Saturday 30 August 2014

Sejarah



Kaum Muda dalam Pentas Sejarah Bangsa

Dalam konteks historiografi kemerdekaan Indonesia dan masa-masa revolusi sesudahnya terdapat dua sudut pandang yang diametral. Sudut pandang pertama mengasumsikan bahwa proses sejarah yang mengalir didominasi oleh peran kaum “politisi tua” yang dimotori tokoh-tokoh eks pergerakan nasional. Alur historiografi ini berawal dari studi Kahin yang cukup monumental: Nationalism and Revolution in Indonesia (Kahin dan Turnan, 1952).
Sudut pandang yang kedua dikemukakan oleh Benedict Anderson dalam The Pemuda Revolution: Indonesian Politics 1945-1946. Secara kontroversial, Anderson menempatkan pemuda pada posisi dominan dalam sejarah perjuangan Indonesia. Tesis ini dikuatkan oleh John D. Legge dalam The Following of Sjahrir (John D. Legge, 1968). Secara simplikatif, bahkan, aliran behavioral dalam sejarah politik pernah berkomentar dengan nada berkelakar bahwa “Soekarno dan Hatta tidak akan pernah memproklamirkan kemerdekaan seandainya mereka tidak diculik dan disimpan di Rengasdengklok  oleh para pemuda saat itu”.
Terlepas dari perdebatan tersebut, realitas historis memang telah menunjukkan bahwa perkembangan kehidupan kebangsaan di Nusantara tidak pernah sepi dari peranserta kaum muda. Dalam hal ini perlu diingat bahwa keterlibatan para founding fathers seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, dan lain-lain juga diawali dari perjuangan masa mudanya dalam merintis persatuan dan kesatuan melalui organisasi-organisasi yang didirikannya.
Demikian pula bila kita flashback ke lintasan sejarah sebelunya, menengok kiprah generasi “Soempah Pemoeda” sebagai pelopor awal lahirnya semangat nasionalisme dan kebangsaan. Statemen Sumpah Pemuda tentu bukanlah kata-kata kosong yang muncul dengan sendirinya. Akan tetapi, secara historis merupakan konsensus suatu generasi yang lahir lewat proses sejarah yang panjang. Hal ini akan tampak dengan jelas apabila menyimak potret sejarah pergerakan kaum muda Indonesia yang merupakan bagian integral dari pergerakan nasional bangsa Indonesia pada umumnya.
Pergerakan kaum muda di Indonesia diawali dengan munculnya organisasi-organisasi yang didasarkan atas sentimen-sentimen primordialitas, baik sentimen keagamaan, golongan, maupun kesukuan atau kedaerahan. Sebagai contoh dapat disebutkan di sini, misalnya Jong Islamiten Bond, Perhimpunan Pemuda Budhis, Sekar Rukun, Angkatan Muda Kereta Api di Bandung, Jong Java, Jong Sumatraen Bond, Jong Celebes, dan masih banyak organisasi lainnya. Meskipun organisasi-organisasi ini telah bergerak menentang kolonialisme, namun gerakan-gerakan mereka masih didasarkan atas kepentingan-kepentingan yang bersifat primordial.
Angin segar mulai berhembus ketika sebagian besar organisasi pemuda tersebut hadir dalam Kongres Pemuda Indonesia I di Jakarta pada tanggal 30 April-2 Mei 1926. Sebagai suatu rangkaian sejarah, kongres ini dianggap penting, karena secara langsung maupun tidak langsung banyak memotivasi dan mengilhami kegiatan-kegiatan kaum muda saat itu. Terbentuknya Jong Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1926 merupakan salah satu bukti yang memperkuat asumsi ini.
Sebagai follow up dari kongres tersebut, pada tanggal 26-27 Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda Indonesia II. Kongres ini merupakan tonggak sejarah baru bagi perkembangan pergerakan kepemudaan dan pergerakan nasional umumnya. Dalam kongres ini para pemuda berhasil mencetuskan ikrar Sumpah Pemuda –sebagai kebulatan tekad bangsa Indonesia—yang sekaligus mendobrak sentimen-sentimen primordialitas untuk mewujudkan cita-cita perjuangan, satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa persatuan, dan satu tekad: Indonesia Merdeka ! Fenomena Sumpah Pemuda ini merupakan cikal bakal eksistensi bangsa, karena dalam ikrar itu tercermin komitmen baru bangsa Indonesia tentang persepsi tanah air, kebangsaan, dan integritas kebahasaan secara nasional.
Semenjak ikrar Sumpah Pemuda itu, pergerakan kaum muda lebih menunjukkan kejelasan visi dan orientasinya. Hal ini antara lain terlihat dengan diadakannya fusi antara organisasi-organisasi pemuda seluruh Indonesia pada tanggal 24-28 Desember 1928. Aktivitas ini pun berlanjut dengan diselenggarakannya Kongres Pemuda Indonesia III di Yogyakarta pada tanggal 15 Juli 1938. Kongres ini antara lain menghasilkan kesepakatan untuk membentuk gabungan organisasi kepemudaan yang kemudian menjadi Persatuan Pemuda Indonesia (Perpindo).
Secara historis, rangkaian peristiwa tersebut merupakan momentum sejarah yang tak terpisahkan dari perjalanan panjang perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dalam bahasa Anderson, kemerdekaan Indonesia itu bahkan disebutnya sebagai suatu “pemuda revolution” (Andersen, 1967). Lantas bagaimana semangat Sumpah Pemuda itu dikonkretisasi dan diaktualisasikan kembali dalam konteks kekinian? Era reformasi sungguh telah melahirkan sejumlah tantangan yang sekaligus peluang serta harapan baru bagi kaum muda untuk berkiprah. Sejumlah persoalan bangsa kini menanti peran nyata kaum muda. Kemiskinan, pengagguran, keterpurukan, degradasi moral, korupsi, konflik sosial, dan sejumlah persoalan yang kian menumpuk. Mampukah kaum muda tampil di garda depan menjawab tantangan zaman? Kini saatnya kaum muda “unjuk gigi”, merefleksikan kembali semangat “Sumpah Pemuda” dalam konteks tantangan masa kini.
http://www.demosindonesia.org/laporan-utama/4772-kaum-muda-dalam-pentas-sejarah-bangsa.html

Kaum Muda Penggerak “Revolusi Indonesia”

