. Rasat Ali Rizfi, terlibat kasus Bank Century dengan kerugian negara Rp 3,11 triliun. Ia dikabarkan kabur ke Singapura dan Inggris.
31. Adelin Lis, terlibat dalam korupsi Kehutanan dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 119 miliar. MA memvonis 8 tahun penjara. Ia pergi ke China dan Australia, masuk dalam DPO.
32. Atang Latief terlibat dalam korupsi BLBI Bank Indonesia Raya dengan kerugian negara Rp 155 miliar. Kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Atang melarikan diri ke Singapura. Menurut ICW, masih berstatus terduga. Masuk daftar cekal. Proses hukum tidak jelas
33. Edy Tanzil, membobol Bank Bapindo Rp 1,3 triliun melalui perusahaanya PT. Golden Key. Sempat mendekan di LP Cipinang namun melarikan diri pada 4 Mei 1996. Ia dikabarkan lari ke China.
34. Hari Matalata, terlibat dalam kasus ekspor tekstil seniliai Rp 1,6 miliar. Ia divonis di MA. Ia melarikan diri ke Singapura dan masuk dalam DPO.
35. Muhammad Nazaruddin, diduga terlibat dalam kasus suap pembangunan wisma atlet Sea Games di Palembang. Diduga, negara dirugikan Rp 25 miliar. Kasus dalam proses penyidikan di KPK. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia masuk Singapura pada 23 Mei 2011, sehari sebelum Imigrasi menerbitkan surat pencekalan pada 24 Mei 2011.
36. KKT (Warga Negara Singapura), terlibat dalam dugaan korupsi jaringan komunikasi PT Telkom Divisi Regional Sulawesi Selatan. Ia diduga merugikan negara Rp 44,6 miliar. Kasusnya dalam penyidikan. Ia melarikan diri ke Singapura dan masuk daftar DPO.
37. Sukanto Tanoto, terlibat dalam dugaan korupsi wesel ekspor Unibank. Ia diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika. Ia lari ke Singapura. Menurut ICW, Sukanto masih terduga namun diberitakan menjadi tersangka. Proses hukum tidak jelas. (Nama Sukanto Tanoto dicabut dalam daftar ini. Kasusnya telah selesai. Baca: Sukanto Tanoto Telah Selesaikan Kewajibannya)
38. Lidya Muchtar, terkait kasus BLBI Bank Tamara. Tak tercatat asal perusahaannya. Ia melarikan diri ke China. Kasus tersebut dalam proses penyelidikan. Ia melarikan diri ke Singapura.Menurut ICW masih Lidya terduga. Masuk daftar cekal dan proses hukum tidak jelas.
39. Hendra Liem alias Hendra Lim, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.
40. Hendra alias Hendra Lee, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.
41. Budianto, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.
42. Amri Irawan, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.
43. Rico Santoso, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini rugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Amerika Serikat.
44. Irawan Salim, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Amerika Serikat.
45. Lisa Evijanti Santoso, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini rugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.
Muhammad Nazaruddin
MEDAN – Walau tersangka kasus korupsi
wisma atlit Sea Games, Muhammad Nazaruddin, telah meminta agar dirinya
dipindahkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, dan
mengancam akan tetap bungkam bila tidak segera dipindahkan.
Anggota Komisi III DPR RI, Nudirman Nudirman Munir mengatakan, sejak awal penangkapan Nazaruddin, hingga saat ini, dirinya sudah mencium berbagai kejanggalan dan keanehan dalam penanganan kasus ini.
“Iya, dari awal kan kita sudah menyampaikan. Apalagi negera kan sudah membiayai rumah tahanan khusus, jadi kenapa pula harus ditahan di Mako Brimob, kok bukan rumah tahanan negara yang dipakek untuk Nazaruddin. Ada apa dalam semua itu,” ujar Nudirman kepada Waspda Online, hari ini.
Menurut Politisi dari Partai Golongan Karya ini, pola penanganan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kasus Nazaruddin ini sama sekali tidak akan memberikan nilai tambah begi kinerja aparatur dan lembaga hukum di Indoensia, namun sebaliknya. “Masyarakat makin pesimis bila hukum akan ditegakkan secara adil, dan ini semakin dipertegas dengan kasus Nazaruddin ini, bahwa hukum di Indonesia ini sudah ‘tumpul’,” sebutnya.