Jika Karl Marx memercayakan perubahan pada perjuangan “kelas” dan Max Weber mengalamatkannya pada “aliran kultural”,adalah Ortega Y Gasset yang memercayai “kaum muda” sebagai agen perubahan. Pandangan terakhir ini memperoleh perwujudan historisnya di Indonesia.
“Akhirnya,” tulis Ben Anderson, “saya percaya bahwa watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya memang ditentukan oleh “kesadaran pemuda” ini.” Mohammad Hatta, sebagai pengamat yang terlibat, mengajukan pertanyaan retoris, “Apa sebabnya pemuda-pemuda, mahasiswa Indonesia, secara aktif ikut berpolitik?” Lantas ia jawab sendiri, “Kalau mahasiswa Belanda, Perancis, dan Inggris menikmati sepenuhnya usia muda yang serba menggembirakan, pemuda Indonesia harus mempersiapkan diri untuk suatu tugas yang menuntut syarat-syarat lain. Tidak ada jalan lain yang sudah siap dirintis baginya; tidak ada lowongan pekerjaan yang sudah disiapkan baginya. Sebaliknya dia harus membangun mulai dari bawah, di tengah-tengah suasana yang serba sukar, di tengah-tengah pertarungan yang penuh dendam dan kebencian. Perjuangan kemerdekaan yang berat membayang di depannya, membuat dia menjadi orang yang cepat tua dan serius untuk usianya.”
Bung Hatta menyodorkan alasan lain yang menggelitik. Fakta bahwa sebagian besar pemimpin kaum muda ini berasal dari kalangan pegawai tinggi dan kelas berada tidak menyurutkan mereka untuk berjuang. Sebaliknya, sikap orangtua mereka yang terpaksa oleh sistem kepegawaian kolonial untuk berdiam diri, berbohong, dan berbicara yang enak-enak saja tentang masalah politik dan kolonial, memperlihatkan betapa Bapak mereka merupakan lambang ketidakjujuran dan ketidakberdayaan abadi. Maka, tak segan-segan mereka berontak-menyempal, “dari kumpulannya terbuang”.
Maka panggung politik pergerakan diwarnai tiga aliran ideologi besar, yakni Islam, Nasionalisme, dan Komunisme. Pada tiga aliran ideologi pegerakan itu bertabur tokoh-tokoh muda yang hebat di masanya. Sebutlah nama Douwes Dekker, dr Soetomo, dr Tjiptomangoenkoesoemo, Soetatmo Soeriokoesoemo, Semaoen, HOS Tjokroaminoto, Tan Malaka, H Agus Salim, Abdul Muis, Soekarno, Hatta, Sjahrir, maupun tokoh seperti Amir Sjarifudin (mantan perdana menteri yang ikut dalam Perundingan Renville dan belakangan ditembak mati 31 Oktober 1948 karena terlibat pemberontakan PKI Madiun -lihat Abu Hanifah, Revolusi Memakan Anak Sendiri: Tragedi Amir Sjarifudin, Prisma Agustus 1977) atau tokoh muda yang namanya tak muncul dalam buku sejarah resmi karena politik Orde Baru yang kerap menyembunyikan peran mereka.
Pada masa itu, generasi muda tidak jauh beda dengan anak muda gaul sekarang yang bermimpi untuk berbaju safari, menjadi pegawai negeri, ambtenaar, yang mengharapkan pensiun dan status sosial di masyarakat. Perguruan tinggi favorit pada masa itu bukanlah THS di Bandung, ataupun STOVIA (sekolah kedokteran) di Jakarta, melainkan OSVIA (sekolah pamong praja, kini STPDN atau IPDN). Para orang tua mereka yang umumnya priyayi feodal sangat mengharapkan anak-anak mereka dapat meneruskan karier ambtenaar di pemerintahan kolonial. Para priyayi takut anak-anaknya tidak akan dapat hidup layak bila tidak menjadi ambtenaar. Tidak ada ide-ide kemerdekaan di benak mereka, yang ada hanyalah slogan “muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”. Lain hal Soekarno, Hatta, Tan Malaka dan anak muda pergerakan lainnya adalah minoritas di tengah massa anak muda priyayi yang mengantri di loket pendaftaran OSVIA.
Generasi tokoh muda di atas adalah politisi dalam arti sesungguhnya: Mereka membentuk gerakan dan berlanjut menjadi partai politik, mendidik masyarakat, baik langsung melalui rapat-rapat umum terbuka dan kursus-kursus kader partai, pengajaran di sekolah swasta, maupun tidak langsung, yakni lewat pamflet dan surat kabar.
Menariknya, setiap partai memiliki surat kabar, bahkan cabang partai pun menerbitkan surat kabar, cukup maju untuk keadaan saat itu. Sejak awal mereka paham betul bahwa melalui media massa, penyebaran gagasan dan konsep kemerdekaan lebih luas dan efektif. Tokoh muda yang disebut di atas juga dikenal sebagai penulis andal.
Beberapa contoh karya terbaik tokoh muda saat itu antara lain karya Sukarno: Nasionalisme, Islam, dan Marxisme, 1926; Indonesia Menggugat (Pidato Bung Karno di Pengadilan Bandung, 1930), Tulisan Hatta: Indonesiae Vrij; HOS Tjokroaminoto: Islam dan Sosialisme; Sjahrir: Perjoeangan Kita; Tan Malaka: Materialisme, Dialektika, dan Logika (Madilog). Tokoh muda di masa pergerakan nasional sudah matang itu memikirkan bagaimana Hindia Belanda (Indonesia) bisa merdeka dan bagaimana kemerdekaan itu harus diraih, cara dan strategi apa yang diambil serta landasan atau dasar apa bagi bangsa yang merdeka kemudian. Tak heran, perdebatan mengenai ideologi menjadi amat menarik. Romantisme perjuangan itu menyebabkan mereka bersedia menjadi martir. Maka, mereka pun siap dipenjara atau dibawa ke pengasingan, bahkan hingga dikirim ke Boven Digul.
Usia Muda Memimpin Partai
Menjadi pemimpin di usia muda. Itulah yang terjadi dalam masa pergerakan.Tokoh-tokoh muda yang memiliki latar belakang pendidikan cukup baik telah mendirikan dan memimpin partai maupun organisasi pergerakan, karena mereka sadar melalui wadah organisasilah, tujuan-tujuan perjuangan–terutama kemerdekaan—bisa dicapai.
Sedikit contoh dari mereka, HOS Tjokroaminoto yang menjadi guru politik bagi Sukarno meneruskan kepemimpinan H Samanhudi dalam Sarekat Islam dalam usia muda (lihat Deliar Noer; Gerakan Modern Islam di Indonesia, LP3 ES, 1982). Sukarno membentuk dan memimpin Partai Nasional Indonesia, PNI, (lihat Bernhard Dahm; Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3ES, 1987 ).
Tokoh muda yang cukup spektakuler pada zamannya adalah Semaoen. Dalam usia yang masih sangat muda (sekitar 18 tahun) ia sudah memimpin Sarekat Islam (SI) Semarang bersama rekannya, Darsono. Setelah melalui perdebatan panjang, karena ketertarikannya pada gerakan sosialisme/ISDV ia pun berpisah dengan SI dan mendirikan Persyarekatan Komunis India (PKI) tahun 1920 dan menjadi ketua pertama. Baru di tahun 1921 organisasi itu berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia/PKI dengan Tan Malaka sebagai Ketua (lihat Suradi; Haji Agus Salim dan Konflik Politik dalam Sarekat Islam, Pustaka Sinar Harapan, 1997).
Selain kepemimpinan muda sejak awal, sejarah pergerakan dan masa selanjutnya memberi pelajaran berharga bagi para politisi, khususnya dalam mengembangkan demokrasi. Perbedaan pendapat dan konflik yang memuncak pada perpecahan partai, juga menjadi hal biasa di masa itu, tapi solusi atas konflik diselesaikan secara demokratis. Ada forum perdebatan dan akhirnya voting seperti dalam kasus SI Merah dan SI putih. Tidak ada kekerasan, apalagi merusak kantor partai.
Sikap hidup sederhana juga mengajarkan pada kita–khususya kaum muda di partai— bahwa menjadi pemimpin merupakan tanggung jawab yang harus dijalankan secara amanah. Pemimpin kala itu hidup sederhana dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
Akankah generasi muda–terutama yang aktif dalam gerakan-gerakan menuntut porsi kaum muda menjadi pemimpin—mau belajar dari sejarah, tidak ada yang salah. Sejarah bisa memberi arah bagaimana masa depan yang lebih baik itu harus diperjuangkan secara konseptual, terarah, dan dengan kerja keras. Mungkin masa depan yang lebih baik itu baru bisa dinikmati anak cucu kita. Tapi, kalau tidak dari sekarang, kapan lagi?
Referensi :
1.      Yudi Latif, “Pergerakan Indonesia Muda”, Kompas, 26 Oktober 2007
2.      Suradi, “Sejarah yang Harus Menjadi Arah”, Sinar Harapan, 05 November 2007
3.      Alfanny, Kiprah Pemuda, gusmus.net

Peranan Pemuda dalam Sejarah Perjuangan Bangsa

Dalam sejarah perjuangan bangsa, kepeloporan pemuda selalu tampil sebagai kekuatan penentu. Mereka adalah kelompok intelektual yang karena usia dan tingkat perkembangannya, memiliki idealisme yang tinggi, semangat pengabdian tanpa pamrih, dan rela berkorban demi kepentingan bangsa. Meskipun berasal dari latar belakang sosial, budaya, organisasi, bahkan ideologi yang berbeda, namun karena persamaan nasib sebagai bangsa yang dijajah, mereka menyatukan diri sebagai satu bangsa dan dalam kesatuan itu mereka berjuang bersama-sama melawan penjajah.
Upaya pembentukan bangsa Indonesia sebagai nation telah dirintis oleh para pemuda pada awal abad ke-20, yaitu menumbuhkan kesadaran nasional di kalangan rakyat melalui organisasi-organisasi pergerakan nasional. Pergerakan nasional merupakan alternatif baru perjuangan untuk menghapuskan penjajahan setelah cara lama yaitu perjuangan bersenjata, mengalami kegagalan. Kevakuman dalam kepemimpinan perjuangan setelah para raja dan bangsawan berhasil dipaksa oleh Belanda menandatangani korte verklaring, diisi oleh para pemuda. Sebagai golongan terpelajar, mereka belajar dari sejarah. Kegagalan perjuangan masa lalu memberi pelajaran para mereka, bahwa perlawanan yang terpisah-pisah dan hanya bertumpu pada kharisma pemimpin tidak mungkin berhasil mengalahkan penjajah. Karena itu dicari taktik yang sepadan dengan taktik yang dipakai penjajah. Karena Belanda berhasil menanamkan kekuasaannya dengan taktik memecah belah, maka untuk melawannya harus dipergunakan taktik persatuan. Untuk itu rasa persatuan perlu ditanamkan dengan menyadarkan rakyat bahwa mereka itu memiliki persamaan nasib sebagai bangsa terjajah. Sebagai wadah, dipergunakan organisasi modern, melalui mana kesadaran sebagai satu bangsa ditanamkan secara berangsur-angsur.
Para pemudalah yang mempelopori bangkitnya pergerakan nasional. Buktinya, organisasi-organisasi yang dapat dikatakan pelopor pergerakan nasional semuanya didirikan oleh pemuda. Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islan (SDI) pada tanggal 16 Oktober 1905 ketika ia baru berusia 27 tahun. Ia lahir pada tahun 1878.1) Sutomo baru berusia 20 tahun (lahir 30 Juli 1888)2) ketika mendirikan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Suwardi Suryaningrat yang kemudian dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara baru berusia 20 tahun ketika mendirikan Indische Partij pada tahun 1912 bersama-sama Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo.
Tokoh-tokoh lain pun mulai aktif dalam pergerakan nasional pada usia yang masih muda. Muhammad Hatta mulai memimpin Perhimpunan Indonesia ketika usianya baru mencapai 21 tahun. Ketika menghadiri sidang Liga Anti Kolonialisme di Paris, usianya baru 23 tahun. Agus Salim dan Cokroaminoto mulai aktif memimpin Sarekat Islam pada umur 22 tahun. Soekarno tampil sebagai tokoh pergerakan nasional pada umur 22 tahun dan menjadi ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) pada usia 26 tahun. Muhammad Yamin ketika ikut merumuskan Sumpah Pemuda di tahun 1928, umurnya baru 22 tahun. Ia mulai aktif dalam Jong Sumatranen Bond pada usia 19 tahun.3)
Dari uraian di atas, ingin ditampilkan peranan pemuda dalam sejarah pembentukan bangsa Indonesia sebagai nation. Merekalah yang pertama menemukan konsep persatuan sebagai satu bangsa, pada awal abad ke-20. Peristiwa itu dapat disebut sebagai lahirnya bangsa Indonesia dalam bentuk idea. Dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, bangsa Indonesia tidak lagi berupa idea, melainkan telah menjelma menjadi konsep, karena telah memiliki batasan yang jelas. Konsep bangsa Indonesia menjadi aktual dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan merupakan saat lahirnya bangsa Indonesia secara aktual, juga karena peranan pemuda yang waktu itu bergabung dalam berbagai kelompok, seperti kelompok pelajar, kelompok Peta, kelompok mahasiswa maupun kelompok pemuda lainnya.
Kepelopran pemuda juga merupakan kekuatan yang menentukan dalam perjuangan mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia, terhadap rongrongan dari luar seperti pada periode Perang Kemerdekaan, dan rongrongan dari dalam seperti G 30 S/PKI tahun 1965.
Daftar Referensi:
1)  Mulyono dan Sutrisno Kutoyo. 1980. Haji Samanhudi. Jakarta: Depdikbud, hal. 31
2)  Tamar Djaja. 1951. Orang-Orang Besar Tanah Air. Jakarta: KPPKRI, hal. 154
3)  William H. Frederick dan Soeri Soeroto. 1982. Pemahaman Sejarah Indonesia, Sebelum 
     dan Sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES, hal. 421
Sejarah Ringkas Pergerakan Kaum Muda di Zaman Belanda.
Setelah berpuluh-puluh tahun bahkan beratus tahun kaum muda negeri ini membaca sejarah yang terbentang di tanah airnya sendiri (1  akhirnya merekapun berpikir: bahwa kekalahan-demi kekalahan ini bermula dari terkotak-kotaknya bangsa Melayu Hindia Belanda (Indonesia) dalam kotak bangsa-bangsa, atau jika dilihat dalam satu kesatuan Hindia Belanda, terkotak dalam suku-suku.”Pertempuran yang sendirian, memberikan efek sementara dan semata-mata hanya menghasilkan sensasi yang tidak bertahan lama”(2. , tulis Lenin. Ternyata bangsa Nusantara ini adalah satu bangsa besar. Namun munculnya kesadaran akan satunya bangsa besar ini terbetik dari banyak kesadaran yang walaupun terlambat, tidak mengurangi nilai perjuangan itu. Salah satunya tergambar dari keinginan RA Kartini, seorang gadis bangsawan Jawa dari Jepara, yang memperoleh beasiswa untuk sekolah di Belanda. Tetapi karena pandangan keluarga Jawa (keluarga RA Kartini) yang sempit dan memandang rendah anak perempuan, keinginan Kartini ingin melanjutkan sekolah dengan beasiswa itu ingin diberikannya. seorang pemuda dari Sumatera yang bernama Agus Salim yang menjadi juara I di sekolah HBS di Jakarta tahun 1903. Salim ingin melanjutkan sekolah ke fakultas kedokteran di negeri Belanda. Tetapi karena orang tua Salim hanya mempunyai gaji sebulan hanya 150 gulden, sedangkan biaya sekolah Salim selama menjadi mahasiswa menghabiskan biaya 4800 gulden. Dalam suratnya RA Kartini yang gagal melanjutkan sekolah, tetapi mendapat anugerah beasiswa menulis surat kepada Nyonya Abendanon,(sahabat pena dan gurunya) tanggal 24 Juli 1903, agar beasiswa yang diperuntukkan kepadanya dialihkan kepada Agus Salim, seoranng pemuda cerdas dari Sumatera. Tetapi sampai dua tahun masalah itu tak menemukan akhir yang jelas.  Akhirnya Snouck Hurgronje menawarkan kepada Salim untuk menjadi Kepala Konsulat Hindia Belanda di Jedah tahun 1906.(3 