Dicontohkan Nudirman, sejak awal Nazaruddin ditangkap sangat jelas terlihat adanya sesuatu yang sengaja ingin ditutupi dari kasus ini, karena sama sekali tidak ada media yang mengawal di pesawat, ketika Nazaruddin hendak dikembalikan dari Bogota, Kolombia ke Indonesia. Selain itu, lanjutanya, pengacara Nazaruddin juga tidak diizinkan mendampinginya di pesawat.
“Jadi kalau prosesnya sudah seperti ini, dan terus menerus dipertahankan seperti ini, penegakan hukum secara fair itu Cuma andai-andai saja,” tegasnya.
JAKARTA -
Pengusutan kasus Nazarudin kian hari kian mengkhawatirkan, sebab banyak sekali
kejanggalan dan ketertutupan yang terjadi sejak kabar tertangkapnya Nazarudin
di Kolombia dirillis ke media massa.Anggota Komisi III DPR RI, Nudirman Nudirman Munir mengatakan, sejak awal penangkapan Nazaruddin, hingga saat ini, dirinya sudah mencium berbagai kejanggalan dan keanehan dalam penanganan kasus ini.
“Iya, dari awal kan kita sudah menyampaikan. Apalagi negera kan sudah membiayai rumah tahanan khusus, jadi kenapa pula harus ditahan di Mako Brimob, kok bukan rumah tahanan negara yang dipakek untuk Nazaruddin. Ada apa dalam semua itu,” ujar Nudirman kepada Waspda Online, hari ini.
Menurut Politisi dari Partai Golongan Karya ini, pola penanganan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap kasus Nazaruddin ini sama sekali tidak akan memberikan nilai tambah begi kinerja aparatur dan lembaga hukum di Indoensia, namun sebaliknya. “Masyarakat makin pesimis bila hukum akan ditegakkan secara adil, dan ini semakin dipertegas dengan kasus Nazaruddin ini, bahwa hukum di Indonesia ini sudah ‘tumpul’,” sebutnya.
Dicontohkan Nudirman, sejak awal Nazaruddin ditangkap sangat jelas terlihat adanya sesuatu yang sengaja ingin ditutupi dari kasus ini, karena sama sekali tidak ada media yang mengawal di pesawat, ketika Nazaruddin hendak dikembalikan dari Bogota, Kolombia ke Indonesia. Selain itu, lanjutanya, pengacara Nazaruddin juga tidak diizinkan mendampinginya di pesawat.
“Jadi kalau prosesnya sudah seperti ini, dan terus menerus dipertahankan seperti ini, penegakan hukum secara fair itu Cuma andai-andai saja,” tegasnya.
Kejanggalan tersebut antara lain, tidak adanya informasi yang akurat tentang dengan siapa Nazarudin ketika tertangkap di Kolombia. Awalnya Nazarudin dikabarkan seorang diri, namun kemudian muncul isu Nazarudin berada di Kolombia bersama istri dan sepupunya.
Kejanggalan berikutnya adalah soal komposisi tim penjemput Nazarudin ke Kolombia. Siapa saja yang berangkat ke sana, dan apa yang dilakukan di sana.
“Komposisi tim Penjemput ini cukup penting untuk diketahui agar publik tahu bahwa tidak ada deal-deal tertentu yang dilakukan oleh tim penjemput dengan Nazarudin soal penanganan kasus ini,” ujar Juru Bicara Serikat Pengacara Rakyat Habiburokhman dalam siaran persnya kepada okezone di Jakarta, Jumat (12/8/2011).
Kejanggalan ketiga adalah simpang-siurnya kabar keberangkatan Nazarudin kembali ke Indonesia. Paling tidak sampai Jumat siang, Duta Besar Indonesia untuk Kolombia tidak berani memastikan kabar kepulangan Nazarudin tersebut.
Padahal beberapa pihak sudah memastikan keberangkatan Nazarudin ke Indonesia. Patut diduga bahwa ketidakjelasan kepulangan Nazarudin ini dimaksudkan untuk menutupi komposisi tim penjemput Nazarudin.