            Rasa persaudaraan yang tinggi dari kalangan intelektual dan kaum terpelajar Indonesia waktu itu, mampu mendorong rasa saling membantu di antara mereka. Sifat gotongroyong dan jiwa persatuan ini kemudian berkembang dengan lahirnya berbagai organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Celebes di samping lahir pula Jong Islamiten Bond dlsb. Di samping organisasi pemuda dan mahasiswa tersebut, lahir pula organisasi-organisasi yang bersifat politik dan social(kemasyarakatan) yang bernama Sarekat Islam, Partai Komunis Hindia Belanda, ada juga organisasi lain seperti ISDP (Indische Sociaal Democratische Partij, Theosofische Vereeniging (Perkumpulan Teosofi) dan Nederland Indische Virijninningen Bond (NIVB) dimana Salim pernah memasuki organisasi itu sebelumnya (4. Sarekat Islam atau yang kemudian menjadi PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia) lahir dari seorang ulama di Jawa Timur, yang bernama Cokroaminoto. Ia menjadi guru bangsa yang mendidik banyak tokoh kemerdekaan seperti Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Kemampuan para pemuda Indonesia berpikir dan membuat konsep saat itu, melahirkan “Sumpah Pemuda” pada bulan Oktober 1928, adalah satu prestasi besar dan sangat gemilang yang dicapai generasi muda saat itu.  (5
           Pada saat yang sama di Rusia tengah terjadi  pergolakan kaum muda yang dipelopori mahasiswa di Moskow dan St Petersburg.Di Rusia pergolakan mahasiswa terjadi menjelang tahun 1900 guna menumbangkan kekuasaan Tsar Rusia yang berkuasa sangat otoriter. Mahasiswa memakai slogan “raznochinets” yang berarti demokrasi yang bukan hanya berkonotasi politik, tetapi juga mengarah ke pengertian ekonomi dan budaya. Dengan semboyan ini pada1901-1902 para mahasiswa meninggalkan rumus-rumus universitas dan turun ke jalan, mereka memakai idiom-idiom yang biasa digunakan para politikus dalam membungkam lawan politik mereka menentang Tsar di Rusia. Mahasiswa Indonesia menyaksikan dengan mendengar radio pergolakan mahasiswa di Rusia itu, dan mereka bangkit melawan penjajah Belanda untuk menuntut kemerdekaan. Jika ditelusuri lebih dalam “Sumpah Pemuda” adalah cikal bakal lahirnya kata merdeka atau dalam  bahasa Rusia “Raznochinets” adalah padanan kata demokrasi yang mengandung makna merdeka (terlepas dari kungkungan, penjajahan dan pengawasan) orang lain.  
          Sejarah Ringkas Pergerakan Kaum Muda di Zaman Soekarno (Orde Lama).
             Di zaman Soekarno, setelah kemerdekaan, bangsa kita mendapat durian runtuh dengan serangan Belanda dalam argesi I 1947 dan agresi ke II 1949, dimana seluruh rakyat dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) bahu membahu dan bersatu padu dalam mempertahankan  kemerdekaan RI. (6 , patut disimak bahwa dalam masa-masa menjelang kemderkaan, perjuangan kaum muda dengan mahasiswa sebagai obor penerang utamanya, mampu melahirkan konsep-konsep yang begitu berilian dengan melahirkan Pancasila sebagai simbol pemersatu bangsa, kemudian penyusunan UUD 1945 sebagai landasan bernegara dan dasar hukumnya.
Akan tetapi berkah “durian runtuh” itu kemudian remuk dan hancur berkeping-kepeing ketika persoalan agresi Belanda telah selesai, Pemilu pertama yang diadakan pertamakalinya tahun 1955 dengan prestasi “Pemilu” paling jujur dan paling elegan dan jentelman selama Indonesia merdeka (sampai hari ini)(7  tiada artinya ketika kekuasaan Soekarno semakin absolut.  Soekarno melarang  mendengar musik Barat yang digambarkan sebagai music ngak-ngik-ngok, Soekarno tak membplehkan ber cas-cis-cus berbahasa asing. Siaran  radio luar negeri tidak didengar, film Amerika tidak ditonton dan setiap warga Negara Indonesia dilarang  bergaul akrab dengan orang asing. Dan yang paling tragis adalah  tidak boleh berbeda pendapat dengan pemerintah yang mengingatkan rakyat kembali ke dalam penjara ketidakkebebasan seperti di zaman kolonial.
               Maka penolakan terhadap Soekarno pun terjadi di akhir-akhir masa kekuasaannya, karena pada awalnya mahasiswa (kaum muda) belum pernah menghadapi perlawanan (pembangkangan) terhadap penguasanya sendiri di era Indonesia merdeka. Pada tahun 1960 terjadi pergolakan mahasiswa di Korea Selatan, presiden Syngman Rhee didemo oleh mahasiswa, karena kecurangan dalam Pemilu, pada 26 April 1960, Syngman Rhee dituntut mundur dari jabatan presiden. Akan tetapi tuntutan mahasiswa dibalas oleh tembakan militer secara membabi buta dari istana Syngman Rhee.Setelah penembakan itu, mahasiswa semakin berani dan menduduki istana presiden yang ketika itu dijuluki “Blue House”. Syngman Rhee akhirnya jatuh dan diungsikan oleh pasukan Amerika dan menerima suaka dari  negara superpower tersebut. Selama memerintah, sebagai diungkapoleh King Yong Kap, Deputy Menteri Keuangan Korea Selatan mengatakan: “Selama memerinah Rhee telah menggelapkan uang pemerintah sebanyak $ 20 juta. Sementara Rhee jatuh, di Jakarta(khususnya) dan Indonesia umumnya, terjadi krisis kaum intelektual. Krisis ini dihasilkan oleh Demokrasi Terpimpin.Untuk membungkam kritik, terhadap pemerintah,  maka pers pun dibungkam, suara kaum intelektual dan tokoh-tokoh politik keras dipenjara. Setiap perkumpulan dan pertemuan ilmiah diawasi oleh intel dan tentara.(8  
               Enam tahun setelah kejatuhan Rhee di Korea Selatan, Soekarno pun menghadapi tuntutan yang sama, munculnya gerakan massal mahasiswa dengan tuntutan TRITURA 10 januari 1966, di tengah hancurnya ekonomi Orde Lama akibat korupsi, hanya beberapa bulan setelah terjadinya kudeta PKI yang gagal 30 September 1965, telah mengakhiri kekuasaan Soekarno yang otoriter. Mewngikuti jejak kekuasaan Tsar Rusia di bulan Oktober 1917, dan presiden Korea Selatan Syngman Rhee April 1960. 
 
                  Sejarah Ringkas Pergerakan Kaum Muda di Zaman Soeharto (Orde Baru).
   
               Dikira situasi politik di tahun 1966 setelah tumbangnya Soekarno, akan lebih baik dan rakyat akan memperoleh perhatian dari penguasa. Kenyataannya sama saja dibanding Orde Lama. Kondisi ekonomi secara nasional memang jauh lebih baik dibanding pada masa pemerintahan Soekarno. Hanya saja, terjadi ketimpangan-ketimpangan sosial dan munculnya kaum miskin baru perkotaan maupun pedesaan. Maka akibat investor masuk (terutama Jepang) dengan bantuannya yang mengikat,(9  gerakan MALARI pecah pada tanggal 15 Januari 1974. Perdana Menteri Jepang saat itu, Kakuei Tanaka dilarikan dengan pesawat Helikopter dari Halim Perdana Kusuma ke istana Negara dan begitu pula sebaliknya, hanya untuk bertemu dengan presiden Soeharto. Akan tetapi gerakan Malari, hanyalah sebuah rekayasa dari penguasa yang sengaja menciptakan gerakan tersebut untuk mencari kambing hitam atau memancing reaksi mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Baru yang baru beberapa tahun berdiri. Harian Indonesia Raya Harian Pedoman dan beberapa media lain dibreidel, dan Pemrednya Mochtar Lubis, Mahbub Junaidi dijebloskan ke penjara.
          Tahun 1988, terjadi penyempurnaan tekanan gerakan mahasiswa dimana Orde Baru lewat menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Dr.Daoed Joesoef memberlakukan NKK/BKK., yang pada intinya bahwa mahasiswa diharamkan berpoilitik. Setiap mahasiswa diwajibkan memiliki IP minimal 3.00 atau lebih. Keadaan ini membuat para mahasiswa semakin gerah, karena gerakan mereka seakan dibatasi dan dipaksa untuk suntuk (fokus) ke mata kuliah di kampus  Suara-suara pers dan tokoh yang mengeritik pemerintah dibungkam. Maka terjadilah pencabutan SIUPP berbagai media pers seperti Majalah Tempo, Detik, Prioritas, Sinar Harapan, dlsb. Menjelang tahun 1990 terjadi pula kekerasan yang lain, yaitu dipaksanya ormas-ormas baik masyarakat, politik dan mahasiswa untuk menganut “azas Tunggal” yaitu Aazas Pancasila. Yang menyimpang dari itu diintimidasi dan disingkirkan bahkan terjadi aksi kekerasan terhadap ormas-ormas yang masih mencoba membangkang (mbalelo) terhadap pemerintah. Salah satunya adalah peristiwa penyerangan terhadap kantor PDIP pada 27 Juli 1996. Hanya beberapa tahun kemudian terjadilah krisis ekonomi, tepatnya pada awal 1997 dan memburuk sampai akhir tahun.
              Di awal tahun 1998, mahasiswa semakin resah dan berani mengadakan demonstrasi ke berbagai pusat kekuasaan, seperti gedung DPR dan istana Negara. Sampai akhirnya terjadi penembakan empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998, sewaktu presiden Soeharto berada di Kairo Mesir menghadiri KTT Perubahan Iklim. Penembakan mahasiswa Trisakti itu, ternyata juga sama dengan peristiwa tumbangnya presiden Syngman Rhee di Korea Selatan, yang hanya beberapa hari setelah penembakan mahasiswa, istana presiden Korea langsung dfiserbu. Di Jakarta, gedung DPR sebagai pusat suara rakyat yang diwakili oleh legislatif, diduduki, sehingga mengganggu fungsi salah satu pusat pemerintahan. Suara-suara mundur presiden Soeharto terus menggagung di seluruh kota-kota besar terutama gedung DPR/MPR yang diduduki para  mahasiswa. Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden dan kekuasaan diserahkan kepada wakil presiden BJ.Habibi. peristiwa  kejatuhan Soeharto di tahun 1998, boleh jadi sebuah demonstrasi yang tak kalah heroiknya dibanding tahun 1966.
   