“Banyaknya kejanggalan dan ketertutupan informasi tersebut patut disesalkan, karena seharusnya sampai batas-batas tertentu publik berhak mendapatkan informasi yang jelas tentang masalah Nazarudin ini,” sesalnya.
Keterbukaan informasi jalannya suatu proses hukum kepada publik, menurut Habiburokhman, sangatlah penting untuk meyakinkan publik bahwa memang tidak ada penyimpangan atau bahkan rekayasa dalam penangan kasus tersebut.
“Kita tentu tidak ingin kasus Nazarudin ini akan berjalan seperti kasus Antasari, kasus Gayus Tambunan, dan kasus Susno Duaji yang terkesan sekali dibonsai untuk melindungi pihak-pihak tertentu,” tandasnya.
Dia menambahkan, kekhawatiran publik atas penanganan perkara ini semakin membesar karena praktis tidak ada satupun institusi penegak hukum termasuk KPK yang mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat .
Jika sebelumnya masyarakat cukup percaya pada KPK untuk menangani kasus-kasus yang penting, saat ini kepercayaan tersebut sudah sangat jauh menurun. Penyebabnya tak lain adalah ksasus dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan beberapa petinggi KPK. Terlebih lagi dugaan pelanggran Kode Etik tersebut justru menyangkut pertemuan pejabat-pejabat KPK dengan Nazarudin.
“Perlu kami tekankan bahwa saat ini sudah sangat sulit bagi pemerintah untuk kembali meraih kepercayaan publik. Seruan Presiden SBY dan beberepa petinggi Demokrat agar pengusutan kasus Nazaruddin dilakukan secara terbuka terkesan hanya merupakan retorika normatif belaka. Sebab faktanya kejanggalan dan ketertutupan justru terjadi sejak awal tertangkapnya Nazaruddin,” tandasnya.
(ful)
JAKARTA - Proses hukum terhadap tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games, Palembang, Muhammad Nazaruddin mulai berjalan.
Namun tak sedikit pihak yang mengkhawatirkan akan terjadi intervensi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama menjalani proses penyidikan terhadap Nazaruddin.
Menkopolhukam Djoko Suyanto meyakini KPK tidak akan mudah dipengaruhi oleh pihak manapun termasuk pemerintah.
"Memang KPK mau diintervensi, KPK proses hukumnya tidak bisa diintervensi kita berharap tidak boleh diintervensi," ujar Djoko usai berbuka puasa bersama di kediaman Ketua DPD RI di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (20/8/2011) malam.
Dia berharap Institusi penegak hukum pimpinan Busyro Muqoddas itu kokoh dari tekanan pihak manapun yang bisa mengaburkan proses hukum Nazaruddin. Terkait kunjungan sejumlah anggota DPR untuk menjenguk Nazaruddin di Mako Brimob, menurutnya bukanlah bentuk intervensi.
"Ya enggak lah (intervensi). Kalau dia (anggota DPR) mau masuk kesana silakan saja," tutupnya. (put)
(hri)
Ketua Divisi Monitoring Pelayanan
Publik Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama Langkun mengatakan kemunduran
Johan Budi dipastikan mengganggu keseimbangan atau proses penanganan perkara
Nazaruddin.
“Kemunduran (Johan Budi) dan
diapapun yang ada di KPK dipastikan akan mengganggu (kasus Nazaruddin). Karena
ada proses internal. Ini kan seolah-olah pihak KPK menolak merespon perkara
Nazaruddin,” kata Tama.
Lebih lanjut Tama menyatakan, KPK
harus fokus dalam penanganan perkara kasus Nazaruddin, untuk mempersiapkan
lebih matang perkara yang akan diperdebatkan. KPK juga harus solid dalam
komunikasi harus berjalan dan jangan sampai bertentangan.
“Kalau ada tudingan dari luar
seharusnya jangan menjadi goyah. Tetapi tetap fokus dan biarkan itu (proses
penanganan kasus Nazaruddin) berjalan. KPK harus tunjukkan jangan kalah dari
Nazarudin. Silahkan tunjukkan bukti, bukan klarifikasi,” ujarnya. (TR/Fitriya)
No comments:
Post a Comment