              Sejarah Ringkas Pergerakan Kaum Muda Paska Reformasi

               Mungkin tak jauh berbeda dengan gerakan sebelumnya, gerakan kaum muda (mahasiswa) di tahun era Reformasi yang paling besar adalah ketika terjadi demonstrasi semanggi I dan II dan tertembaknya puluhan mahasiswa. Kemudian ditumbangkannya presiden Abdurrahman Wahid tahun 2002 dan digantikan oleh wakil presiden Megawati. Tahun 2004 terjadi Pemilu pertama setelah tiga presiden menjabat secara pendek dan singkat (BJ.Habibi, Abdurrahman Wahid dan Megawati – Pemilu yang aman dan damai yang dilangsungkan tahun 2004 ini dimenangkan oleh partai Demokrat, Pemilu kedua yang dimenangkan pula oleh Demokrat tahun 2009. Akan tetapi Pemilu dua itu telah membongkar kecurangan rezim SBY dan partai democrat dan betapa korupnya rezim SBY serta partainya terbukti dari banyaknya tokoh-tokoh partai Demokrat terlibat korupsi mulai dari kasus Bank Century di awal kekuasaanya tahun 2004, kasus Wisma Atlet di Palembang, kasus Hambalang di Bogor, rencana pembangunan gedung DPR yang baru dan lain-lain.
            
                 Refleksi Sejarah Pergerakan Kaum Muda (Mahasiswa) di Hari Ini!

              Apa ya ng menjadi fokus dari gerakan mahasiswa sejak zaman Belanda sampai era Kemerdekaan dan sampai pula di era Reformasi, adalah ketidakbecusan penguasa dalam memerintah.termasuk di masa kolonial (10, Akan tetapi, ketika negeri ini sudah diperintah dan dipimpin oleh bangsa sendiri, maka terjadi pula pola yang sama dengan pola pemerintahan Belanda. Bahkan jauh lebih buruk, korup, lebih tak beradab, otoriter, nir – intelektual (11 dan feodal yang hanya memperkaya golongan elit di Jakarta. Sementara rakyat di sudut-sudut negeri seperti Free Port, di papua, Busang di Kalimantan Timur, Newmont di Sulawesi Utara dan Sumbawa, Blok CP di Blora, gas di Arun – Aceh Utara dan habisnya hutan-hutan kita yang digunduli adalah bukti semakin tak becusnya pemerintah kita dalam mengelola aset-aset kekayaan rakyat yang sangat berharga itu.
                Seorang professor sejarawan Inggris, Arnold Toynbee mengatakan bahwa  timbul serta tumbuhnya peradaban disebabkan oleh “Challenge and response”. Karenakan adanya “challenge”lah mahasiswa (kaum muda) bangkit. "Challenge" adalah keadaan-keadaan yang sangat buruk, sedangkan “response” merupakan jawaban terhadap persoalan yang buruk itu. Ignas Kleden menandai perubahan peradaban yang cukup signifikan dan mari kita simak: “Proklamasi kemerdekaan menandai ‘pemindahan kekuasaan’ dan pergantian sifat masyarakatnya dari masyarakat terjajah kepada masyarakat bebas. Bahwa ada pergantian yang jelas dalam kekuasaan, dalam politik, dalam pembaruan lembaga, dalam personalia pejabat dan lain-lain merupakan tanda bahwa  ‘ pemidahan kekuasaan’ telah menghasilkan suatu jenis kekuasaan baru, suatu politik baru dengan nation state yang bebas dan berdaulat. Tetapi bagaimana gerangan halnya dengan pemindahan kebudayaan dan pergantian sifat masyarakatnya?” (12
              Persoalannya sekarang adalah bagaimana membebaskan negeri ini dari “bad government” yang menurut Kleden, pada bangsa Indonesia belum terjadi pemindahan kebudayaan dan pergantian masyarakat kolonial ke masyarakat baru yang dicita-citakan Bapak Bangsa.? Mochtar Lubis paling keras mengeritik bangsa ini dalam masalah pemindahan kebudayaan dan masyarakat ini. Kita belum sepenuhnya pindah dari kebudayaan dan masyarakat kolonial, ke masyarakat bebas dan merdeka. Menalitas terjajah yang ditandai dengan kemalasan, betah bodoh (tidak mau belajar, egois, suka jalan pintas / bajing loncat adalah sebagian kritik yang ditujukan Mochtar Lubis kepada bangsa ini (13.
            
                    Merubah Mentalitas Budaya dan Masyarakatnya adalah Tugas Utama Kaum Muda!


           Generasi Muda yang merupakan kumpulan orang-orang yang masih mempunyai jiwa, semangat, dan ide yang masih segar dan dapat menjadikan negara ini lebih baik, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang visioner, tetapi selalu disingkirkan oleh kaum tua yang berambisi berkuasa  tanpa membagikan kekuasaannya kepada mereka. Sudah saatnya generasi muda bergerak dan melakukan perlawanan terhadap kaum tua yang memimpin negeri ini yang tidak berpihak kepada bangsa. Di samping itu, pemerintah dalam menjalankan pembangunan merasa benar sendiri, tanpa mengikutkan rakyat dengan potensi kreatif. Agar muncul potensi kreatifrakyat, pemerintah harus memperhatikan pendidikan. Akan tetapi selama ini pemerintah mengabaikan semua itu, selain itu pemerintah juga memanjakan pengusaha dalam negeri sehingga tak mampu bersaing dengan pengusaha luar negeri. Selain aset-aset negara telah dijual kepada asing, maka dalam segala segi, rakyat Indonesia terabaikan dari segi pendidikan, kemakmuran dan kesehatan.
             Persoalan penting bagi Indonesia sinergis dengan sinyalemen yang dikatakan oleh Arnold C Breckman sebagai dikutip di atas: “An investemen flow into Indonesia, there is a growing tendency among many Indonesian  to sit back  and let the foreigners do it”. Ketika investasi mengalir ke Indonesia,  maka banyak di kalangan orang Indonesia (pejabat) duduk di belakang meja dan membiarkan orang-orang asing bekerja. (14
                Generasi muda (Imahasiswa) sebagai agen perubahan benar-benar harus selalu memelihara ideology pembangunan, ideology perjuangan rakyat yang dulu meramaikan perjuangan rakyat mulai dari para pahlawan perang colonial sampai pahlawan perjuangan politik di era kebangkitan bangsa 1908 sampai 1945.  Namun patut pula dicurigai bahwa ideology pembangunan di negara-negara berkembang disusupi oleh penajajahan terselubung, dimana antara ideologi pembangunan harus dikaitkan dengan demokrasi dan hak-hak asasi manusia, adalah bentuk penajajah barat yang menghalangi proses pembangunan itu.(15  bagaimana bangsa Indonesia bisa membangun sementara kebebasan bangsa Indonesia itu belum bisa terukur, sehingga pemerintah takut melanggar hak-hak azasi manusia dalam segala sepak terjangnya dalam membangun. Bahkan dalam menuntakan kasus korupsi saja, pemerintah merasa melanggar HAM untuk menerapkan hukuman mati kepada koruptor dengan korupsi skala besar berupa uang 6,3 trilyun dalam kasus Bank Century.
           Untuk problem yang tengah menimpa bangsa Indonesia saat ini, respon generasi muda Indonesia yang telah diperlihatkan adalah munculnya tokoh-tokoh masih mempunyai mentalitas, kebudayaan dan pikiran baru, yang berbeda dengan mentalitas kebudayaan lama. Itu ditunjukkan oleh Mahfud MD, ketua MK, gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, penyidik KPK dari kepolisian Kompol Novel Baswedan dan menteri BUMN, Dahlan Iskan dan masih banyak lagi yang lain. Di masa depan, kita masih memerlukan banyak orang semacam mereka. Tetapi, kita menginginkan bahwa generasi muda sekarang terutama mahasiswa, harus benar-benar banyak belajar untuk mengidentifikasi masalah-masalah krusial,  mendesak serta penting untuk diurai. Generasi muda sekrang harus benar-benar mampu melahirkan pemikiran-pemikiran baru (sebagai Hatta, Soekarno, Syahrir, Tan Malaka, Mohammad Yamin dll) untuk melahirkan produk-produk baru dalam mentalitas-,mentalitas menyangkut masalah hukum, politik, ekonomi, mentalitas masyarakat, budaya. Kita benar-benar langka generasi muda  yang mampu mengembangkan kreatifitasnya dalam masalah hukum, politik, ekonomi , budaya bahkan pendidikan. Negara, rakyat dan bangsa sedang menagih pikiran-pikiran brilianmu anak muda Yang beremoral, dan mampu menduduki posisi – posisi penting untuk memimpin negeri ini.
            Sekarang manusia dijajah oleh dehumanisasi dari dunia teknologi yang mengancam kehidupan pribadi dan spiritual.(6  Penjajahan berbentuk dehumanisasi ini dikendalikan oleh kapitalisme dengan mesin hasrat, keinginan, konsumerisme dan dikontrol oleh komputer sebagai alatnya. Bagaimanakah kita mengidentifikasi penjajah baru yang jauh lebih canggih dari penjajah sebelumnya? Inilah tuntutan kepada kaum muda, selain penjajah yang bercokol di gedung-gedung pemerintahan kita, kaum muda agar lebih banyak lagi belajar, memperkuat karakter dan kepribadian yang kukuh untuk melawan penajajah yang kini merasuk ke setiap diri kita lewat mesin hasrat, yang dalam literature sufi adalah dorongan-dorongan nafsu kita yang nervous dan tak terkendali – karena kepingin banget! Pokoknya saya harus dapat, dan control iman terabaikan dalam hal ini. Karakter dan kepribadian yang kuat, sangat menyangkut control iman dan nilai ketauhidan yang kuat dalam diri seseorang, terutama seorang muslim yang mukmin!

A. Pengertian Generasi Muda
Masa muda pada umumnya dapat dipandang sebagai suatu tahap dalam pembentukan kepribadian manusia dalam proses mencari jati diri. Posisi generasi muda dalam masyarakat adalah sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa, masa depan suatu bangsa ini terletak pada generasi mudanya sebab merekalah yang nantinya menggantikan generasi sebelumnya dalam memimpin bangsa. Suatu harapan yang sangat besar terhadap generasi muda ini.
 Pada sisi lain hal itu menimbulkan suatu tanggung jawab yang sangat besar yang harus dipikul oleh generasi muda . Artinya generasi muda harus menjadi sosok yang mampu memenuhi harapan tersebut. Oleh karena itu, hal-hal yang menghambat kemajuan harus diganti dengan hal-hal baru sesuai dengan tuntunan dan perkembangan masyarakat, yaitu dengan dibekali ilmu pengetahuan dan pengarahan tentang pengembangan generasi muda menuju kepada penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan kerja . Salah satu cara dalam memperoleh bekal pengetahuan tersebut dapat melalui pendidikan baik formal maupun nonformal baik itu pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi. Dengan bekal seperti itu setiap pemuda Indonesia akan semakin bernilai dalam proses pembangunan. Dan makin membenarkan arti serta makna “ Pemuda adalah Harapan Bangsa”.
Generasi muda atau pemuda diaktakan sebagai tulang punggung negara. sering kali dikatakan oleh kebanyakan orang nasib bangsa akan ditentukan oleh generasi mudanya. oleh karena itu wancana-wancana mengenai nasionalisme maupun wawasan kebangsaan menjadi sangat penting untuk memajukan generasi muda agar lebih berkualitas.
B. Peranan Pemuda Dalam Menyongsong Masa Depan Bangsa
Pemuda adalah bagian dari masyarakat. seperti dikatan oleh I. Basis Susilo, bahwa pemuda merupakan salah satu unit atau salah satu kelompok sosial dalam masyarakat. keberadaan pemuda dalam politik domestik hampir disetiap negara, pasti memiliki peran penting. sebagai contoh, perjuangan bangsa indonesia dalam meraih kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, ataupun saat perjuangan menanamkan demokrasi di Indonesia, terdapat peran pemuda. seperti yang di jelaskan oleh Masdiana, bila melihat ada sejarah perjalanan bangsa Indonesia. kiprah kaum muda selalu mengikuti tapak-tapak penting sejarah. pemuda selalu menjadi kekuatan utama dalam proses modernisasi dan perubahan.
          peran generasi muda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak hanya berkecimpung dalam persoalan kemerdekaan atau kental di negara berkembang saja. Jepang sebagai negara maju, memposisikan generasi mdanya sebagai unit yang penting untuk menentukan nasib bangsa kedepan. Negara-negara maju termasuk jepang juga menanamkan terus nasionalisme dan patriotisme di kalangan pemudanya.
          Dengan kata lain generasi muda sangat berpengaruh untuk menentukan masa depan bangsa. bila suatu negara sudah membimbing generasi mudanya ke hal yang positif, bukan tidak mungkin negara tersebut akan mempunai masa depan yang cerah.
Kondisi kehidupan bangsa yang kurang menguntungkan serta kompleksnya permasalahan yang dihadapi generasi muda sekarang ini menuntut adanya penyikapan dalam bentuk peran aktif membangun tatanan berbagai aspek kehidupan sehingga mampu membangun dan mengembangkan kembali sendi-sendi dasar kehidupan bangsa yang mampu membawa pencerahan pembangunan bangsa Indonesia ke depan. 
Urgensi penyikapan pemuda yang kontekstual dengan permasalahan sekarang antara lain sebagai berikut :
·         Meningkatkan integritas moral dan ketakwaan terhadap Tuhan YME dalam kerangka membangun ketahanan mental dan nilai-nilai budaya bangsa dari ancaman pengaruh budaya asing ( westernisasi ) yang semakin menggejala.
·         Memupuk Idealisme, Patriotisme, Cinta tanah air, Persatuan dan Kesatuan serta solidaritas pemuda untuk memperkokoh tetap tegaknya Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
·         Meningkatkan kualitas SDM melalui penguasaan IPTEK memasuki era Globalisasi yang diwarnai dengan tingginya tingkat kompetitif antar bangsa dan pasar bebas (AFTA 2004).
·         Membangun motivasi wirausaha pemuda dalam rangka menumbuhkan kepeloporan dan kemandirian pemuda secara social ekonomi.
·         Membangun tatanan kehidupan social budaya menuju terwujudnya masyarakat madani, yakni masyarakat yang tertib demokratis, dan sejahtera lahir batin.
C. Potensi Generasi Muda dalam Masyarakat
Generasi muda adalah sebagai sumber daya manusia yang amat potensial bagi pembangunan, menempati lapisan terbesar dalam anggota masyarakat. Sumber ini tidak penah habis, satu kekayaan nasional yang tidak terhingga harganya. Menjadi berharga kalau disiapkan sebagai kader pembangunan.
Berikut adalah beberapa contoh potensi yang dimiliki oleh generasi muda : 
·         Generasi Muda yang Progresif
Generasi muda memiliki kecenderungan untuk bersikap antusias dalam menghadapi berbagai isu, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, idealisme yang terkandung dalam jiwa dan pikiran generasi muda memungkinkan generasi muda untuk memainkan peranan penting dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Di sisi lain generasi muda yang progresif adalah generasi muda yang mampu dan dapat berfikir kritis dalam menghadapi realitas sosial politik yang sedang terjadi. Dengan memanfaatkan potensi ini, diharapkan ada sebuah peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih damai bagi generasi berikutnya.
·         Generasi Muda yang Nasionalis
Nasionalisme merupakan sikap dan tingkah laku individu atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa dan negaranya. Namun, secara empiris, nasionalisme tidak sesederhana definisi itu karena Nasionalisme adalah sebuah ideologi yang dapat dilihat sebagai hasil peradaban manusia dalam menjawab tantangan hidupnya. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana generasi muda memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut.
D. Tantangan dan Permasalahan Generasi Muda

                Namun di samping itu setiap generasi senantiasa dihadapkan pada situasi, kondisi, tantangan dan permasalahan yang berbeda. Problem itu disebabkan karena akibat dari proses pendewasaan seseorang, penyesuaian dirinya dengan situasi yang baru timbulah harapan setiap pemuda akan mempunyai masa depan yang lebih baik dari pada orang tuanya.
Berbagai macam permasalahan generasi muda yang muncul pada saat ini antara lain:
·         Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme dan nasionalisme dikalangan masyarakat termasuk jiwa pemuda.
·         Kekurang pastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
·         Belum keseimbangannya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia, baik yang formal maupun non formal.
·         Kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tinggi nya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran dikalangan generasi muda mengakibatkan berkurangnya produktifitas oleh nilai-nilai kekuasaan dan sebagainya.
·         Masih langkanya pengalaman-pengalaman yang dapat merelefansikan pendapat sikap dan tindakanya dengan kenyataan yang ada.
Namun dengan adanya kerjasama antar orang tua, sekolah/universitas, masyarakat, dan pemerintah dalam menanggulangi masalah ini agar tercipta lingkungan yang kondusif, maka generasi muda Indonesia senantiasa mampu menjawab setiap tantangan dan permasalahan yang dihadapi pada zamannya.
Contoh Hubungan Masyarakat dengan Generasi Muda
          2 bulan yang lalu, saya bersama teman-teman pramuka saka bahayangkara polsek setu ,, mengajar pramuka disalah satu sekolahan, sebuah daerah terpencil di daerah setu tepatnya di ( cisaat ), bekasi. di sana saya melakukan pengajaran dasar dan teknik gerakan pramuka dengan cara memberikan materi dan contoh, saya merasa sangat senang bisa membagi ilmu dan pengalaman saya selama menjadi anggota saka bhayangkara polsek setu, disitulah tumbuh jiwa patriotnisme saya bagaimana sahabat” kita da saudara” kita sangat butuh ilmu pengetahuan.
Kesimpulan saya adalah : Pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan Negara bangsa dan agama. Selain itu pemuda/mahasiswa mempunyai peran sebagai pendekar intelektual dan sebagai pendekar sosial yaitu bahwa para pemuda selain mempunyai ide-ide atau gagasan yang perlu dikembangkan selain itu juga berperan sebagai perubah Negara dan bangsa ini. Oleh siapa lagi kalau bukan oleh generasi selanjutnya maka dari itu para pemuda harus memnpunyai ilmu yang tinggi dengan cara sekolah atau dengan yang lainnya, dengan begitu bangsa ini akan maju aman dan sentosa.

No comments:

Post a Comment